Cara Kerja 'Iron Dome' Lindungi Israel
Dream - Selama konflik antara Israel dan Hamas, selalu ada rutinitas yang ditemui oleh warga Israel. Yakni raungan sirene serangan udara dan desis suara roket Hamas. Kemudian diikuti oleh tembakan rudal anti-roket 'Iron Dome' yang bertugas mencegat roket menghantam sasarannya.
Sistem anti-roket Iron Dome menarik perhatian dunia dua tahun lalu. Saat itu iron Dome memiliki tingkat keberhasilan 80-90 persen dalam melindungi kota-kota Israel.
Kemampuan Iron Dome menangkal roket Hamas dalam jumlah besar. Keberhasilan sistem itu mengalihkan roket ke lahan-lahan kosong di Israel telah menarik beberapa pengamat, untuk mengetahui lebihi rinci tentang sistem pertahanan unik Israel itu.
Iron Dome merupakan sistem dari sebuah sistem yang terdiri dari tiga komponen utama, yakni stasiun radar pelacak, pusat pengontrol, dan rudal penangkal beserta baterainya. Masing-masing komponen bertanggung jawab untuk mendeteksi dan menetralkan roket-roket yang ditembakkan Hamas. Begitu roket terdeteksi sedang terbang di udara, stasiun radar pelacak akan mengirim sinyal ke pusat pengontrol secara nirkabel.
Personel militer Israel kemudian akan menilai apakah lintasan roket itu perlu dinetralkan atau tidak. Mengingat tingginya biaya pembuatan rudal anti-roket, hanya roket yang menyasar wilayah padat penduduk yang dinetralkan. Ketika roket itu perlu dinetralkan, perintah peluncuran rudal anti-roket atau disebut rudal pencegat Tamir akan ditransmisikan ke baterai rudal Iron Dome. Dengan menggunakan sistem pengarah canggih dari pusat pengontrol, rudal pencegat Tamir dibimbing ke lintasan roket. Proses ini memakan waktu 2-3 menit.
Dengan sistem pertahanan canggih ini, roket-roket Hamas bagai tidak mempunyai taring sama sekali. Sebagian besar dari mereka jatuh di wilayah yang tidak berpenduduk. Selama korban serangan roket rendah dan kerusakan properti tidak signifikan, roket Hamas dianggap sebagai gangguan politik saja ketimbang keadaan darurat nasional oleh Israel.
Ide untuk membuat Iron Dome muncul saat Israel terlibat konflik dengan pejuang Hizbullah di Lebanon selatan pada Juli 2006. Perang itu menimbulkan kerugian jiwa dan harta yang cukup signifikan bagi Israel. Selama satu bulan perang, Hizbullah menembakkan sekitar 4.000 roket ke Israel utara. Hal itu menyebabkan Israel mengeluarkan semua kemampuan militernya hingga akhirnya mereka bisa mengendalikan serangan Hizbullah. Akibat serangan Hizbullah itu, moral militer Israel sempat turun hingga akhirnya mereka memutuskan membuat sistem pertahanan yang bisa menangkal serangan roket dari wilayah di sekitarnya.
Namun tetap saja roket merupakan ancaman berbahaya. Hamas dan Hizbullah tertarik menggunakan roket karena murah dan sangat mobile. Selain itu penggunaannya tidak memerlukan keahlian teknis yang rumit. Ada dua alasan utama kenapa Iron Dome tidak menawarkan perlindungan yang maksimal.
Pertama, setiap butir rudal Tamir memerlukan biaya tidak sedikit yakni US$50,000-90,000 atau sekitar Rp 500 juta sampai Rp 900 juta, dibanding membuat roket yang hanya beberapa ratus dolar. Jika Hamas atau Hizbullah memutuskan menghujani kota-kota Israel dengan ribuan roket, maka akan melumpuhkan anggaran pertahanan militer Israel.
Kedua, serangan ratusan roket sangat efektif. Terlepas dari apakah mereka mencapai target atau tidak. Bagi Hamas dan Hizbullah, serangan ratusan roket tak lebih sebuah teror yang setiap saat menghantui penduduk Israel. Mereka berharap warga Israel selalu hidup di bawah raungan sirene yang menyebabkan kepanikan dan tekanan mental.
Dengan demikian Iron Dome tidak mewakili sebuah terobosan teknologi yang signifikan dalam pertahanan rudal. Meski tingkat keberhasilannya dalam mencegat roket mencapai 90 persen, Iron Dome hanya didesain untuk keadaan tertentu di Israel dan tetap bukan ukuran yang pasti untuk sebuah keamanan bagi negara Yahudi itu. (Ism, Sumber: The Epoch Times)