Ilustrasi
Dream - Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan di Journal Science, menjadi religius bukan berarti orang tersebut selalu berperilaku lebih baik.
Studi itu menemukan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam jumlah atau kualitas perbuatan moral dan amoral yang dilakukan oleh orang beragama dan tidak beragama.
Para peneliti hanya menemukan satu perbedaan, yakni orang-orang beragama merasa bangga dan bersyukur atas perbuatan baik mereka. Dan sebaliknya merasa bersalah, malu dan jijik atas perbuatan amoral mereka.
Para peneliti mengatakan orang-orang religius dan nonreligius ternyata memiliki lebih banyak kesamaan secara moral dalam kehidupan sehari-hari.
" Sepengetahuan kami, penelitian ini adalah yang pertama yang secara langsung menilai bagaimana moralitas memainkan peran dalam pengalaman hidup sehari-hari," kata Linda Skitka, psikolog University of Illinois di Chicago.
Untuk mempelajari pengalaman moralitas dan amoralitas orang dalam kehidupan sehari-hari, para peneliti mensurvei lebih dari 1.200 orang dewasa, berusia 18-68 tahun, melalui ponsel pintar mereka.
Selama tiga hari, warga AS dan Kanada menerima lima panggilan setiap hari. Mereka diminta untuk memberikan jawaban singkat sebuah kuesioner tentang tindakan moral atau amoral yang telah mereka lakukan, terima, saksikan atau dengarkan dalam satu jam terakhir.
Selain variabel agama, para peneliti juga melihat variabel pengalaman moral dan orientasi politik, serta efek moral dan amoral yang berkaitan dengan kebahagiaan individu dan tujuan hidup.
Studi ini menemukan bahwa orang-orang religius dan nonreligius berbeda hanya dalam satu hal, yakni bagaimana perbuatan moral dan amoral mempengaruhi perasaaan mereka.
Orang beragama menanggapi dengan emosi yang kuat. Mereka lebih bangga dan bersyukur atas perbuatan moral mereka dan lebih bersalah, malu dan jijik atas perbuatan amoral mereka.
Studi ini juga menemukan sedikit bukti tentang moralitas antara perbedaan orang-orang dengan haluan politik konservatif dan liberal.
" Temuan kami penting karena meskipun ada beberapa perbedaan kecil di mana liberal dan konservatif selalu menekankan prioritas moral yang berbeda, tetap saja prioritas moral yang mereka miliki lebih banyak miripnya daripada bedanya," kata Skitka.
Kedua kelompok tersebut sangat memperhatikan isu-isu seperti menyakiti/menyayangi, keadilan/ketidakadilan, kekuasaan/kepatuhan dan kejujuran/ketidakjujuran, tambah Skitka.
" Dengan mempelajari bagaimana masyarakat sendiri menggambarkan pengalaman moral dan tidak bermoral mereka tanpa rekayasa, kita telah mendapatkan pemahaman yang lebih kaya dan lebih bernuansa tentang apa yang membentuk tatanan moral dari pengalaman sehari-hari," kata Skitka.
Para peneliti berharap bisa melakukan penelitian lainnya menggunakan metode yang serupa, bukan hasil laboratorium. Hal itu untuk lebih mengeksplorasi moralitas dan psikodinamika dari rasa syukur, marah atau perasaan dikucilkan.
(Sumber: Daily Mail)
Advertisement
4 Cara Ampuh Hilangkan Lemak di Perut, Cobain Yuk!
Jadi Pahlawan Lingkungan Bersama Trash Hero Indonesia
10 Brand Kosmetik Paling Ramah Muslim di Dunia, Wardah Nomor Satu
KAJI, Komunitas Bagi Para Alumni Mahasiswa Indonesia di Jepang
4 Komunitas Seru di Depok, Membaca Hingga Pelestarian Budaya Lokal
Penampilan Alya Zurayya di Acara Dream Day Ramadan Fest 2023 Day 6
Potret Luna Maya dan Cinta Laura Jadi Artis Bollywood, Hits Banget!
Cara Cek Penerima Bansos BLT Oktober-November 2025 Rp900 Ribu
Diterpa Isu Cerai, Ini Perjalanan Cinta Raisa dan Hamish Daud
AMSI Ungkap Ancaman Besar Artificial Intelligence Pada Eksistensi Media