Dream - Ahli Hukum Administrasi Universitas Islam Indonesia (UII), Ridwan, menyebut pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2024 tidak sah secara hukum.
Ridwan menyampaikan pendapat itu sebagai ahli yang dihadirkan oleh kubu Anies-Muhaimin (AMIN) di sidang sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin 1 April 2024.
" Pencalonan Rakabuming Raka dalam perspektif hukum administrasi, saya menyimpulkan itu tidak sah," kata Ridwan.
Ridwan menjelaskan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuka pendaftaran capres-cawapres pada 19-25 Oktober 2023. Pada saat itu, Peraturan KPU (PKPU) nomor 19 tahun 2023 belum dihapus atau diubah.
Pada PKPU itu disebutkan syarat usia capres-cawapres minimal 40 tahun. Namun, KPU tetap menerima pencalonan Gibran yang merupakan putra Presiden Jokowi itu sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
Ridwan menyebut KPU baru mengubah syarat usia capres cawapres setelah menerima pendaftaran Gibran. Norma yang diubah mengikuti putusan MK nomor 90 tentang syarat minimal usia capres dan cawapres.
Dalam putusan MK diatur capres dan cawapres boleh berusia di bawah 40 tahun adalah pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah.
“Peraturan KPU nomor 19 tahun 2023 itu belum dihapus, belum diganti, belum diubah, sehingga dengan demikian, peraturan yang berlaku pada saat itu adalah peraturan KPU nomor 19 tahun 2023 yang mensyaratkan pada calonnya itu berusia paling rendah 40 tahun,” kata dia.
“Sehingga dengan demikian pada saat pendaftaran yang bersangkutan memang belum berusia 40 tahun,” sambungnya.
Ridwan menambahkan, pencalonan Gibran itu diterima KPU dengan Keputusan KPU nomor 1362. Dia menyoroti soal konsiderans dalam Keputusan KPU tersebut.
Menurutnya, dalam konsiderans menimbang, masih terdapat peraturan lama yang tidak lagi relevan.
" Pendaftaran (Gibran) diterima, penetapannya sebagai pasangan calon gunakan keputusan KPU nomor 1632 tahun 2023 ini yang saya aneh dari perspektif saya sebagai bidang hukum administrasi, dalam konsiderans menimbang, huruf a di sana disebutkan untuk melaksanakan pasal 52 ayat 1 peraturan KPU nomor 19 tahun 2023," kata Ridwan.
Padahal tanggal 13 November itu Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 sudah diubah dengan peraturan KPU nomor 23 tahun 2023.
" Padahal keputusan tentang penetapan pasangan peserta pemilu itu diterbitkan tanggal 13 November. Sementara peraturan KPU diubah 3 November dijadikan dasar pertimbangan menimbang. Itu dari hukum administrasi tidak tepat karena itu sudah tidak berlaku," sambungnya.
Dia menilai, pertimbangan menimbang ini menyangkut soal motivasi pembuat keputusan.
" Itu menyangkut masalah motivasi, karena konsiderans menimbang adalah motivasi si pembuat keputusan," pungkasnya.
Diketahui, MK kembali menggelar sidang PHPU dengan agenda pembuktian pemohon dengan mendengarkan keterangan saksi dan ahli serta pengesahan alat bukti tambahan dari kubu Anies-Muhaimin. Kubu 01 menghadirkan 7 ahli dan 11 saksi.