Polusi Tinggi Turut Memperburuk Risiko Kematian Pasien Covid-19
Dream - Polusi udara yang sudah masuk level memprihatinkan dikalim memiliki korelasi erat dengan tingkat kematian tinggi akibat wabah Covid-19. Penelitian tersebut diungkapkan seorang peneliti iklim dari Universitas Indonesia, Prof. Budi Haryanto.
Dalam laporannya, Budi mengatakan wilayah berpolusi udara tinggi dengan tingkatan polutan partikulat 2,5 (PM 2,5) berkaitan dengan tingginya angka kematian akibat pandemi virus corona. Data ini dikutip dari hasil penelitian di Universitas Harvard pada April 2020.
Prof. Budi juga mengatakan, persentase kematian akibat pandemi virus corona Covid-19 dengan tingkat polusi di atas PM 2,5 cukup besar, yakni 15 persen.
" Risiko kematian Covid-19 4,5 kali lebih besar di wilayah PM 2,5. Jadi setiap peningkatan polusi itu potensi kematiannya 15 persen," papar Budi dikutip Dream dari Liputan6.com.
Dia mengungkapkan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama ini telah membuat visual langit Jakarta terlihat membaik. Namun hal itu tidak bisa dijadikan acuan kualitas udara Jakarta sehat.
Untuk memastikan sumber polusi, Budi mengatakan, harus ada penelitian lebih lanjut. Sebab polusi tidak hanya bersumber dari emisi bahan bakar kendaraan, namun juga bisa bersumber dari emisi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Hasil penelitian Universitas Harvard tersebut sedianya bisa dijadikan referensi bagi Jakarta yang merupakan zona merah virus corona Covid-19 untuk terus meningkatkan kualitas udara.
" Ini penelitian di kota-kota di Amerika, tapi kenapa kita gunakan penelitian yang sudah ada," tutupnya.
Pada kesempatan lain, Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI), Prof. Haryoto Kusnoputranto melaporkan cuaca udara di Jakarta selama diberlakukannya PSBB sudah cukup membaik. Indikator awan adalah langit yang kelihatan lebih biru.
Haryoto menekankan, penyumbang polusi udara di Jakarta paling besar oleh kendaraan bermotor. Ada sekitar 65 persen sampai 70 persen polusi disebabkan kendaraan bermotor. Dia menepis pernyataan, kalau pembangkit tenaga uap listrik (PLTU) dijadikan sebagai faktor penyumbang polusi udara di Jakarta.
Menurut dia, PLTU tidak menyumbang polutan di ibu kota. Ada dua faktor yang menjadi sumber udara di Jakarta buruk.
" Pertama sumber bergerak dan sumber tidak bergerak. Sumber bergerak itu kendaraan bermotor, menyumbang sekitar 65-70 persen. Tidak bergerak itu ada industri dan sebagainya. Sumbernya hanya itu. Jadi kalau kendaraan bermotor tidak ada, saya yakin udara bersih dan sehat,” tegasnya.
Sedang untuk mengukur kualitas udara, ada istilah Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU). Indikatornya adalah lima polutan utama. Dia menegaskan, perhitungan tidaklah bisa dilakukan sembarangan.
" ISPU itu kita bisa mengukur apakah kondisi udara saat ini sehat (baik), sedang, tidak sehat, sangat tidak sehat dan berbahaya. Ada 5 polutan yang bisa dipegang jadi parameter, yaitu partikel debu (PM10), karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2) dan Ozon Permukaan (O3)," katanya.
(Sumber: Liputan6.com)
Advertisement
Gubernur Papua Angkat Suara Soal Ibu Hamil Meninggal Usai Ditolak 4 Rumah Sakit

Anak SD Naik KRL Jam 4 Pagi: Perjalanan Tangerang–Klender yang Bikin Haru dan Buka Mata Publik

10 Rekomendasi Kado untuk Hari Guru Nasional 2025 yang Membekas dan Bermakna

Mengenal Sinkop Vasovagal yang Diderita Chaeyoung TWICE, Penyakit yang Bikin Pingsan Mendadak

Tak Cuma Soto Banjar, Ini 5 Kuliner Khas Palangkaraya yang Wajib Dicicipi


Alyssa Daguise Hamil Anak Pertama, Maia Estianty Sudah Bikin Panggilan Imut Sebagai Nenek

Mengenal Sinkop Vasovagal yang Diderita Chaeyoung TWICE, Penyakit yang Bikin Pingsan Mendadak


Fiki Naki dan Tinandrose Resmi Menikah: Momen Haru, Senyum Bahagia, dan Doa dari Sahabat


3,5 Miliar Data Akun WhatsApp Berpotensi Bocor, Peneliti Ungkap Celah Serius di Sistem Keamanan

Status Tanggap Darurat Semeru Diperpanjang, Pemerintah Lumajang Fokus pada Keselamatan Warga