Ilustrasi (Shutterstock.com)
Dream - Pengaruh media terhadap tingkat pemahaman masyarakat sangat besar. Media pun dinilai memiliki peran penting dalam penyuaraan isu, terutama dalam penanganan ekstremisme dan intoleransi berbasis agama.
Internasional NGO Forum on Indonesian Development (INFID) merilis hasil survei Status Literasi Digital Nasional 2020. Dalam survei itu, media online dan media sosial menjadi sumber informasi yang sering diakses masyarakat.
Pada survei yang diambil dari 1.200 responden di 6 kota besar itu didapat, temuan sikap dan persepsi generasi muda terhadap radikalisasi dan ekstremisme bidang keagamaan.
Generasi muda saat ini lebih mempercayai sosok yang sering muncul di media sosial, terkait sikap toleransi dan kepercayaan mengenai agama.
" Karena media berperan penting. Jadi media harus menghindari prasangka dan harus mempromosikan toleransi terhadap agama," ujar Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ika Ningtyas, saat peluncuran hasil survei " Persepsi dan Sikap Generasi Muda terhadap Intoleransi dan Ekstremisme Kekerasan," Selasa 23 Maret 2021.
Ika menyatakan dalam Pasal 8 Kode Etik Jurnalistik, wartawan tidak menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, dan agama.
" Ini pegangan yang harus diimplementasikan oleh semua jurnalis dan media," kata Ika.
Sehingga, terang Ika, media membantu mengurangi prasangka terhadap kelompok-kelompok minoritas dan tidak memperkuat stigmalisasi.
Jika banyak media yang membicarakan tentang hukum baik tersebut, terutama agama, maka dapat memberikan pengaruh positif kepada masyarakat.
Selain itu, Ika juga mengingatkan media juga perlu terus melakukan advokasi. Ini mengingat kekerasan atau esktrimisme dalam mengancam kebebasan agama setiap tahun angkanya tidak bertambah baik.
" Banyak pengaduan yang datang ke Komnas HAM untuk menunjukkan bagaimana tingkat intoleransi di masyarakat juga semakin tinggi," terang Ika.
Peran media dalam mengkampanyekan toleransi berbasis agama juga tidak boleh meninggalkan advokasi. Karena intoleransi merupakan bagian dari pelanggaran hak asasi manusia.
" Selama ini banyak sekali pelaku kekerasan yang mengatasnamakan agama itu tidak banyak diungkap dan tidak banyak pelakunya ditangkap, yang justru menimbulkan korban pada kelompok-kelompok minoritas, jadi media harus melakukan advokasi," kata Ika.
Lebih lanjut, Ika menyatakan media diharapkan dapat membantu menyebarluaskan isu esktrimisme dan kejahatan serta isu intoleransi beragama. Media sebisa mungkin tidak menyebarkan disinformasi.
Laporan: Josephine Widya
Advertisement
Momen Haru Sopir Ojol Nangis dapat Orderan dari Singapura untuk Dibagikan
Hj.Erni Makmur Berdayakan Perempuan Kalimantan Timur Lewat PKK
Siswa Belajar Online karena Demo, Saat Diminta Live Location Ada yang Sudah di Semeru
Cetak Sejarah Baru! 'Dynamite' BTS Jadi Lagu Asia Pertama Tembus 2 Miliar di Spotify dan YouTube
Komunitas Warga Indonesia di Amerika Tunjukkan Kepedulian Lewat `Amerika Bergerak`
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas