Babak Baru Kuota Haji Kita

Reporter : Puri Yuanita
Kamis, 19 Januari 2017 20:45
Babak Baru Kuota Haji Kita
Penantian 4 tahun itu telah terjawab. Kuota haji Indonesia kembali normal, bahkan bertambah. Namun ada PR harus diselesaikan.

Dream - Dengan telaten, Helmi Zarkasi menyusun barang-barang di toko kelontongnya. Sebuah warung di Pasar Impress, Jalan Selamet Riyadi Sangasanga, Kutai Kartanegara.

Barang di toko kelontong itu bukan punya Emi, begitu pria itu disapa. Itu barang pinjaman dari sebuah toko Hadji Fadjar di Samarinda. Meski barang orang, tapi itulah satu-satunya mata pencarian yang telah menghidupnya selama 20 tahun.

Dari toko itu, Emi begitu pria itu biasa disapa, bisa dapat uang. Tak semua dihabiskan. Sedikit dipakai untuk modal. Kalau masih ada lebih, sisanya ditabung. Emi bukan mau menjadi kaya. Dia cuma punya satu impian. Memberangkatkan sang ibu, Saprah, ke tanah suci.

Mengumpulkan biaya haji yang jumlahnya puluhan juta rupiah bukan perkara mudah bagi Emi. Puluhan tahun dia harus menahan diri membelanjakan untung dari tokonya. Hingga di 2009, `panggilan` ke tanah suci itu bergaung keras.

Sang ibu diboyongnya. Dengan bekal tabungan puluhan tahun Emi mendaftar haji. Niat yang semula memberangkatkan haji berubah. Usia ibu Emi terus bertambah. Belian makin uzur. Kemampuannya berjalan pun sudah berkurang.

" Saya pun ikut mendaftar agar bisa mendampingi beliau. Alhamdulillah, dari menyimpan uang berjualan itu ada lebihnya,” kenang Emi seperti dikutip Kaltim.prokal.co dikutip Dream.

Tapi Raut wajah Emi belum berubah. Tak ada rona bahagia terpancar. Malah perasaan was-was menghingga. Uang tabungan belum cukup membayar biaya haji. Emi harus menambahnya lagi.

Kegundahan semakin menjadi. Emi dan ibu tak bisa langsung berangkat. Mereka masuk daftar antrean. Jika semua lancar, mereka baru berangkat 6 tahun lagi. Bayang-bayang tak jadi memberangkatkan haji sang ibu mulai menggelayutinya. Umur ibunya sudah sepuh. Sudah menginjak 77 tahun.

Keresahan itu terjawab pada 20 Agustus dua tahun silam. Emi berhasil mewujudkan impiannya. Pergi berhaji dan memberangkatkan sang ibu ke Baitullah.

*******

Pergi haji memang impian semua umat muslim. Dari negara manapun. Dari suku apapun.Kesempatan yang tidak semua orang bisa menyesap.

Dari Indonesia ratusan ribu orang bergegas ke sana. Dan saban tahun, cerita yang sama berulang. Meski berkantong tebal dan niat sudah bulan, belum tentu panggilan berhaji bisa langsung ditunaikan.

Banyak yang harus menunggu giliran lebih lama. Pengalaman Emi dan Saprah masih terjadi. Bersabar belasan bahkan puluhan tahun untuk berhaji.

Tengok saja jamaah haji di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. Mereka harus menunggu 46 tahun untuk bisa menginjakkan kaki di Tanah Suci.

Saban tahun calon jamaah haji Indonesia memang terus membludak. Disebutkan sudah ada sekitar 3 juta orang Indonesia mengantre pergi berhaji. Tiap tahun ada tambahan 500 ribu orang pendaftar.

Sementara kuota yang diberikan empunya Tanah Suci Mekah, kerajaan Arab Saudi, jauh angkanya.

Kondisi menjadi kian buruk pada 2012 silam. Pemerintah Saudi merenovasi Masjidil Haram. Kapasitas tawaf yang ada kala itu dianggap tak cukup menampung jemaah. Dampaknya bisa ditebak. Jumlah jemaah yang tawah berkurang lebih dari separuhnya. Dari semua 48 ribu jemaah per jam menjadi 22 ribu jemaah.

Renovasi itu membawa konsekuensi pada pemangkasan kuota normal jamaah masing-masing negara sebesar 20 persen. Yang artinya, daftar antrean semakin mengular. Makin lama.

Tiga tahun berlalu, renovasi selesai. Bangunan sekitar Masjidil Haram semakin lapang. Jemaah yang melakukan tawaf bisa kembali ke jumlah normal.

Dan angin segar bagi para calon jamaah haji berhembus pada Rabu, 11 Januari 2017 lalu. Di kompleks Istana Negara, Presiden Joko Widodo membawa kabar gembira.

Ya, Presiden menyampaikan pemerintah Arab Saudi telah sepakat memulihkan kuota haji Indonesia pada tahun ini.

Indonesia yang selama kurun waktu 4 tahun terakhir hanya boleh memberangkatkan 168.000 jamaah, dikembalikan normal menjadi 211.000 jamaah. Tapi tak cuma itu kabar gembira yang datang.

Raja Saudi memberikan bonus untuk Indonesia. Kuota haji untuk muslim tanah air tak hanya kembali normal, tapi bertambah. Saudi mengizinkan Indonesia menambah 10.000 ribu jemaah haji. Dengan demikian total kuota jamaah haji Indonesia tahun ini bertambah sekitar 52.000 menjadi 221.000 ribu orang.

" Kita sudah berbicara dengan Prince Mohammed dari Saudi Arabia waktu di Hangzhou (Perhelatan G-20), bahwa kita ingin meminta tambahan kuota haji dan Beliau sudah menyampaikan akan ditambah," ujar Presiden Joko Widodo.

Pengumuman itu bak hadiah awal tahun bagi muslim yang mendamba pergi ke Tanah Suci. Namun itu tentu saja tak didapat dengan mudah. Lobi-lobi terus dilakukan pemerintah Indonesia sebelum akhirnya muncul kesepakatan dari Saudi.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengaku telah membujuk pemerintah Arab Saudi selama setahun terakhir agar sisa-sisa kuota haji yang tidak maksimal terserap negara-negara tertentu, dialihkan ke Indonesia. Presiden Jokowi pun sampai turun tangan meluruk ke Saudi menemui pangeran kerajaan khusus membahas kuota haji pada September lalu.

Upaya pemerintah tak sia-sia. Jumlah kuota haji kembali ke jatah normal. Dan Indonesia juga patut berbangga sebab jadi satu-satunya negara yang mendapat kuota tambahan sebesar 10 ribu jamaah.

****

Soal penambahan kuota sebesar 10 ribu jamaah ini pun, sudah dipastikan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat rapat evaluasi penyelenggaraan haji 2017 di Komisi VIII, DPR RI, Senin, 16 Januari 2017 lalu. Menag mengatakan telah bertemu dengan Menteri Haji Arab Saudi untuk membicarakan perihal ini lebih lanjut.

" Saya sempat menanyakan MoU penambahan kuota haji dengan Beliau, apakah bisa dijamin? Dia menjawab, saya akan menjamin. Saya percaya dengan Beliau karena keputusan itu berasal dari Dewan Kerajaan Arab Saudi," kata Lukman.

Pulih dan bertambahnya kuota ini tentu saja akan berdampak pada berkurangnya waktu tunggu haji para calon jamaah. Tak terlalu signifikan, tapi setidaknya bisa mempercepat beberapa tahun dari jadwal tunggu sebelumnya.

" Yang rata-rata 18 tahun dapat turun tiga belas sampai empat belas tahun. Di daerah kan beda-beda," terang Abdul Djamil, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kemenag.

Menindaklanjuti kesepakatan penambahan kuota haji dengan Arab Saudi tersebut, pemerintah Indonesia pun langsung sigap. Berbagai langkah persiapan sudah mulai dilakukan. Langkah pertama pastinya soal jatah kuota per wilayah. 

Agar pendistribusian kuota merata antara provinsi satu dengan yang lain dan perbedaan lamanya daftar tunggu haji tak terlalu tajam, pemerintah berencana memprioritaskan wilayah-wilayah dengan 'waiting list' panjang.

" Kita akan mempertimbangkan tambahan itu untuk ditambahkan pada wilayah dengan waiting list panjang. Dimasukkan ke beberapa provinsi dengan waiting list panjang," paparnya.

Tak cuma soal pembagian jatah saja yang jadi pemikiran pemerintah. Bertambahnya jemaah haji yang berangkat ke tanah Suci berakibat pada penambahan petugas haji.  Mereka adalah dokter, paramedis, petugas TPHI (Tim Pembimbing Haji Indonesia), dan petugas yang bakal mengawal ibadah para jamaah.

Untuk personil petugas haji ini, Abdul ingin ada lima petugas yang difungsikan untuk masing-masing kloter haji. Yang artiya akan ada tambahan jumlah kuota petugas haji sebanyak 250 orang. Naik dari 3250 orang menjadi 3500 orang petugas.

Itu akan didistribusikan mempertimbangkan profesionalitas dan pengalaman tangani jamaah. Tambahan kuota 52 ribu ini memang harus kita ikuti dengan kesigapan petugas, pengalaman dan profesionalitas terutama untuk musim panas nanti," ujar Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag itu.

Terakhir, pemerintah harus menghitung ulang besaran ongkos haji. Keputusan penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) bukan hanya ada di pemerintah. Kemenag harus berdiskusi dengan DPR. 

" Setelah itu akan atur prosedur pelunasan yang akan menentukan siapa yang berangkat tahun ini, kriteria apa yang digunakan dan juga persoalan lansia. Kita peduli lansia, teknisnya seperti apa pada dasarnya mereka belum memperoleh perhatian kita, kalau tidak berangkat dan antrean panjang maka kapan mereka akan berangkat," terang Abdul.

****

Keputusan pemerintah Arab Saudi yang bersedia memulihkan sekaligus menambah jumlah kuota haji bagi Indonesia tentu saja patut disyukuri. Namun pekerjaan rumah pemerintah bukan hanya itu saja. 

Dadi Darmadi, Peneliti Senior dan Direktur Advokasi di Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menilai tambahan kuota ini menjadi ujian bagi Kemenah untuk menyerap kuota tambahan itu dengan baik.

Berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, Dadi memang pantas khawatir. Tahun lalu saja masih ada sisa kuota yang tak terpakai. Dari catatan Dadi, ada 2 persen kuota hilang tak terpakai.

Pemicunya, calon jemaah yang berhak berangkat haji tak sanggup melunasi pembayaran ongkos haji. Apalagi kalau bukan karena alasan waktu yang sangat mepet. Dan tantangan inipun berlaku pada tahun ini. 

" Nah sepuluh ribu itu kalau waktunya cukup dapat diserap semaksimal mungkin," katanya.

Menurut Dadi, agar kejadian tak terpakainya kuota tak terjadi, Kemenag harus merespon keputusan kuota baru ini secepat mungkin. Respon itu termasuk persoalan visa dan paspor calon jemaah haji.

" Ini jamaah 10 ribu itu dibanding 100 ribu terkesan sedikit, tapi kalau tidak dikelola dan diantisipasi dengan baik bisa potensi bermasalah," ujarnya.

Hal lain yang harus dipikir matang adalah calon jemaah haji yang akan diprioritaskan untuk berangkat. Agar tak memunculkan ketimpang dan polemik baru, Kemenag sebaiknya mempertimbangkan seluruh aspek secara jelas. 

Dari catatan Dadi ada empat hal jadi pertimbang yaitu aspek lansia, keadilan, demografis, dan daftar antrean 

" Ini harus dikedepankan, agar kemudian hari orang tidak menuntut bahwa saya merasa berangkat tahun 2017 karena ada perubahan prioritas dari pemerintah misalnya yang memberangkatkan kelompok tertentu, lansia misalnya, jadi mundur lagi," terangnya.

Di atas itu semua, satu pekerjaan rumah yang paling wajib ditunaikan pemerintah pasca terbitnya kebijakan pemulihan dan penambahan kuota haji ini tentu saja adalah menjaga transparansi, akuntabilitas dan kredibilitas di mata umat. Jangan sampai terjadi penyelewengan kuota untuk orang yang tak berhak. 

Indonesia dan para calon haji yang telah bersabar menunggu menginjakkan kaki ke tanah suci memang pantas bersyukur. Tapi ada pekerjaan lanjutan yang harus diselesaikan.

(Laporan: Maulana Alkautsar)

 

Beri Komentar