Hijrah ke Bank Syariah

Reporter : Ahmad Baiquni
Kamis, 27 Oktober 2016 21:17
Hijrah ke Bank Syariah
Memang baru 5 persen. Namun ini masih permulaan. Bank Aceh menjadi tonggak sukses hijrah bank konvensional menjadi bank syariah.

Dream – “ Saya tidak makan malam ini, kalau dana untuk itu belum terkumpul.” rangkaian kata itu meluncur dari bibir Soekarno. Presiden pertama Indonesia bicara di suatu jamuan medio Juni 1948. Hotel Atjeh yang penuh dengan saudagar Aceh mendadak senyap.

Tenggorokan saudagar seolah tercekat. Kaget dengan lontaran itu. Hanya bisa saling menoleh satu sama lain.

Ya, Sang Orator hari itu tengah mengunjungi pulau paling barat Indonesia. Kota pejuang yang tak mampu ditaklukan Belanda. Di depan para saudagar, Soekarno meminta bantuan. Memohon rakyat Aceh ikut berjuang untuk Indonesia.

" Kepada saudara-saudara saudagar yang sekarang menyanggupi untuk memasukan uangnya dalam pembelian kapal udara untuk daerah ini, dan bagi yang terbanyak menyerahkan uang tersebut hari ini akan diizinkan untuk terbang di udara di atas Kutaraja dengan pesawat kita di Lho`Nga," pinta Sang Putra Fajar.

Di tengah ketegangan, tetiba M Joenoed Joeseof muncul. Dia saudagar muda Aceh. Djoened Joesof mau menyumbang. Suasana menjadi cair. satu per satu saudagar menyusul.

Dan dari Hotel Atjeh itulah semua bermula. Sumbangan mengalir deras. Terkumpul sumbangan sampai 120 ribu dollar Singapura. Tak cuma uang. Ada emas seberat 20 kilogram turut menyerta. Cukup untuk membeli dua pesawat Dakota.

Cerita itu terus hidup. Kisah tentang pengorbanan rakyat Aceh membelikan pesawat untuk Indonesia.

Dan 68 tahun berselang, Aceh kembali jadi perhatian. Di Washington DC, Amerika Serikat, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad tak bisa menutupi kebahagiannya. Untuk pertama kalinya, bank syariah mencetak pertumbuhan.

Di forum Seminar Keuangan Syariah yang digagas World Bank dan Islamic Financial Services Board (IFSB) itu, Muliaman menyebut Bank Pembangunan Daerah Aceh telah hijrah. Memutar haluan dari bank konvensional menjadi bank syariah.

Bagaimana tidak bahagia. Industri perbankan syariah bisa pecah telur. Mitos sulit menggeser angka keramat 5 persen akhirnya sirna.

****

Fakta bank syariah bisa menembus angka keramat 5 persen patut disyukuri. Entah sudah berapa lama industri ini bergerak lambat. Setelah sebelum terus tumbuh di angka double digit.

Namun perjalanan Bank Aceh tak semudah membalik telapak tangan. Banyak perjuangan dan pengorbanan.

Dengarlah penuturan Busra Abdullah, sang direktur utama Bank Aceh Syariah. Selama 1,5 tahun dia menghabiskan waktu memboyong Bank Aceh hijrah. Itu waktu yang diperlukan untuk memenuhi syarat-syarat dari OJK. Ada 15 syarat harus dijalankan Bank Aceh.

“ Banyak sekali, ya. Itu harus dipenuhi kalau mau jadi bank syariah. Saya tidak ingat semuanya,” kenang Busra.

Beban psikologis juga ditanggung Busra. Rencana hijrah ini ditunggu bank lain. Bank-bank konvensional yang juga mau berganti baju menjadi syariah. Kalau sukses, mereka akan mencontoh.

“ Bank-bank lain ini mengintip dulu, kacau apa tidak, sukses apa tidak,” katanya.

Namun Busra bisa sedikit lega. Latar belakang masyarakat Aceh yang religius serta adanya qanun (peraturan daerah) turut mendukung konversi tersebut.

" Aceh memberlakukan syariah yang diatur dalam qanun. Semua institusi profesi harus menjurus kepada ajaran Islam. Selain itu kami mendapat dukungan dari mayoritas masyarakat Aceh," ucap Busra, saat dihubungi jurnalis Dream, Arie Dwi Budiawati.

Kehadiran anggota baru Bank Aceh dalam keluarga bank syariah disambut gempita. Dengar saja penuturan Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional (KR) V Sumatera Bagian Utara Ahmad Soekro Tratmono, Selasa, 25 Oktober 2016.

" Alhamdulillah, itu memberikan dampak positif. Otomatis pelayanan bank syariah kepada masyarakat (diharapkan) semakin meningkat," kata

****

Ya, Bank Aceh datang membawa uang Rp19,76 triliun. Aset selama menjadi BPD Aceh itu mengerek kekuatan perbankan syariah Indonesia sebesar 18,49 persen, dari Rp272,6 triliun jadi Rp305,5 triliun. Membuat pangsa pasar bank syariah Tanah Air naik menjadi 5,1 %.

Harus diakui, Aset perbankan syariah Indonesia sebelumnya sangat minim. Sampai Juli 2016, pangsa pasar bank syariah baru 4,8 persen. Naik menjadi 5,1 persen pada Oktober 2016. Masih kalah jauh dari Malaysia yang mencapai 21 persen. Apalagi dari Saudi yang sudah sampai 51 persen.

Tengok saja data terbaru dari OJ per Agustus 2016. Indonesia baru punya 12 Bank Umum Syariah, 22 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 165 BPR Syariah. Kala itu, total aset BUS dan UUS baru mencapai Rp 305,28 triliun. Jauh dari total aset bank umum secara nasional yang mencapai angka Rp6.382 triliun.

Perbankan syariah Indonesia, diluar BPR Syariah, baru melayani sekitar 15,06 juta nasabah dengan simpanan Rp 244 triliun.

Tapi justru disitulah potensinya. Masih banyak peluang Indonesia menggarap bisnis bank syariah.

Lihatlah laporan Global Islamic Economy Report 2016-2017 dari Dinard Standard dan Thompson Reuters. Aset bisnis keuangan syariah dunia tahun 2015 sudah mencapai US$ 2.006 miliar. Dalam enam tahun ke depan diyakini melonjak menjadi US$ 3.461 miliar

Khusus untuk bank syariah, asetnya tahun lalu mencapai US$ 1.245 miliar. Diramalkan potensinya pada 2021 menanjak menjadi US$ 2,716 miliar.

Dan di kelas dunia inilah nama Indonesia disebut. Tanah Nusantara ini disebut sebagai negara yang berhasil membangun ekosistem keuanga syariah terbaik di dunia. Berada di posisi Sembilan dunia, Indonesia bersanding dengan Malaysia, Uni Emirat Arab, dan Bahrain di posisi tiga teratas.

Pangsa pasar bank syariah Indonesia yang baru di kisaran 5 persen pun masuk 10 besar dunia. Di bawah Bangladesh, Turki, dan Bahrain.

Memang Indonesia masih berada di urutan buncit negara-negara dunia. Tapi itu bisa dimaklumi. Bisnis bank syariah ibarat anak kecil yang baru diasuh untuk berkembang besar.

Tapi coba dengar penjelasan Ketua Bidang Pengembangan Bisnis Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), Imam Teguh Saptono. Banyaknya pemeluk Islam di negeri ini senantiasa membuat senyum pelaku perbankan syariah terkembang.

Inilah modal yang tak dimiliki pesaing lain. Dari sinilah, bank syariah di Indonesia bisa bergerak dan membedakan langkah dari Malaysia.

" Pertumbuhan industri perbankan syariah di Indonesia lahir karena kebutuhan komunitas Muslim. Jadi sifatnya bottom up. Beda dengan Malaysia yang drivernya dari pemerintah yang top down," kata dia.

Ucapan Imam itu bukan angin surga belaka. Survei GIER menyebut ada 126 ribu generasi milenial yang terarik dengan topik ekonomi syariah. Jumlah terbanyak dibandingkan Malaysia dan Pakistan yang di bawah 100 ribu orang.

Generasi milenial adalah mereka yang lahir antara tahun 1980 sampai 2.000. Demografi yag menunjukan kekuatan ekonomi sebuah negara.

Para generasi masa depan Indonesia ini menaruh perhatia pada topik keuangan syariah sebanyak 37.500 orang, kedua setelah topik pakaian muslim 68.500. Diikuti kosmetik dan obat-obatan halal 7.800 orang, travel syariah 4.600 orang, makanan halal serta media dan rekreasi halal masing-masing sebanyak 4.200 orang.

Semua peluang ini pun semakin mungkin diwujudkan setelah OJK mengeluarkan beleid baru tentang bank syariah. Ya, OJK telah memerintahkan bank konvensional melepaskan Unit Usaha Syariahnya (UUS) pada 2023 nanti. Syaratnya, UUS itu punya total aset sebanyak 50 persen dari induknya.

Perintah itu tak bisa dibantah lantaran didasari UU Nomor 21 Tahun 2009 tentang Perbankan Syariah.

Terkait beleid itu, kata Imam, semua sektor harus mempersiapkan diri. Dia meminta sebelum spin off, bank harus memiliki ukuran yang benar-benar optimal. “ Sehingga, bank syariah hasil dari spin off dapat fleksibel dan efisien,” kata dia.

****

Bertambahnya keluarga baru bisnis bank syariah memang patut disyukuri. Tapi bukan lantas berpangku tangan. Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan pelaku industri dan pembuat kebijakan.

Iman Teguh Saptono menyebut keberpihakan pemerintah dan regulasi lewat Undang-undang (UU) Perbankan Syariah baru muncul pada 2008. Belum lagi aturan soal pajak murabahan yang baru selesai pada 2010.

Persoalan regulasi inilah, yang membuat industri perbankan syariah Indonesia baru siap melangkah dalam enam tahun belakangan ini. Artinya, ada kemandegan langkah selama dua tahun.

Perhatian pemerintah pun baru baru dirasakan beberapa tahun belakangan. Dimulai saat pengalihan dana haji. Dana muslim bernilai ratusan triliun itu selama ini mengendap di bank-bank konvensional. Barulah beberapa tahun ini pemerintah menunjuk bank syariah sebagai pengelola dana haji.

Ke depannya banyak pihak yang berharap kebijakan pemerintah dalam mengatur perbankan syariah itu. Dari asosiasi, Imam berharap pemerintah dapat meneruskan kebijakan semisal skim pajak deposito syariah yang disamakan dengan reksadana.

“ Sebab, keduanya memiliki karakteristik yang sama,” ucap dia.

Sementara itu, OJK berharap UU yang dibuat dapat memacu pertumbuhan industri perbankan syariah. Sehingga, dengan kemudahan pilihan dapat dimanfaatkan sektor riil. “ Mudah-mudahan dapat menjadi center of islamic finance di dunia,” kata Ahmad.

Pekerjaan besar memang masih harus diselesaikan OJK dan pelaku bisnis syariah. Namun hijrah Bank Aceh ini sejatinya menjadi momentum dan inspirasi bagi bank lain. Lega rasanya mendengar keinginan BPD Nusa Tenggara Barat (NTB) yang juga ingin mengikuti langkah Bank Aceh.

Dengan niat dan ikhtiar untuk memajukan bank syariah, Insyaallah impian Indonesia menjadi pusat keuangan syariah bisa terwujud. Amiin.

(Laporan: Maulana Kautsar/Arie Dwi Budiawati)

Beri Komentar