Di bawah permukaan laut sekitar pulau Yonaguni di Jepang, terdapat sisa-sisa kota kuno yang usianya mencapai 10.000 tahun yang menjulang tinggi dan diduga dibangun oleh peradaban yang telah hilang.
Sejumlah ahli meyakini bahwa formasi mengagumkan ini terdiri dari monumen berbentuk piramida yang tersusun secara bertumpuk, disertai dengan struktur yang menyerupai sisa-sisa kastil, kuil, lengkungan, dan stadion.
Semua struktur ini tampaknya terhubung melalui jalan-jalan yang membentang di dasar laut.
Ahli biologi kelautan Masaaki Kimura menjelaskan pada National Geographic pada tahun 2007 bahwa struktur terbesar di bawah laut sekitar pulau Yonaguni tampak seperti piramida berundak monolitik yang rumit, menjulang dari kedalaman 25 meter (82 kaki).
Tetapi, tidak semua orang mempercayai konsep Atlantis Jepang ini. Robert Schoch, seorang profesor dari Universitas Boston yang telah menyelidiki situs tersebut secara langsung, menyatakan keyakinannya bahwa Monumen Yonaguni (sebagaimana yang dikenal saat ini) sepenuhnya bukan hasil karya manusia.
Pada tahun 1986, seorang penyelam lokal pertama kali menemukan struktur ini, memperhatikan " piramida" dengan tangga lurus yang hampir sempurna.
Sejak saat itu, muncul berbagai teori mengenai asal-usulnya. Beberapa, termasuk Kimura, percaya bahwa struktur menjulang tinggi ini mungkin dahulu merupakan bagian dari benua Pasifik yang terkenal dan enggelam akibat bencana besar.
Ada dua alasan utama yang mendukung klaim semacam itu.
Dalam klaim pertamanya, ia menyatakan telah mengenali petunjuk-petunjuk adanya pengukiran pada batu tersebut dan berhasil menemukan batu-batuan yang disulap sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk binatang.
Kedua, ia menunjukkan bahwa kawasan di Lingkar Pasifik terkenal dengan kejadian seismiknya yang intens. Kimura mencatat bahwa tsunami, yang gelombangnya mencapai ketinggian sekitar 40 meter (131 kaki), melanda pulau Yonaguni dan daerah sekitarnya pada tahun 1771.
Advertisement