Ilustrasi (Foto: Shutterstock)
Dream - Majelis Ulama Indonesia menyatakan fatwa larangan sholat jemaah di luar rumah di tengah penyebaran virus corona, bukan untuk menjauhkan umat Islam dari agama. Melainkan sebagai upaya untuk memutus mata rantai penyebaran virus berbahaya tersebut.
" Kita tidak boleh menganggap enteng bahaya dari virus corona ini. Kalau kita tidak mampu dan tidak berhasil memutus mata rantai penularannya maka korbannya tentu akan berjatuhan," kata Sekjen MUI, Anwar Abbas, dikutip dari Liputan6.com.
Anwar mengimbau umat Islam hendak membuat acara yang mengundang orang berkumpul, untuk menundanya sementara waktu. Baik itu tabligh, kajian, ataupun semacamnya.
" Itu sebabnya MUI mengeluarkan fatwa tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah Covid-19 agar kita bisa terhindar dari bahaya yang akan ditimbulkan," kata dia.
Sebab virus corona pula, kata Anwar, banyak organisasi dan lembaga menunda, bahkan membatalkan agenda muktamar maupun seminar mereka. " Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan," ucap Anwar.
Lebih lanjut, Anwar menekankan fatwa MUI terkait Covid-19 semata untuk mencegah agar bangsa Indonesia tidak terjangkiti virus corona.
Bukan untuk mencegah umat Islam berkegiatan keagamaan maupun menjalin silaturahmi.
" Kontak jarak dekat di antara para peserta, menyentuh permukaan benda yang telah terpapar virus tersebut lalu tangan mereka mengusap mata, hidung dan mulut atau membran mucus lainnya, maka hal yang seperti itu tentu akan bisa menyebabkan penularan, jadi harus benar kita kedepankan agar bencana dan malapetaka tidak mengenai diri dan bangsa ini," kata dia.
Sumber: Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro.
Dream - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa terkait penyelenggaraan ibadah bersama di tengah wabah virus corona. Fatwa ini ditujukan pada umat Islam agar lebih waspada demi mengindari tertularnya wabah.
Dalam fatwa Nomor 12 Tahun 2020 itu, MUI mewajibkan pasien positif terpapar virus corona menjaga dan mengisolasi diri agar tidak menulari orang lain.
Bagi orang yang bersangkutan, MUI membolehkan untuk meninggalkan sholat Jumat dan mengganti dengan sholat Zuhur di tempat kediaman.
" Karena sholat Jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal," demikian bunyi fatwa itu yang ditandatangani Ketua dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Hasanuddin AF dan Asrorun Ni'am.
MUI juga menyatakan, pasien positif corona haram menjalankan sholat jemaah di luar kediamannya. Karena dikhawatirkan membuka peluang terjadinya penularan.
" Baginya haram melakukan aktivitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jemaah sholat lima waktu/ rawatib, sholat tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar," kata dia.
Selain itu, umat Islam yang sehat dan belum dapat dipastikan tidak terpapar virus corona, perlu memperhatikan sebaran virus. Jika berada di jemaah sholat Jumat dengan potensi penularan tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka dibolehkan meninggalkannya.
" Dan menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jemaah shalat lima waktu/rawatib, Tarawih, dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya," ucap dia.
Sedangkan Muslim yang berada di jemaah dengan potensi penularan rendah menurut otoritas yang berwenang, maka dia tetap diwajibkan melaksanakan ibadah seperti biasa.
Lebih lanjut, MUI menyatakan umat Islam wajib menjaga diri agar tidak terpapar virus corona. Caranya dengan tidak melakukan kontak fisik langsung, bersalaman, berpelukan, cium tangan, membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun.
(Beq)
Dream - Kementerian Kesehatan telah menginformasikan sudah ada pasien positif corona virus, Covid 19, yang meninggal. Lantas bagaimana mengurus jenazah tersebut?
Menteri Agama, Fachrul Razi menjelaskan bahwa jenazah pasien positif virus corona akan diurus oleh tim medis dari rumah sakit rujukan yang telah ditunjuk resmi oleh pemerintah.
Pemakaman dapat dilakukan oleh pihak keluarga atau pihak lain setelah mendapat petunjuk dari rumah sakit rujukan.
" Petugas pemakaman itu harus memakai alat pelindung diri untuk petugas kesehatan, semacam jas hujan plastik, kemudian dimusnahkan selesai pemakaman," ujar Fachrul, dalam keterangan resminya.
" Untuk jenazah muslim atau muslimah, pengurusan jenazah tetap memperhatikan ketentuan syariah yang mungkin dilakukan, dan menyesuaikan dengan tata-cara sesuai petunjuk rumah sakit rujukan," kata dia.
Untuk pelaksanaan salat jenazah, Fachrul menganjurkan agar dilakukan di RS Rujukan. Jika tidak, salat jenazah bisa dilakukan di masjid yang sudah dilakukan proses pemeriksaan sanitasi secara menyeluruh. Salat pun dilakukan tanpa menyentuh jenazah.
" Kemenag akan segera membuat Posko Corona/Covid 19 untuk menjawab keluhan-keluhan dari lapangan, sekaligus mengintensifkan komunikasi dengan Posko RS Rujukan," kata dia.
Adapun terkait teknis mengurus jenazah, Fachrul meminta petugas mengikuti petunjuk sebagai berikut:
Pertama, sebelum memandikan/semayamkan jenazah, petugas perlu melindungi diri dengan memastikan keamanan dan kebersihan dirinya terlebih dahulu.
Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan:
1. Mengenakan pakaian pelindung, sarung tangan, dan masker. Semua komponen pakaian pelindung harus disimpan di tempat yang terpisah dari pakaian biasa.
2. Tidak makan, minum, merokok, maupun menyentuh wajah saat berada di ruang penyimpanan jenazah, autopsi, dan area untuk melihat jenazah.
3. Menghindari kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh jenazah.
4.Selalu mencuci tangan dengan sabun atau sanitizer berbahan alkohol.Jika memiliki luka, menutupnya dengan plester atau perban tahan air.
5. Sebisa mungkin, mengurangi risiko terluka akibat benda tajam.
Kedua, apabila petugas terkena darah atau cairan tubuh jenazah, berikut hal-hal yang perlu diperhatikan:
1. Jika petugas mengalami luka tertusuk yang cukup dalam, segera bersihkan luka dengan air mengalir.
2. Jika luka tusuk tergolong kecil, cukup biarkan darah keluar dengan sendirinya.
3. Semua insiden yang terjadi saat menangani jenazah harus dilaporkan kepada pengawas.
Ketiga, perawatan jenazah ketika terjadi wabah penyakit menular umumnya juga melibatkan desinfeksi. Desinfeksi biasanya dilakukan dengan menyemprotkan cairan klorin pada jenazah serta petugas medis yang akan menangani jenazah.
Tetapi, desinfeksi saja tidak cukup untuk menghalau penyakit infeksi. Petugas medis tetap harus menggunakan pakaian dan alat pelindung, sering mencuci tangan, serta mandi dengan sabun khusus setelah menangani jenazah.
Keempat, pengurusan jenazah dengan penyakit menular biasanya diakhiri dengan penguburan atau kremasi, tergantung kondisi. Apabila jenazah dikubur, lokasi penguburan harus berjarak setidaknya 50 meter dari sumber air tanah yang digunakan untuk minum. Lokasi penguburan juga harus berjarak setidaknya 500 meter dari pemukiman terdekat.
Advertisement
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Peneliti Ungkap Pemicu Perempuan Sanggup Bicara 20 Ribu Kata Sehari?
Bentuk Roti Cokelat Picu Komentar Pedas di Medsos, Chef Sampai Revisi Bentuknya
Mahasiswa Sempat Touch Up di Tengah Demo, Tampilannya Slay Maksimal
Desain Samsung Galaxy S26 Bocor, Isu Mirip iPhone 17 Pro Bikin Heboh Pecinta Gadget
Konser Sejarah di GBK: Dewa 19 All Stars Satukan Legenda Rock Dunia dalam Panggung Penuh Magis
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik