Kisah Ghifari, Anak Tunggal Jadi Yatim Piatu Usai Ayah Ibu Wafat karena Covid-19

Reporter : Razdkanya Ramadhanty
Senin, 2 Agustus 2021 10:00
Kisah Ghifari, Anak Tunggal Jadi Yatim Piatu Usai Ayah Ibu Wafat karena Covid-19
Ghifari diketahui menjadi yatim piatu setelah kedua orang tuanya meninggal dunia karena terinfeksi Covid-19

Dream - Covid-19 telah merenggut banyak nyawa, bahkan membuat anak-anak menjadi yatim piatu karena kehilangan orangtua dalam waktu nyaris bersamaan.

Seperti kisah Azha Al Ghifari Putra Setyawan. Bocah 8 tahun asal Sukoharjo, Jawa Tengah, itu harus kehilangan kedua orangtuanya akibat Covid-19. Ibu dan ayahnya meninggal secara beruntun pada 21 dan 23 Juli lalu.

Tak hanya kedua orangtuanya, kakek bocah yang tinggal di Jalan Nias, Sukoharjo Kota, itu juga meninggal dunia. Namun, Ghifari kini takharus hidup sendiri karena menjadi anak asuh Polres Sukoharjo.

" Ghifari diangkat sebagai anak asuh polres," kata Kapolres Sukoharjo, AKBP Wahyu Setyawan Nugroho, dikutip dari laman Polres Sukoharjo, Jumat 30 Juli 2021.

" Anak ini menjadi yatim piatu hanya selang tiga hari. Ibunya meninggal lebih dulu tanggal 21 Juli, kemudian ayahnya 23 Juli. Kakeknya juga meninggal dunia 23 Juli, semuanya positif Covid-19," tambah Wahyu.

1 dari 5 halaman

Diangkat Sebagai Anak Asuh

Menurut Wahyu, secara moral Polres Sukoharjo bertanggungjawab terhadap Ghifari. " Karena itu nantinya dia akan kami pantau dan berikan bantuan yang diperlukan olehnya. Termasuk dalam hal pendidikan," jelas Wahyu.

Polres Sukoharjo juga akan berkomunikasi dengan Dinas Sosial mengenai Gifari dengan harapan akan ada bantuan tambahan untuk anak tunggal yang jadi yatim piatu tersebut.

" Nanti Pak babinkamtibmas akan selalu rutin berkomunikasi dengan keluarga Gifari dan budenya terkait dengan bantuan yang dibutuhkan. Yang jelas anak ini sudah menjadi keluarga dari Kepolisian, khususnya Polres Sukoharjo," jelas Kapolres.

3 dari 5 halaman

Indonesia Harus Waspada, Covid-19 Sebabkan Ribuan Anak Jadi Yatim Piatu

Dream - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Tjandra Yoga, mengatakan, pandemi Covid-19 berisiko menambah populasi yatim piatu di Indonesia bila tidak disikapi secara maksimal.

Tjandra memaparkan data dari India. Di Negeri Hindustan itu, ada 3.632 anak terpaksa menjadi yatim piatu karena kedua orangtuanya meninggal akibat Covid-19. Data itu tercatat hingga 5 Juni 2021.

" Dan, ada 26.176 anak yang kehilangan salah satu orangtuanya karena penyakit ini. Beberapa pihak bahkan menduga angkanya lebih tinggi lagi dari itu," kata Tjandra, dikutip dari Liputan6.com, Senin, 21 Juni 2021.

Menurut dia, banyak orang tua anak di India meninggal karena peningkatan kasus dan kematian yang terjadi pada April hingga Mei 2021.

Beberapa pihak bahkan menyebut fenomena ini sangat membekas dan menyedihkan. Tak jarang beberapa orang menyebutnya sebagai tragic legeacy of India's pandemic.

 

 

   

4 dari 5 halaman

Rekomendasi Pengendalian Pandemi

Guna mengendalikan lonjakan kasus, Tjandra merekomendasikan 5 langkah yang dapat dilakukan.

Pertama yakni pembatasan sosial menjadi sesuatu yang mutlak dan harus dilakukan. Pembatasan sosial dapat hanya amat terbatas, atau sedikit lebih luas, atau memang luas sampai kepada lockdown total.

“ Yang pasti, dengan perkembangan sekarang, tidak mungkin lagi hanya meneruskan program yang sudah ada, sekarang harus ada peningkatan pembatasan sosial secara nyata dan jelas.”

Ke dua, peningkatkan secara maksimal pelaksanaan tes (test) dan telusur (tracing).

“ Dua hal ini angka indikator targetnya jelas, hanya tinggal dipastikan pelaksanaannya di semua Kabupaten/Kota secara merata dengan komitmen yang jelas,” kata Tjandra.

5 dari 5 halaman

Ke tiga, lantaran kasus yang sudah terlanjur tinggi, perlu kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan, baik di rumah sakit maupun di pelayanan kesehatan primer.

Fasilitas yang perlu disiapkan bukan hanya ruang isolasi dan ICU, alat dan obat, sarana dan prasarana lain, tetapi yang paling penting yakni SDM petugas kesehatan dengan jaminan kerja.

“ Tidaklah tepat kalau hanya menambah ruang rawat tanpa diiringi penambahan petugas kesehatan," ujarnya.

Ke empat, data yang akurat dan mutakhir. Analisa data ini juga harus dilakukan dengan dasar ilmu pengetahuan yang baik dan bijak.

Hal ini sangat diperlukan agar penentu kebijakan publik dapat membuat keputusan yang berbasis bukti ilmiah yang tetap (evidence-based decision making process).

Ke lima, pemberian vaksinasi ke publik secara maksimal. Walau vaksinasi tidak akan secara cepat menurunkan angka kasus, tetapi jelas vaksinasi akan berperan amat penting dalam pengendalian pandemi.

Sumber: liputan6.com

Beri Komentar