Menukar Uang Untuk Lebaran Termasuk Riba dan Haram?

Reporter : Ahmad Baiquni
Rabu, 29 Mei 2019 20:00
Menukar Uang Untuk Lebaran Termasuk Riba dan Haram?
Ada yang menilai tukar uang dengan kelebihan jumlah termasuk riba, benarkah?

Dream - Tukar menukar uang lama dengan baru sudah menjadi hal lazim di masyarakat Indonesia jelang Idul Fitri. Biasanya, uang tersebut akan dipakai untuk memberikan uang saku kepada orang lain.

Namun begitu, muncul polemik mengenai hukum penukaran uang ini. Dasar masalahnya yaitu adanya tambahan biaya untuk penukaran uang itu.

Sebagian kalangan menyebut tambahan uang itu tergolong riba. Sehingga praktik tukar uang harus dihindari. Benarkah demikian?

Dikutip dari NU Online, praktik tukar uang memang dapat dilihat dari dua sudut pandang. Jika dilihat uangnya, maka praktik penukaran dengan kelebihan jumlah yang ditetapkan termasuk kategori riba dan haram.

Tetapi, apabila dilihat dari sudut panjang jasanya, praktik tukar uang dengan kelebihan jumlah tergolong ijarah. Hukumnya adalah mubah karena yang ditawarkan adalah jasanya, bukan uangnya.

Ijarah sendiri adalah transaksi jual beli namun dalam bentuk jasa. Sehingga, akad ini tidak termasuk riba, seperti dijelaskan oleh Afifuddin Muhajir dalam Fathul Mujibil Qarib.

" Ijarah (sewa) sebenarnya adalah jual-beli, hanya bedanya ijarah menerima pembatasan tempo. Produk pada ijarah bukan pada barang, tetapi manfaat (jasa) dari sebuah barang atau jasa dari sebuah tenaga (aktivitas)."

1 dari 1 halaman

Perbedaan Sudut Pandang

Beda pendapat dalam menilai hukum penukaran uang dengan kelebihan jumlah berangkat dari perbedaan dalam memandang akad yang dipakai. Sebagian orang memandang uang adalah barang yang dipertukarkan, sementara sebagian lainnya melihat dari sudut jasanya.

Syeikh An Nawawi Al Bantani dalam Nihayatuz Zein memberikan penjelasan berikut.

" Barang terkadang mengikut sebagaimana bila seseorang menyewa seorang perempuan untuk menyusui anaknya, maka itu boleh berdasarkan nash Alpuran. Yang paling shahih, titik akadnya terletak pada aktivitas mengasuh balita tersebut oleh seorang perempuan yang meletakannya di pangkuannya, menyuapinya dengan susu, dan memerahnya sesuai kebutuhan. Titik akadnya (ma'qud 'alaih) terletak pada aktivitas si perempuan. Sementara ASI menjadi hak balita sebagai konsekuensi dari aktivitas pengasuhan."

Kelebihan yang ditetapkan oleh orang yang membuka jasa penukaran uang adalah untuk ganti jasanya. Bukan pada barangnya. Besarnya sesuai dengan kesepakatan antara penyedia jasa dengan penukar uang.

Sumber: NU Online

Beri Komentar
Jangan Lewatkan
More