Konflik Israel-Iran Ancam Stabilitas Ekonomi, Komisi XI Minta Pemerintah Siapkan Rencana Antisipasi

Reporter : Daniel Mikasa
Kamis, 26 Juni 2025 16:07
Konflik Israel-Iran Ancam Stabilitas Ekonomi, Komisi XI Minta Pemerintah Siapkan Rencana Antisipasi
Nilai tukar rupiah bisa tertekan karena penguatan dolar AS, sementara beban subsidi energi melonjak. Jika tidak diantisipasi, tekanan ini bisa mengguncang APBN 2025 dan memukul daya beli masyarakat.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, M. Hanif Dhakiri, mengingatkan pemerintah agar tidak menganggap remeh dampak ekonomi dari meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran, yang kini turut melibatkan Amerika Serikat secara langsung. Menurutnya, eskalasi konflik tersebut dapat memicu guncangan ekonomi global dan membawa dampak sistemik bagi Indonesia.

“ Perang ini bukan sekadar konflik regional. Ini adalah guncangan geopolitik yang bisa memicu krisis energi global, memperlemah rupiah, mendorong inflasi, dan memperbesar beban fiskal. Pemerintah harus memiliki skenario krisis yang terukur,” kata Hanif kepada Parlementaria, di Jakarta, Kamis (26/6/2025).

Hanif menekankan bahwa kenaikan harga minyak dunia yang telah menyentuh USD78 per barel merupakan sinyal awal dari krisis yang perlu diwaspadai. Sebagai negara pengimpor minyak, Indonesia dinilai sangat rentan terhadap lonjakan harga energi yang tinggi, yang bisa berimbas langsung pada peningkatan subsidi energi dan pelebaran defisit anggaran.

“ Kita menghadapi risiko ganda. Nilai tukar rupiah bisa tertekan karena penguatan dolar AS, sementara beban subsidi energi melonjak. Jika tidak diantisipasi, tekanan ini bisa mengguncang APBN 2025 dan memukul daya beli masyarakat,” ujar Politisi Fraksi PKB ini.

Oleh sebab itu, Hanif mendorong pemerintah untuk segera mengkaji ulang asumsi-asumsi makroekonomi dalam perumusan Rancangan APBN 2025. Ia juga menekankan pentingnya koordinasi erat antara kebijakan fiskal dan moneter guna menjaga kestabilan ekonomi di tengah ketidakpastian global yang kian tinggi.

“ Bank Indonesia harus menjaga kredibilitas kebijakan moneter dan stabilitas nilai tukar, sementara pemerintah perlu memperkuat cadangan energi dan jaring pengaman sosial,” jelas mantan Menteri Ketenagakerjaan tersebut.

Hanif turut menyoroti pentingnya pendekatan diplomatik aktif untuk membantu meredakan ketegangan di kawasan Timur Tengah. Di sisi lain, ia menilai transisi energi menuju sumber energi terbarukan harus dipercepat sebagai solusi jangka menengah dalam mengurangi ketergantungan pada impor energi fosil.

“ Stabilitas global memang di luar kendali kita. Tapi menjaga ketahanan nasional, mencakup ketahanan ekonomi, energi, dan pangan, adalah tanggung jawab kita bersama. Jangan sampai kita hanya bersikap reaktif. Kita harus punya rencana darurat sejak sekarang,” tegasnya.

Sebagai catatan, konflik bersenjata di Timur Tengah dan risiko gangguan terhadap rantai pasokan energi global telah menimbulkan kekhawatiran pasar, mendorong penguatan dolar AS, serta menekan nilai tukar di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Pemerintah kini dihadapkan pada dilema antara menjaga stabilitas fiskal dan melindungi daya beli masyarakat.

Beri Komentar