Muslim Di New York, Amerika Serikat (New York Times)
Dream - New York menjadi tempat bagi 600.000 hingga 1 juta muslim. Di sini, tiap muslim menjalani puasa Ramadan dengan berbagai persoalannya, terutama bagi muslim imigran.
Muslim New York kebanyakan berasal dari Timur Tengah, Afrika dan Asia Tenggara. Mereka memiliki budaya menjalankan puasa berbeda-beda, tergantung dari tempat asalnya. Tapi pada dasarnya, mereka memiliki persamaan dalam menjalankan ibadah puasa Ramadhan, yakni mengisi hari-hari dengan salat, puasa dan berbuka serta makan sahur.
(Sumber: New York Times)
Dream - Mohab A. Sewilam, muslim New York asal Mesir, adalah seorang penjual hotdog di pinggir jalanan New York yang padat. Selama masih di Mesir, Mohab bisa menyaksikan semua kantor pemerintah, toko, sekolah dan institusi lainnya tutup setelah tengah hari di saat Ramadan.
Di sana dia juga selalu mendengar adzan. Namun muslim di New York yang sebagian besar bekerja di sektor informal harus membiasakan diri dengan lingkungan yang berbeda sama sekali.
Perbedaan itu, bagi Mohab, membuatnya agak kesulitan menjalankan ibadah puasa. " Aku terbiasa mendengar adzan berkumandang di tanah kelahiranku, tapi di sini tidak. Aku rindu suara adzan," katanya.
Mohab juga kangen dengan suasana salat berjamaah di masjid-masjid yang biasa ia lakukan di Mesir. Untuk itu, selama bulan Ramadhan, Mohab selalu menutup tenda hotdog-nya lebih awal untuk pulang ke Queens dan salat bersama dengan komunitas muslim di sana.
Dream - Salah satu masjid terbesar di Queens adalah Masjid Al-Imam Al-Khoei Foundation in Jamaica. Syed Meesam datang dari Pakistan pada tahun 1990-an dan menjadi salah satu imam di Masjid Al-Imam. Ramadan adalah bulan paling sibuk bagi Imam Meesam karena dia yang mengatur dan mengelola semua acara dan salat di masjid tersebut.
" Kadang-kadang jadwal buka puasaku tidak beraturan karena aku sibuk mengurusi semua ini. Tapi aku menikmati pekerjaan ini," kata Imam Meesam.
Mendekati akhir Ramadan, Masjid Al-Imam biasanya dibanjiri oleh orang-orang yang berburu malam seribu bulan atau Lailatul Qadr. " Itu adalah malam-malam yang sangat penting. Aku senang masjid ini dipenuhi jamaah yang beribadah menunggu Lailatul Qadr," tambah Imam Meesam.
Dream - Detektif Ahmed Nasser adalah salah satu dari sekitar 2.000 warga muslim yang bekerja untuk Departemen Kepolisian New York. Detektif Ahmed datang ke New York tahun 1986 saat usianya 20 tahun. Dia berasal dari Yaman. Bagi Detektif Ahmed, Ramadan adalah bulan pelatihan dan pengamalan iman. Bulan di mana umat Islam harus bertanggung jawab terhadap perbuatan dan amalan mereka sendiri.
Selama Ramadaan, Detektif Ahmed dan keluarga selalu bangun pukul 3:30 pagi untuk makan sahur. Setelah salat Subuh pukul 4:30, dia kembali tidur sebelum berangkat kerja pukul 7 pagi.
Meski puasa, Detektif Ahmed tidak merasa lemah sama sekali. Dia mengatakan, puasa tidak pernah mengganggu kesehatannya hingga dia pingsan. " Tapi aku pernah membantu orang tidak berpuasa dan pingsan karena alasan lain," katanya sambil bercanda.
" Puasa membuatku lebih fokus," katanya, " dan terkadang memberiku kekuatan untuk menyelesaikan berbagai kasus dengan cepat."
Dream - Sufiyan, seorang koki di sebuah toko dan restoran Arab, telah tinggal di Brooklyn selama 20 tahun. Dia meninggalkan tanah kelahirannya Palestina untuk mengadu nasib di Amerika Serikat. Sufiyan mengatakan Ramadan adalah bulan paling suci baginya. Pada masa-masa sulit dalam hidupnya, dia salat dan berpuasa.
Suatu kali Sufiyan yang sedang mencari pekerjaan di New York terkendala masalah sewa tempat tinggal. Beruntung pemilik rumah yang berasal dari Israel membantunya dengan memberi Sufiyan kemudahan.
" Dia dari Israel dan aku dari Palestina, tapi kami berdua manusia dan ia menghormati agama saya dan saya menghormati agamanya," katanya dengan menambahkan, hal itu mencerminkan keragaman hanya dapat ditemukan di sebuah kota seperti New York.