Lobby Rumah Sakit China Dipenuhi Pasien Covid (Japan Times)
Dream - Bandar Udara Internasional Milan Malpensa, Kamis 29 Desember 2022, nampak ramai. Bandara ini terletak di provinsi Varese, dekat kota Milan, Italia. Bandara ini adalah salah satu dari dua bandara utama di Milan.
Malpensa adalah hub utama bagi Alitalia, maskapai penerbangan utama Italia, dengan 21,7 juta penumpang pada tahun 2006. Bandara Internasional Malpensa adalah bandara paling penting di Italia; Malpensa melayani populasi sebesar 15 juta jiwa.
Bandara Internasional Malpensa memiliki 2 terminal. Yakni Terminal 1 untuk penerbangan komersial dan Terminal 2 untuk penerbangan sewaan dan penerbangan bertarif rendah. Terminal 1 memiliki dua satelit: A - Penerbangan Nasional dan Eropa (area Schengen); dan B - Penerbangan Internasional (area extra Schengen).
Di Terminal 1 satelit B area Schengen, penerbangan internasional, hari itu serombongan turis asal China tiba di ibukota Milan, Italia. Mereka tiba dengan dua pesawat berbeda.
Dilansir dari Sky News, lebih dari setengah penumpang dalam penerbangan dari China ke Italia itu dinyatakan positif Covid-19. Pelancong asal China itu memang diwajibkan menjalani tes Covid pada dua penerbangan yang tiba ke Milan itu.
" Pada penerbangan pertama, dari 92 penumpang, 35 (38 persen) positif. Pada penerbangan kedua, dari 120 penumpang, 62 (52 persen) positif," ujar Guido Bertolaso, anggota dewan kesejahteraan regional Lombardy, pada konferensi pers.

(Pendatang dari China tengah menuggu di bandara/BBC)
Membanjirnya turis asal China ke berbagai negara belakangan ini disebabkan pemerintah China mulai mengeluarkan paspor dan visa biasa untuk membuka isolasi negara itu selama hampir tiga tahun akibat pandemi Covid-19.
Pengumuman Beijing itu membuat jutaan orang China dapat pergi ke luar negeri untuk liburan Tahun Baru dan perayaan Imlek. Ini adalah liburan pertama kali yang bisa dilakukan sebagian besar penduduk China sejak tahun 2020 atau sejak pandemi dimulai.
Destinasi teratas turis China termasuk Jepang, Thailand, Korea Selatan, Amerika Serikat, Inggris, dan Australia.

(Turiis China di Bandara/SMCP)
Kekhawatiran menyebarnya virus Corona dari China seperti awal pandemi pada 2020 pun merebak. Negara-negara tujuan wisata itu khawatir turis China dapat menyebarkan virus corona secara internasional karena infeksi tengah melonjak di negara tersebut.
Jepang, India, dan Taiwan kini mewajibkan tes virus untuk pelancong dari negara tersebut. AS juga telah mewajibkan tes Covid-19 wajib pada turis China.
Dan ternyata dugaan mereka tidak salah. Buktinya, separuh penumpang pesawat dari China yang mendarat di kota Milan, Italia, dalam dua penerbangan berbeda, nyaris separuhnya positif.
Ini menunjukkan meluasnya penularan Covid-19 di China pada bulan Desember 2022.
***
Menurut sebuah laporan yang bocor ke media massa, hampir 37 juta orang mungkin telah terinfeksi oleh Covid-19 di China dalam satu hari pada hari Selasa, 27 Desember 2022, dalam sebuah lonjakan kasus satu hari terbesar.
Tetapi angka tersebut sangat kontras dengan data pemerintah China yang menyatakan bahwa negara tersebut hanya mencatat sekitar 3.000 kasus infeksi baru pada hari itu, menurut laporan Bloomberg.
Sesuai perkiraan otoritas kesehatan tertinggi pemerintah, ini mungkin telah membuat wabah di negara itu menjadi yang terbesar di dunia.
Mengutip dari rapat internal Komisi Kesehatan Nasional China yang diadakan pada Rabu, 28 Desember 2022, laporan tersebut memperkirakan 248 juta orang di China atau 18 persen dari 1,4 miliar penduduk China kemungkinan telah terinfeksi dalam 20 hari pertama Desember tahun ini.

(Diperkirakan 248 juta warga tertular selama 20 hari bulan Desember 2022/CNN)
Sejak pencabutan kebijakan “ nol-Covid,” China memang telah menghadapi peningkatan eksponensial dalam kasus Covid-19 yang didorong oleh subvarian Omicron BF.7.
Video dan gambar di media sosial menunjukkan bagaimana sistem perawatan kesehatan menghadapi krisis karena rumah sakit telah terbebani dengan banyaknya orang yang dirawat. Rumah duka dan pembakaran mayat atau krematorium juga penuh sesak.
Ahli epidemiologi memperkirakan bahwa jutaan orang kemungkinan besar akan terinfeksi virus dalam beberapa bulan mendatang, dan jutaan orang mungkin meninggal karena virus tersebut. Dan situasinya mungkin akan terus memburuk.
Dalam pengakuan yang langka dan cepat disensor, seorang pejabat senior mengatakan bahwa setengah juta orang di satu kota di China terinfeksi Covid-19 setiap hari. Namun, gelombang infeksi di negara itu tidak tercermin dalam statistik resmi yang dikeluarkan pemerintah China.
Surat kabar yang dioperasikan oleh Partai Komunis yang berkuasa di Qingdao pada hari Jumat melaporkan kepala kesehatan kota mengatakan bahwa kota timur itu mendapati " antara 490.000 dan 530.000" kasus Covid baru setiap hari. Ditambahkan bahwa kota pesisir berpenduduk sekitar 10 juta orang itu " dalam periode penularan cepat menjelang puncak yang mendekat" .
Tingkat infeksi di negara itu dikatakan meningkat 10 persen lagi selama akhir pekan.
Namun, pemerintah China hanya melaporkan dua kematian pertama pada 19 Desember sejak pemerintah melonggarkan kebijakan nol-Covid. Kontras dengan fakta lapangan di saat api tungku krematorium di berbagai pelosok negeri China nyaris tak pernah padam karena nyaris 24 jam beroperasi.

(Diperkirakan 248 juta warga tertular selama 20 hari bulan Desember 2022/The Hindu)
Para ahli telah memperkirakan antara satu juta hingga 2 juta kematian akan terjadi di China tahun 2023, dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa cara penghitungan Beijing akan " meremehkan jumlah kematian yang sebenarnya" .
Lebih lanjut WHO mengatakan tidak menerima data dari China tentang rawat inap baru Covid-19 sejak Beijing mengakhiri kebijakan nol-Covidnya.
Sementara jutaan orang lanjut usia di China tidak sepenuhnya divaksinasi dan saat negara tersebut bergulat dengan gelombang Covid-19 nasional pertamanya, bangsal darurat di kota-kota kecil dan kota-kota di barat daya Beijing kewalahan.
Unit perawatan intensif rumah sakit kerap menolak ambulans yang datang karena sudah penuh sesak. Kerabat orang sakit mencari tempat tidur terbuka, dan pasien tidur di bangku di koridor rumah sakit dan berbaring di lantai karena kekurangan tempat tidur.

(Ruang ICU di China penuh sesak/Toronto Star)
Menghadapi lonjakan yang tiba-tiba, pemerintah China sedang menyiapkan fasilitas perawatan intensif dan berusaha memperkuat rumah sakit saat mereka membatalkan kontrol anti-virus lewat kebijakan”nol-Covid” yang mengurung jutaan orang di rumah mereka, yang menghancurkan pertumbuhan ekonomi dan memicu protes.
Dalam sebuah pernyataan, pemerintah provinsi Jiangxi timur mengatakan bahwa lebih dari 18.000 pasien Covid telah dirawat di institusi medis terbesar di provinsi tersebut dalam dua minggu terakhir, termasuk hampir 500 kasus parah tetapi dilaporkan tidak ada kematian.
Rawat inap memuncak pada 28.859 hingga 4 Desember, yang merupakan angka tertinggi yang dilaporkan di China sejak dimulainya pandemi.
Ledakan kasus Covid di China itu terjadi setelah pemerintah China memutuskan mencabut kebijakan “ nol-Covid” pada pertengahan Desember 2022.
***
Pada awalnya, menyusul merebaknya pandemi Covid-19 tiga tahun lalu di Wuhan, pemerintah China menetapkan langkah-langkah kebijakan " nol-Covid" yang keras.
Ini memang tidak sejalan dengan apa yang dilakukan banyak negara lain untuk mencoba menahan laju virus tersebut. Sementara sebagian besar negara lain melihat peraturan kesehatan dan keselamatan dibuat sementara sampai vaksin tersedia secara luas, China tetap teguh pada strateginya “ nol-Covid” walau vaksin sudah tersedia.
Pelancong yang masuk ke China perlu mengikuti tes PCR sebelum terbang dan menjalani karantina di hotel selama lima hari dan di rumah selama tiga hari setelah kedatangan.
Itu mungkin tampak ketat, tetapi sebelum peraturan diperbarui, para pelancong perlu melakukan dua tes PCR sebelum terbang dan karantina selama tujuh hari di hotel dan tiga hari di rumah. Sebelumnya, masa karantina adalah 14 hari.
Pelancong dengan penerbangan domestik, kereta api, atau bus yang melakukan kontak dekat dengan seseorang dengan Covid-19 perlu dikarantina selama lima hari di tempat yang ditentukan, ditambah tiga hari di rumah.
Sebelum perubahan November, waktu karantina lebih lama dan kontak dekat dari orang yang kontak dekat dengan seseorang dengan Covid-19 juga perlu diisolasi. Orang yang mengunjungi daerah di China yang dianggap " berisiko tinggi" juga perlu dikarantina selama tujuh hari di rumah.
Di China, setiap orang perlu menunjukkan " kode hijau" pribadi mereka —yang menunjukkan bahwa mereka negatif Covid-19— saat memasuki tempat umum seperti pusat perbelanjaan dan restoran, atau saat menggunakan angkutan umum.
Demikian pula, gedung perkantoran dikunci jika seseorang di dalam gedung dinyatakan positif Covid-19 hingga gedung tersebut dapat didesinfeksi, proses yang biasanya memakan waktu beberapa hari.
Bosan dengan kebijakan yang mengurung jutaan orang di rumah mereka dalam upaya untuk mengisolasi setiap infeksi, dan dengan memperhatikan kebebasan yang dinikmati di tempat lain di seluruh dunia, protes pun telah pecah di seluruh China awal November 2022.
Pada tanggal 26 November 2022, kebakaran di sebuah gedung apartemen di wilayah Xinjiang, China barat laut menewaskan 10 orang dan melukai sembilan orang di tengah penguncian yang ketat yang membuat banyak penduduk di daerah itu terjebak di rumah mereka selama lebih dari tiga bulan.

(Protes atas kebijakan " nol-Covid" di China/CNN)
Insiden itu langsung memicu kemarahan publik tentang apakah petugas pemadam kebakaran atau korban yang mencoba melarikan diri diblokir oleh pintu yang terkunci atau kebijkan penguncian dari kebijakan “ nol-Covid” lainnya. Pihak berwenang membantahnya, tetapi insiden itu menjadi sasaran frustrasi publik tentang kontrol kebijakan “ nol-Covid” tersebut.
Bulan lalu, Presiden China Xi Jinping menghadapi gelombang kemarahan publik yang tidak pernah terlihat selama beberapa dekade terakhir, dipicu oleh strategi " nol-Covid" yang akan memasuki tahun keempatnya.
Demonstran turun ke jalan-jalan di kota-kota termasuk Shanghai dan Beijing, mengkritik kebijakan tersebut, menghadapi polisi. Bahkan, para demonstran mulai menyerukan Xi Jingping untuk mundur.
Sebagian besar pengunjuk rasa mengeluh tentang pembatasan eksesif akibat kebijakan nol-Covid, tetapi beberapa mengalihkan kemarahan mereka pada Xi Jingping, pemimpin paling kuat China setidaknya sejak tahun 1980-an.
Orang-orang berkumpul di kota selatan semi-otonom Hong Kong, di mana gerakan pro-demokrasi dipadamkan oleh tindakan keras setelah demonstrasi selama berbulan-bulan yang dimulai pada 2019.
Slogan seperti " tidak ada tes PCR tapi kebebasan!" dan " menentang kediktatoran, jangan menjadi budak!" dinyanyikan di jalan-jalan.
Di Hong Kong, pengunjuk rasa di Chinese University memasang poster bertuliskan, “ Jangan Takut. Jangan lupa,” dan bernyanyi termasuk lagu “ Do You Hear the People Sing?” dari film drama musikal “ Les Miserables.” Sebagian besar menyembunyikan wajah mereka di balik lembaran kertas putih kosong.

(Protes anti " nol-Covid" di China/BBC)
Menyusul protes, tanggapan dari pihak berwenang sebagian besar mencoba meredam. Menurut laporan media, beberapa polisi di Shanghai menggunakan semprotan merica untuk mengusir para demonstran, dan beberapa pengunjuk rasa ditahan dan dibawa pergi dengan bus.
Namun, pemerintah China akhirnya mengalah. Akibat desakan publik yang kuat, pemerintah China lalu mencabut kebijakan Nol-Covid pertengahan Desember 2022.
Dan, kini akibatnya kasua Covid di China meledak.
Eric Feigl-Ding, seorang ahli epidemiologi dan ekonom kesehatan, baru-baru ini memperingatkan bahwa “ lebih dari 60 persen populasi China dan 10 persen populasi Bumi kemungkinan akan terinfeksi selama 90 hari ke depan” karena Covid-19.
***
Menurut surat edaran dari pertemuan internal Komisi Kesehatan Nasional China (NHC) yang diadakan pada Rabu, 21 Desember 2022, sebanyak 248 juta orang, atau hampir 18 persen dari populasi, kemungkinan tertular virus dalam 20 hari pertama bulan ini.
Jumlah itu telah dikonfirmasi dengan orang-orang yang terlibat dalam diskusi tersebut. Ini menjadi angka penularan terbesar di dalam sejarah pandemi Covid-19.
Tingkat infeksi ini langsung mengecilkan rekor harian global sebelumnya sekitar 4 juta yang ditetapkan pada Januari 2022.
Sekitar 37 juta kasus harian yang diperkirakan terjadi pada 20 Desember 2022 adalah penyimpangan dramatis dari penghitungan resmi yang hanya menghitung 3.049 infeksi yang dilaporkan di China pada hari itu. Itu juga beberapa kali lipat lebih tinggi dari rekor dunia sebelumnya untuk pandemi.
Menurut data yang dikumpulkan oleh Bloomberg, kasus global mencapai angka tertinggi sepanjang masa sebesar 4 juta pada 19 Januari 2022, di tengah gelombang awal infeksi Omicron setelah kemunculannya di Afrika Selatan.

(Rumah sakit China kewalahan/DW)
Pelonggaran cepat regulasi nol-Covid oleh Beijing telah menyebabkan penyebaran varian Omicron yang sangat menular tanpa batas dalam populasi dengan tingkat kekebalan alami yang rendah. Menurut perkiraan badan tersebut, lebih dari separuh penduduk provinsi Sichuan, di barat daya China, dan ibu kota Beijing telah terinfeksi.
Namun, metode regulator kesehatan China dalam membuat perkiraannya belum jelas. Negara itu menutup jaringan stan pengujian PCR yang pernah ada di mana-mana pada awal bulan ini.
NHC belum mengomentari kabar ini. Biro Pengendalian Penyakit Nasional komisi yang baru didirikan, yang mengawasi respons COVID, juga belum memberikan komentar atas bocornya data itu.
Perbedaan data antara yang dipublikasi pemerintah China dan informasi yang bocor ke media massa tentang jumlah yang terinfeksi, menimbulkan kerpihatianan Badan Kesehatan Dunia atau WHO.
Pertemuan tingkat tinggi pun berlangsung antara WHO dan pemerintah China pada Jumat, 30 Desember 2022, untuk mencari informasi lebih lanjut tentang situasi tersebut, dan untuk menawarkan keahlian dan dukungan lebih lanjut dari WHO.
Pembicaraan itu terjadi setelah Direktur Jendral WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mendesak Beijing untuk lebih terbuka mengenai situasi pandemi di negara terpadat di dunia itu.
Pejabat dari Komisi Kesehatan Nasional China dan Administrasi Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Nasional menjelaskan kepada WHO tentang strategi dan tindakan China yang berkembang dalam epidemiologi, pemantauan varian, vaksinasi, perawatan klinis, komunikasi dan penelitian serta pengembangan virus Corona.
" WHO kembali meminta China untuk berbagi data spesifik dan real-time secara teratur tentang situasi epidemiologi - termasuk lebih banyak data pengurutan genetik, data tentang dampak penyakit termasuk rawat inap, rawat inap di unit perawatan intensif, dan kematian," kata Tedros.

(Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus/WHO)
WHO meminta data vaksinasi yang diberikan dan status vaksinasi, terutama pada orang yang rentan dan mereka yang berusia di atas 60 tahun. " WHO menegaskan kembali pentingnya vaksinasi dan booster untuk melindungi dari penyakit parah dan kematian bagi orang yang berisiko lebih tinggi. WHO meminta China untuk memperkuat pengurutan virus, manajemen klinis, dan penilaian dampak, serta menyatakan kesediaan untuk memberikan dukungan di bidang ini, komunikasi risiko tentang vaksinasi untuk melawan keragu-raguan," kata WHO.
Badan PBB tersebut mengatakan para ilmuwan China diundang untuk terlibat lebih dekat dalam jaringan pakar COVID-19 yang dipimpin WHO. Mereka diminta mempresentasikan data terperinci pada pertemuan kelompok penasehat evolusi virus pada hari Selasa.
" WHO menekankan pentingnya pemantauan dan publikasi data yang tepat waktu untuk membantu China dan komunitas global merumuskan penilaian risiko yang akurat dan menginformasikan tanggapan yang efektif," katanya.
***
Sementara itu, Presiden China Xi Jinping mendesak para pejabat mengambil langkah-langkah untuk melindungi kehidupan rakyat. Ia mengatakan hal itu pada pidatonya pada Senin 26 Desember 2022.
Ini merupakan pidato publik pertamanya soal Covid-19, sejak Beijing secara dramatis melonggarkan langkah-langkah garis keras di seluruh penjuru negara.
“ Saat ini, pencegahan dan pengendalian Covid-19 di China menghadapi situasi baru dan tugas baru,” kata Xi seperti dikutip Xinhua.

(Presiden China Xi Jingping/Japan Times)
“ Kita harus meluncurkan kampanye kesehatan patriotik dengan cara yang lebih tepat sasaran. Perkuat garis pertahanan komunitas untuk pencegahan dan pengendalian epidemi, dan lindungi kehidupan, keselamatan, dan kesehatan masyarakat secara efektif,” kata Xi.
Setelah sebagian besar warga terlindung dari virus selama sebagian besar pandemi berkat kebijakan keras nol-Covid, China sekarang mengalami lonjakan infeksi terbesar di dunia setelah pembatasan yang merusak ekonomi tiba-tiba dicabut menyusul aksi demo warga di sejumlah wilayah China.
Studi memperkirakan bahwa sekitar satu juta warga China dapat meninggal dunia selama beberapa bulan ke depan akibat terinfeksi COVID-19. Banyak penduduk bergulat dengan kekurangan obat-obatan, sementara fasilitas medis darurat dijejali oleh masuknya pasien lansia yang belum divaksinasi.
Ledakan Covid-19 di China juga meneror orang-orang dengan penyakit bawaan atau komorbid. Ketakutan tergambar jelas di wajah Hu Yuping, perempuan berusia 43 tahun dari Provinsi Hunan, China Tengah. Ia adalah penyintas kanker yang hidup dalam kecemasan selama pandemi Covid-19 di China.
Kekhawatiran Hu bertambah setelah dia mengetahui adanya pasien Covid-19 di gedung apartemennya. Penguncian selama dua pekan yang diberlakukan untuk mengekang penyebaran virus telah berakhir.
“ Pakai maskermu dan jangan pergi ke tempat ramai, kami hanya bisa mengandalkan diri sendiri sekarang,” ujar Hu dalam obrolan grup keluarganya di platform perpesanan WeChat, seperti dilansir dari Al Jazeera.
Ia adalah satu dari sekian banyak pasien yang tak menerima vaksin Covid-19. Dokter takut menyuntikkan vaksin Corona karena khawatir akan efek samping di dalam tubuhnya.
“ Sekarang kami dibiarkan di tempat terbuka, tanpa vaksin dan tanpa perlindungan negara,” ujarnya.

(Krematorium China penuh sesak/Dawn)
Ini jelas kontras dengan negara lain macam Indonesia. Di Indonesia, penderita kanker menerima vaksin, bahkan juga vaksin penguat atau booster.
Jelas ketakutan itu bukan milik Hu sendiri. Banyak orang China kini panik ketika rumah sakit sakit penuh dan ruang pembakaran mayat atau krematorium apinya tak berhenti menyala selama 24 jam. Ini menunjukkan China tengah menghadapi ledakan kasus Covid-19 yang berat, Kontras dengan negara-negara lain yang mulai memasuki fase transisi dari pandemi ke endemi, China justru harus bergulat dengan ledakan kasus Covid-19 di negerinya sendiri. Sungguh tidak mudah. (eha)
Sumber: Sky News, Bloomberg, Channel News Asia, CNN, BBC, Xinhua, Al Jazeera,