Demo RUU Cipta Kerja, Puan Maharani: DPR Membuka Pintu Aspirasi

Reporter : Razdkanya Ramadhanty
Selasa, 25 Agustus 2020 18:03
Demo RUU Cipta Kerja, Puan Maharani: DPR Membuka Pintu Aspirasi
DPR RI telah menggelar pertemuan dengan 16 perwakilan serikat buruh atau serikat pekerja pada 20-21 Agustus 2020 di Jakarta.

Dream - Ketua DPR RI Puan Mahari menegaskan, parlemen terbuka dalam menyerap seluruh aspirasi rakyat terkait Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

" DPR RI yang merupakan Rumah Rakyat membuka pintu bagi kelompok buruh untuk menyampaikan aspirasinya secara legal dan formal dengan mendata berbagai persoalan terkait RUU Cipta Kerja," kata Puan, Selasa 24 Agustus 2020, dikutip dari Merdeka.com.

Puan menambahkan, DPR RI telah menggelar pertemuan dengan 16 perwakilan serikat buruh atau serikat pekerja pada 20-21 Agustus 2020 di Jakarta.

Pertemuan menghasilkan empat poin kesepakatan terkait klaster ketenagakeraan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

 

1 dari 4 halaman

Kesepakatan terkait hubungan ketenagakerjaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan industri dan pembahasan RUU Cipta Kerja terbuka pada masukan publik.

Puan menegaskan, DPR RI akan melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja secara cermat, hati-hati, transparans, terbuka, dan mengutamakan kesinambungan kepentingan nasional.

" Kami mendukung terciptanya lapangan kerja, perbaikan ekonomi, serta tumbuh dan berkembangnya UMKM lewat RUU Cipta Kerja," ungkap Puan.

" DPR RI mengajak kelompok buruh yang memiliki aspirasi untuk berjuang tidak lewat aksi yang berpotensi menimbulkan kemacetan, berpotensi mengganggu kenyamanan masyarakat lainnya, dan berpotensi jadi klaster penyebaran Covid-19," tandasnya.

Diketahui, hari ini buruh akan kembali berdemo untuk menolak RUU Cipta Kerja. Demo akan dilaksanakan di depan gedung Parlemen, Senayan.

(Sumber: Merdeka.com)

2 dari 4 halaman

Draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja Hapus Aturan Cuti Panjang

Dream - Draft Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang diserahkan pemerintah ke DPR pekan lalu memuat banyak perubahan besar di dunia usaha. Selain masa kerja 6 hari, salah satunya usulan perubahan adalah penghapusan cuti panjang.

Dikutip dari Merdeka.com, Senin 17 Februari 2020, berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam pasal 79, pemerintah menjelaskan soal cuti panjang bagi pekerja yang telah bekerja selama 6 tahun di perusahaan yang sama.

Dalam ketentuan tersebut, pegawai bisa mendapat cuti panjang sekitar 2 bulan pada tahun ketujuh hingga kedelapan, masing-masing 1 bulan tiap tahunnya.

Aturan tentang cuti panjang ini bahkan dibuat dalam beberapa poin khusus.

Namun ketentuan tersebut dihapus dalam draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Pemerintah hanya mengatur waktu istirahat antara jam kerja setelah bekerja 4 jam berturut-turut dan istirahat mingguan sekitar 1-2 hari.

Selain itu, pemerintah memangkas cuti tahunan yang bisa diberikan perusahaan minimal 12 hari.

Perusahaan dapat memberikan cuti panjang kepada karyawannya yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

3 dari 4 halaman

Usulan Pemerintah

Adapun bunyi pasal 79 dalam Omnibus Law Cipta Kerja yang diusulkan pemerintah yakni :

1. Pengusaha wajib memberi:

a. Waktu istirahat; dan

b. Cuti.

2. Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada pekerja atau buruh paling sedikit meliputi:

a. Istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan

b. Istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu.

3. Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b yang wajib diberikan kepada pekerja atau buruh yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus.

4. Pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

5. Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, dan ayat 3, perusahaan dapat memberikan cuti panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

 

 

4 dari 4 halaman

Aturan Soal Cuti Panjang di UU Sebelumnya

Sementara itu, jika dilihat lebih detail beberapa poin diatur Omnibus Law berbeda dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan pasal yang sama yakni 79 soal cuti panjang:

1. Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja pekerja buruh.

2. Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, meliputi :

a. Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 empat jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;

b. Istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu;

c. Cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 hari kerja setelah pekerja atau buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus; dan

d. Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 tahun.

3. Pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf c diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

4. Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf d hanya berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu.

5. Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat 4 diatur dengan Keputusan Menteri.

Beri Komentar