Mereka Srikandi Keuangan Syariah Dunia

Reporter : Eko Huda S
Kamis, 5 Januari 2017 20:29
Mereka Srikandi Keuangan Syariah Dunia
Mereka mendobrak dunia yang katanya milik para lelaki. Menjadi srikandi dan wanita pemimpin terbaik keuangan syariah dunia.

Dream - Wanita itu berdiri menghadap layar. Lampu proyektor menyorot. Menumpahkan gambar di permukaan tirai putih. Berbagai istilah keuangan terhampar, dirajut dalam sebuah diagram ekonomi syariah.

Bagi awam, pasti asing. Tak mahfum apa arti garis-garis berukir kata dan angka itu. Tapi lihatlah perempuan ini. Dia sangat karib. Tak hanya istilah-istilah sulit, alur diagram administrasi rumit soal modal jutaan dolar itu pun dia paham.

Diagram itu dia jelaskan dengan rinci. Mulai hulu hingga hilir. Sungguh percaya diri, karena memang dialah ahlinya. Dan lihat pula para ekonom yang duduk di dalam forum itu. Semua manggut-manggut. Seolah memahami penjelasan wanita berbaju pink ini.

Perempuan ini memang bukan sembarang orang. Dia satu-satunya perempuan yang dinobatkan jadi " individu terkemuka" dalam Kamar Dagang Britania Raya 2016. Kepala Keuangan Syariah di Norton Rose Fullbright Eropa, firma hukum kondang di sekujur Bumi, juga diembannya. Dialah, Farmida Bi.

Perihal Muslimah terjun di dunia kerja sudah jamak. Tak terhitung jumlahnya. Namun, jika menyinggung industri keuangan syariah, baru segelintir saja. Belum banyak yang menyelam ke dalam ceruk bisnis ini. Dan salah satu wanita Muslim yang sudah malang-melintang di dunia ini adalah Farmida Bi itu.

" Aku sudah tidak mengetahui adanya tantangan tertentu seperti yang telah saya hadapi sebagai wanita di industri ini," kata Farmida menceritakan pengalamannya selama bergelut di dunia keuangan syariah.

Bagi Farmida industri keuangan syariah perlu generasi muda, Muslimah yang lebih segar dengan ide-ide baru, yang lebih mengetahui tantangan masa depan. Mereka yang lebih progresif.

" Saya tidak berpikir pengalaman saya mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh perempuan muda, yang tampaknya membutuhkan lebih banyak dukungan dan dorongan."

Farmida prihatin dengan minimnya Muslimah yang berkecimpung di dunia keuangan syariah. Di manapun dia menghadiri konferensi terkait industri ini, di sana pula para bankir lelaki berjejal. Bankir Muslimah bisa dihitung dengan jari.

Dia ingin banyak lagi Muslimah berkiprah di sektor keuangan syariah. Ada pengganti ikon-ikon wanita di industri yang kue bisnisnya sangat gede ini. Farmida sudah merasa tua...

***
Keinginan Farmida untuk punya penerus di industri keuangan syariah tidaklah berlebihan. Sebab, pasar ini memang menjanjikan. Lihat saja data Thompson Reuters dalam laporan " Global Islamic Economy Report 2016/17" .

Menurut data laporan itu, besar aset industri keuangan syariah dunia pada 2015 mencapai US$2.004 miliar atau setara Rp26.783 triliun. Angka itu diprediksi menggembung lagi hingga US$3.461 miliar atau sekitar Rp46.256 triliun pada 2021.

Tak hanya keuangan syariah, perbankan syariah pun punya masa depan cerah. Aset sektor ini pada 2015 tercatat US$1.451 miliar atau sekitar Rp19.392 triliun. Pada 2021 diprediksi membengkak hingga US$2.716 miliar atau sekitar Rp36.299 triliun.

Ceruk bisnis yang benar-benar menggiurkan. Namun sayang, peran Muslimah dianggap belum maksimal untuk merubung kue manis industri ini. Padahal, menurut laporan berjudul " Women in Islamic Finance & Islamic Economy: Unlocking Talent" yang dikeluarkan oleh Simply Sharia Human Capital, potensi Muslimah sangatlah besar.

Data yang dirilis oleh lembaga asal London, Inggris, ini menunjukkan Muslimah berusia 15 sampai 64 sekitar 8 persen dari sekitar 7,1 miliar penduduk Bumi. Dari jumlah Muslimah usia produktif itu, sekitar 350 juta tinggal di Asia Selatan dan Tenggara.

Malaysia sementara ini dianggap sebagai contoh terbaik peran Muslimah di industri keuangan syariah. Di negeri jiran itu, 47 persen wanita bekerja dan Muslimah banyak menempati posisi senior eksekutif industri ini. Lembaga yang juga berbasis di London, Islamic Finance Review, mencatat, dari 20 wanita pemimpin terbaik di keuangan syariah, 15 di antaranya dari Malaysia.

Wanita-wanita dari negara anggota persemakmuran Inggris itu tak hanya moncer di ceruk ekonomi syariah, tapi juga di industri lainnya. Menurut Simply Sharia Human Capital, 26,3 persen posisi manajerial semua perusahaan terkemuka di Malaysia ditempati perempuan. Sebut saja Zeti Akhtar Aziz, dia memimpin bank sentral Malaysia, sejak 2000 hingga 2016.

Namun, peran Muslimah di dunia kerja terlihat jomplang di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara. Di negara-negara yang mayoritas berpenduduk Islam itu, peran wanita belum signifikan. Menurut data Simply Sharia Human Capital, komposisi tenaga kerja di Timur Tengah dan Afrika Utara " sangat lelaki" .

Jangan melihat negeri Timur Tengah dan Afrika Utara yang tengah koyak oleh perang. Bacalah data komposisi tenaga kerja di Arab Saudi, negeri Petro Dolar yang mulai ditumbuhi gedung-gedung jangkung. Di negeri dengan populasi 28,83 juta jiwa itu, penghuni kantor-kantor perusahaan didominasi kaum Adam. Hanya 21 persen perempuan Saudi yang bekerja. Sementara, kaum lelaki yang bekerja 80 persen.

" Tiga dari empat wanita Arab tidak bekerja dibandingkan rata-rata global yang mencapai 50 persen, dan tingkat pengangguran wanita muda sangat mengejutkan mencapai 43,9 persen, dua kali pengangguran pria muda," kata Sahar Kazranian, Acting CEO&CIO Middle East Advisors.

Negeri lain di Timur Tengah tak kalah memprihatinkan. Di Jordania dan Aljazair wanita yang bekerja hanya 16 persen. Iran tak kalah minim, hanya 18 persen wanita di negeri itu yang bekerja. Sementara di Mesir hanya 26 persen, dan Tunisia 27 persen. Di Lebanon perempuan yang bekerja 26 persen, Maroko 27 persen, Oman 31 persen.

Data yang agak melegakan ditemukan di Bahrain, 41 persen wanita di negeri itu memiliki pekerjaan tetap. Di Kuwait 45 persen wanita bekerja. Sementara di Uni Emirat Arab 47 persen wanitanya bekerja, dan Qatar mencapai 52 persen.

Bagaimana di Indonesia? Menurut data Simply Sharia Human Capital, 54 persen wanita di Tanah Air sudah diserap dunia kerja. Sementara, 86 persen kaum pria Indonesia sudah berjejal di ladang kerja.

Data usaha mikro, kecil, dan menengah, (UMKM) di Afrika juga menunjukkan masih kurangnya peran wanita. Dari 3.895.340 UMKM yang terdata antara 2003 hingga 2010, mayoritas dipelopori lelaki. Kaum Adam menguasai 2.976.502 atau 76 persen, sementara hanya 918.838 UMKM yang dimiliki wanita.

Penasihat keuangan asal Amanie Advisors Malaysia, Maya Marissa, mengatakan, memang tak mudah bagi wanita untuk terjun di sektor keuangan syariah. Lelaki begitu dominan. Wanita --utamanya di negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim-- belum diberi kesempatan. " Termasuk di ruang keuangan Islam," kata dia.

Sementara, konsultan keuangan syariah independen dari Jerman, Noor Odeh, mengatakan, budaya di negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim --terutama di negara-negara Arab-- " terlalu maskulin" . Ini menjadi penghambat besar bagi wanita untuk berkembang.

" Apalagi jika kita menyimpulkan bahwa Alquran hanya mengacu pada lelaki," kata dia. Jika sudah begitu, wanita jatuhnya kebagian urusan domestik keluarga saja.

***

Tapi jangan berkecil hari. Di tengah budaya yang menekan, ternyata masih ada Muslimah yang menjadi pemimpin di sektor keuangan syariah. Mereka bahkan menjadi " prominent person" . Selain Farmida Bi yang telah disebut sebelumnya, ada pula Nida Raza, Shabnam Mohammad, dan Aisath Muneeza.

Mereka disebut-sebut sebagai ikon Muslimah yang menjadi pemimpin di sektor keuangan syariah. Para Muslimah ini merasakan betul besarnya tantangan Muslimah untuk menembus industri keuangan syariah.

Dengar saja pengakuan Shabnam Mohammad. Kepala restrukturisasi Tell Group di Timur Tengah dan Afrika Utara ini mengaku tidak mudah untuk menerobos blokade gender. Dia bahkan mengaku pernah tidak diberi peran karena faktor umur atau jenis kelamin.

Tapi, kata Shabnam, larangan itu tidak menghalanginya untuk melangkah. " Saya lebih suka bekerja dengan orang-orang yang berpikiran terbuka dan menilai saya dari etika kerja dan kemampuan saya daripada gender," kata dia.

Perjuangan tak kalah berat dilalui Nida Raza. Direktur Penasihan Keuangan di Islamic Corporation for The Development of Private Sector (ICD) ini mengatakan memang sudah banyak wanita yang bekerja di berbagai industri. Tapi di sektor keuangan syariah, mereka belum terwakili.

Banyak wanita yang masih bimbang antara memilih karier dan membangun keluarga. Sementara, bekerja di sektor keuangan syariah perlu mencurahkan banyak waktu. Dan bagi wanita yang hidup di dalam " budaya maskulin" memerlukan fleksibilitas hidup yang lebih.

" Kita harus belajar tipe insentif di Prancis, Swedia, dan negara-negara lain di Eropa, yang memungkinkan perempuan bisa mengambil cuti tanpa kehilangan pekerjaan mereka," kata Nida.

Farmida Bi, Nida Raza, Shabnam Mohammad, dan Aisath Muneeza, setidaknya menjadi contoh Muslimah yang mampu mendobrak dominasi kaum Adam di sektor keuangan syariah. Mereka bahkan muncul ke permukaan menjadi “ prominent person” di bidang itu.

(Laporan: Eko Huda)

Beri Komentar