Tersesat di Padepokan

Reporter : Puri Yuanita
Kamis, 6 Oktober 2016 20:35
Tersesat di Padepokan
Tak semuanya menjadi kedamaian. Bisa-bisa membawa pada kesesatan.

Dream – Bak raja, pria itu duduk di kursi. Berbalut gamis serta peci hitam terlilit sorban putih di kepala. Badan yang sedari tadi merebah, digeser sedikit ke depan.

Sejenak pria itu menarik lengan gamis. Digulung sampai ke siku. Lengan yang sudah telanjang itu menyelip ke balik pinggang.

Dalam hitungan detik, tangan itu ditarik. Sekejap segepok uang sudah digenggaman. Seperti adegan film orang-orang kaya, lembaran uang itu dilemparkan di lantai berkarpet.

Aksi itu terus diulang. Setiap kali tangan ditarik, segepok muncul lagi. Di lempar sampai lembaran uang kertas itu menggunung.

Nalar mana yang bisa mencerna. Tapi, tiap kali 'uang gaib' itu ditebar, orang-orang di sekeliling pria tambun itu takjub. Kalimat takbir terucap dari beberapa jemaah.

Aksi tebar uang itu terekam jelas. Menjadi viral setelah diunggah ke akun jejaring sosial media, Youtube. Melambungkan nama pria berjubah itu.

Jauh sebelum ada rekaman video itu, si Pria itu memang sudah kesohor. Dialah pendiri padepokan di sebuah Dusun di Probolinggo, Jawa Timur bernama Dusun Cengkelek. Namanya asli Taat Pribadi. Dengan gelar yang disandang, namanya menjadi Dimas Kanjeng Taat Pribadi.

Sejak 2006 padepokan itu tumbuh jadi tempat mengadu nasib. Pengikutnya 23.504 orang. Dari Probolinggo dan seluruh penjuru Nusantara. Datang dengan berbagai latar belakang, status sosial, dan agama.

Taat Pribadi diyakini memiliki karomah. Kelebihan yang hanya dimiliki orang-orang terpilih atau wali.

Dan Kamis, 22 September 2016, Dimas Kanjeng mengejutkan banyak orang. Bukan karena tebaran uang tapi serbuan 1.500 personil polisi ke padepokannya. Bak terjun perang, polisi menentang senjata. Publik terhenyak. Apalagi ribuan pengikutnya. Sang Karomah digelandang polisi. Dimasukan ke dalam kendaraan Baracuda.

Taat ditangkap karena diduga menjadi otak pembunuhan mantan dua pengikutnya, Ismail dan Abdul Gani. Dan isu makin berkembang. Taat juga jadi otak praktik penipuan dan pencucian uang. Atraksinya menebar uang kertas dari balik punggung dianggap cuma trik.

******

Sontak geger Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi memanggil kembali ingatan yang tersimpan. Sekitar sebulan sebelumnya, dunia hiburan juga dibuat kaget. Gatot Brajamusti dicokok polisi. Nama ini mungkin terdengar asing. Tapi coba kalau disebut Aa Gatot.

Nama Aa Gatot tak asing di telinga. Coba saja sebut nama Reza Artamevia atau Elma Theana. Di masanya, mereka pernah dekat. Aa Gatot adalah guru spiritual mereka.

Tapi Aa Gatot tak berdaya saat polisi menggerebek kamar Hotel Golden Tulip di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu, 28 Agustus 2016. Ketua Umum Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi) dan beberapa temannya kedapatan menggunakan obat terlarang.

Seperti Dimas Kanjeng, Aa Gatot juga punya padepokan. Luasnya memang masih kalah. Hanya rumah bergaya mediteranian di sebuah desa di Sukabumi, Jawa Barat. Dan padepokan itu sepi penghuni. Dipenuhi rumput yang tumbuh liar di sana sini.

Penangkapan Aa Gatot menguak tabir yang selama itu tertutup rapat. Ada aktivitas kelam di padepokannya. Tak sekadar mengaji, padepokan itu membina pengikutnya dengan aspat. Sejenis obat terlarang yang membuat pemakainya jadi punya kelebihan. Bisa membaca Quran atau menulis huruf arab lebih cepat. Kala itu tak ada yang sadar mereka diobati dengan cara seperti itu.

Dan cerita menyeramkan tak berhenti disitu. Di padepokan beredar kabar pencabulan. Korbannya para pengikut wanita yang ingin hidup damai.

*****

Resah sudah pasti. Padepokan yang jadi tujuan orang pencari kedamaian tak semuanya lurus. Bukannya tenang, malah membawa ke jalan yang lebih salah.

Lebih parah lagi, padepokan itu membawa pengikut pada kesesatan. Label sesat itu dijatuhkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Padepokan Dimas Kanjeng.

" Secara umum bisa disimpulkan Dimas Kanjeng sudah melakukan tindak kesesatan dari segi ajaran dan akidah," begitu kata Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Ma'ruf Amin, Selasa, 4 Oktober 2016.

Fatwa sesat itu memang belum resmi. Cuma tinggal mengeluarkan surat setelah konsultasi dengan dua komisi, Komisi Fatwa dan Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Pusat.

MUI menyebut kesesatan ajaran Taat Pribadi karena dia 'me-nisbah-kan' diri sebagai tokoh yang 'kun fa yakun'. Taat menganggap sosoknya setara dengan orang-orang pilihan Allah.

Lain lagi dengan Padepokan Gatot Brajamusti ini. MUI Pusat belum menjatuhkan fatwa sesat. Masih harus menunggu penelitian dan pengamatan MUI Sukabumi dan MUI Jawa Barat.

Kembali ke Padepokan Dimas Kanjeng. Ketua MUI Jawa Timur KH Abdusshomad Buchori, yang turun langsung ke lokasi, menyebut padepokan Dimas Kanjeng tak lebih dari tempat mengumpulkan uang. " Seolah-olah kegiatan keagamaan, tapi itu hanya kamuflase," ucap Abdusshomad.

Namun pernyataan hati-hati dibuat pemerintah. " Kami tak ingin berdasarkan asumsi semata. Kami akan turunkan tim ke lapangan," kata Kepala Balitbang dan Diklat Kemenag Abdul Rahman Mas’ud, saat dihubungi Dream, Selasa, 4 Oktober 2016.

****

Berkedok agama. Itulah modus yang kerap dipakai sejumlah padepokan beraliran menyimpang. Praktik di dalam padepokan itu kerap tak sesuai syariat.

Abdul Rahman punya pendapat soal fenomena ini. Dia menyebut, ada ruang kosong dakwah dua organisasi masyarakat Islam, Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah. Ini menyebabkan munculnya kekeringan spiritual di kalangan masyarakat.

" Akibatnya beberapa orang meyakini ajaran yang tak logis itu," kata dia.

Beda lagi dengan pendapat Wakil Sekjen MUI Najamuddin Ramly. Dia melihat fenomena penyesatan dan aliran menyimpang muncul karena tujuan kultus pribadi. Ada juga tujuan lain seperti ekonomi dan perempuan.

" Tujuannya kan selalu begitu, ekonomi, perempuan, kultus pribadi, " kata dia.

Pendapat lebih lengkap dijelaskan mantan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra. Inilah fenomena yang merujuk pada dua gejala yaitu New Age. Ini adalah gerakan spiritualitas yang sebetulnya tak jelas identitasnya. Gerakan ini biasanya suka memakai istilah nomenklatur agama mainstraim.

“ Dalam islam mereka biasa memakai istilah pesantren, santri,” ungkapnya.

Gejala kedua, adalah pseudoscientific atau scientific palsu yang sebetulnya tak bisa dipertanggungjawabkan. “ Mau menjelaskan secara ilmiah tapi tak menjelaskan juga,” jelas cendekiawan muslim ini.

Kedua gejala ini umumnya muncul terkait krisis disorientasi dan dislokasi dalam masyarakat. Disorientasi merujuk pada orang-orang yang kehilangan arah sementara dislokasi, kehilangan tempat di masyarakat

“ Makanya gak heran, mereka damai karena di rumah punya masalah,” ujar dia.

Penyebab kedua adalah besarnya obsesi masyarakat di bidang politik, jabatan, kedudukan dan kekuasaan yang tak tercapai. Dan terakhir, berkaitan dengan kesulitan finansial.

“ Dalam gejala sosiologi agama, orang seperti ini disebut cone man, yaitu orang yang menyalahgunakan kepercayaan orang. Gejala ini yang disebut kultus yang berpusat pada satu orang,” jelasnya.

Cara untuk membangun kultus itu dibangun dengan mengenakan jubah atau pakaian yang menggugah kekaguman orang, menggunakan nama-nama atau gelar yang memiliki nama tertent, serta pengutipan ayat-ayat kitab suci.

Meski fenomena aliran sesat telah menjamur, nyatanya pemerintah belum memiliki data resmi mengenai keberadaanya. Tetapi, Abdul Rahman memastikan, pendataan sudah dibuat di Kantor Wilayah Kemenag.

Di luar ketiadaan data, Kemenag sebagai otoritas sebetulnya telah menyiapkan buku 'Pedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia' sebagai upaya menangani gerakan keagamaan baru (new religious movement).

Dimas Kanjeng Taat Pribadi dan Aa Gatot memang sudah dibalik jeruji besi. Namun fenomena padepokan dan pengkultusan itu masih tetap hidup. Upaya mendidik keagamaan public tak boleh kendur.

(Laporan: Maulana Kautsar)

Beri Komentar