Ilustrasi (wabe.org)
Dream - Meski lahir dengan tujuan mulia, bisnis penjualan Air Susu Ibu (ASI) ternyata tak sepenuhnya aman. Jurnal terbaru dar BMJ bahkan mendesak badan pengawas kesehatan dan makanan untuk mulai mengatur maraknya penjualan ASI online.
Dalam editorialnya, Jurnal BMJ mengatakan ASI online rentan terhadap kontaminasi virus yang membahayakan bayi.
Para ibu baru selama ini memang menghadapi tekanan sosial agar memberikan ASI kepada bayinya. Fenomena ini membuat semakin banyak ibu baru yang tidak mampu memenuhi kebutuhan ASI sendiri beralih ke internet.
Tak cuma kemudahan, ASI online dilaporkan berharga lebih murah ketimbang produk serupa dari bank ASI resmi. Murahnya harga tersebut dikarenakan ASI online memakai jalan pintas dengan tidak melakukan pemeriksaan terhadap pendonor ASI.
Higienis ASI online juga dipertanyakan karena tidak diketahui proses penyimpanan dan pengiriman yang dijalaninya selam aini,
" Tidak seperti donor di bank ASI resmi, penjual online tidak menjalani pemeriksaan serologis, yang berarti bahwa penyakit seperti hepatitis B dan C, HIV, getah bening dan sifilis mungkin tidak terdeteksi," kata editorial itu.
Dalam sebuah penelitian terungkap jika 21 persen dari sampel ASI online yang diuji telah terkontaminasi dengan virus herpes yang disebut cytomegalovirus. Meski relatif aman, bank ASI resmi juga tak lepas dari kontaminasi virus tersebut meski dengan porsi hanya lima persen.
Penelitian juga melaporkan 92 dari 101 sampel ASI online saat diuji di laboratorium positif memperlihatkan pertumbuhan bakteri. Hal ini terjadi kemungkinan akibat kurangnya pasteurisasi dan pengiriman serta kondisi penyimpanan yang buruk.
Penyelidikan lain pada 102 sampel ASI online menemukan bahwa 25 persen yang sampai di tangan konsumen kemasannya rusak parah dan tidak lagi beku, menyebabkan pertumbuhan bakteri dan kontaminasi menjadi lebih cepat.
" Studi-studi lain menunjukkan adanya kontaminasi bifenil A dan obat-obatan terlarang, termasuk penambahan susu sapi atau air untuk meningkatkan volume," kata spesialis. " Kontaminasi tersebut tidak dapat dengan mudah dideteksi sebelum diberikan pada bayi."
Editorial ini ditulis Sarah Steele, dosen di Global Health, Policy and Innovation Unit di Queen Mary University, London.
ASI tidak hanya dibeli untuk bayi, tapi juga penggemar gym dan pasien kanker. Mereka percaya ASI memberikan nutrisi plus untuk membentuk otot dan sistem kekebalan tubuh.
Editorial menyerukan adanya peraturan yang lebih baik soal produksi dan penjualan ASI online.
" ASI online jauh dari alternatif yang ideal, mengubah bayi dan konsumen lain menjadi agen mikrobiologi dan kimia," katanya. " Tindakan yang mendesak diperlukan untuk membuat pasar ini lebih aman." (Ism)
Advertisement
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
UU BUMN 2025 Perkuat Transparansi dan Efisiensi Tata Kelola, Tegas Anggia Erma Rini
Masa Tunggu Haji Dipercepat, dari 40 Tahun Jadi 26 Tahun
Viral Laundry Majapahit yang Bayarnya Hanya Rp2000
NCII, Komunitas Warga Nigeria di Indonesia
Azizah Salsha di Usia 22 Tahun: Keinginanku Adalah Mencari Ketenangan
Benarkah Gaji Pensiunan PNS Naik Bulan Ini? Begini Penjelasan Resminya!
Timnas Padel Indonesia Wanita Cetak Sejarah Lolos ke 8 Besar FIP Asia Cup 2025
Hore, PLN Berikan Diskon Tambah Daya Listrik 50% Hingga 30 Oktober 2025
Cara Cek Penerima Bansos BLT Oktober-November 2025 Rp900 Ribu
Potret Luna Maya dan Cinta Laura Jadi Artis Bollywood, Hits Banget!