Sosok Wali Kota Perempuan Afghanistan yang Tak Gentar Menunggu Didatangi Taliban

Reporter : Razdkanya Ramadhanty
Rabu, 18 Agustus 2021 19:00
Sosok Wali Kota Perempuan Afghanistan yang Tak Gentar Menunggu Didatangi Taliban
"Mereka akan mendatangi orang-orang seperti saya dan membunuh saya"

Dream - Zarifa Ghafari, wali kota perempuan pertama di Afghanistan pasrah dengan nasibnya setelah kaum milisi Taliban menguasi kembali negaranya. Sang gubernur yang terjun ke dunia politik di usia 26 ini telah siap kehilangan nyawanya ketika sewaktu-waktu ditangkap Taliban.  

Menurut Ghafari, kebebasan perempuan mulai terancam sejak Taliban mengusai Kabul. Dia menegaskan takkan lari dari negaranya jika sewaktu-waktu penguasa baru Afghanistan tersebut mendatangi rumahnya. 

" Saya duduk di sini menunggu mereka untuk datang. Tidak ada seorang pun yang datang membantu saya atau keluarga saya. Saya hanya duduk bersama keluarga saya dan suami saya. Dan mereka akan mendatangi orang-orang seperti saya dan membunuh saya," tuturnya, dikutip dari New York Times, Rabu 18 Agustus 2021.

Ghafari mengungkapkan tidak bisa pergi dari Afghanistan dan meninggalkan keluarganya menghadapi kemungkinan serbuan Taliban. Lagipula, dia tidak tahu akan pergi ke mana jika kelompok tersebut benar-benar sudah menguasai negaranya.

" Saya tidak bisa meninggalkan keluarga saya. Dan lagipula, ke mana saya akan pergi?" ujarnya.

1 dari 8 halaman

Percaya Ada Masa Depan untuk Afghanistan

Tiga minggu lalu, Ghafari masih sangat optimistis dengan masa depan negaranya. Keyakinan ini dikarenakan kepedulian generasi mudanya yang selalu besar terhadap keadaan negaranya.

" Generasi muda di negara ini sangat peduli dengan apa yang tengah terjadi. Mereka memiliki sosial media. Mereka saling berkomunikasi. Saya rasa mereka akan terus berjuang melewati ini dan memperebutkan hak kami. Saya yakin akan ada masa depan untuk negara ini," tutur Ghafari mengutip laman New York Post

Walikota termuda di Afghanistan itu diketahui selamat dari percobaan pembunuhan yang dilakukan Taliban pada November lalu. Namun sayang, sang ayah, Gen Abdul Wasi Ghafari tak selamat saat kejadian tersebut.

Ayah Zarifa, Jenderal Abdul Wasi Ghafari, tewas ditembak pada 15 November tahun lalu. Hingga saat ini, alasan pembunuhan tokoh penting di militer Afghanistan itu belum juga terkuak.

Jenderal Ghafari sendiri terbunuh 20 hari usai Zarifa mengalami percobaan pembunuhan. Wanita itu sudah tiga kali mengalami percobaan pembunuhan akibat dinilai terlalu kritis, terutama pada kelompok Taliban, tetapi selalu gagal. 

 

2 dari 8 halaman

Bantu Kemenhan Afghanistan

Mengutip laman Inews.co.uk. Zarifa mendapat kepercayaan untuk membantu Kementerian Pertahanan Afghanistan di Kabul. Dia bertanggung jawab pada kesejahteraan tentara dan masyarakat yang menjadi korban serangan teror.

" Orang-orang muda sadar akan apa yang terjadi. Mereka memiliki media sosial. Mereka berkomunikasi. Saya pikir mereka akan terus berjuang untuk kemajuan dan hak-hak kami. Saya pikir ada masa depan untuk negara ini," ujar Zarifa tiga pekan sebelum Kabul dikuasai Taliban.

Saat ibu kota jatuh, pejabat senior pemerintah telah melarikan diri. Tapi Zarifa dan orang-orang seperti dia tidak punya tempat untuk bersembunyi.

" Kami berpikir bahwa Kabul tidak akan jatuh ke tangan Taliban," kata seorang anggota Parlemen Afghanistan, Farzana Kochai.

 

 

 

3 dari 8 halaman

Terpilih Jadi Wali Kota 3 Tahun Lalu

Farzana mengatakan puluhan ribu keluarga melarikan diri ke Kabul sekarang terlantar dan tinggal di jalan-jalan dan taman. Jika kekuasaan dialihkan dari pemerintah ke pemberontak, keluarga-keluarga itu harus kembali ke rumah mereka dan hidup di bawah kekuasaan Taliban.

Ghafari merupakan politikus perempuan yang pertama kali menjadi wali kota di Afghanistan, tepatnya di Maidan Shahr. Dia didaulat menjadi wali kota pada tahun 2018 lalu.

Zarifa Ghafari menulis sejarah pertama sebagai politikus perempuan dan termuda yang pernah menjadi wali kota di Afghanistan.

Dalam kampanyenya, Ghafari berjanji untuk memperjuangkan hak-hak perempuan di Afghanistan. Namun resiko dari pekerjaannya, diketahui dirinya selalu mendapat ancama dari Taliban ataupun ISIS.

(Sah/Ahmad Baiquni)

4 dari 8 halaman

Klaim Sudah Berubah, Taliban Berjanji Hormati Hak Perempuan dan Kebebasan Pers

Dream - Jatuhnya Kabul di tangan Taliban memicu kekhawatiran warga Afghanistan tentang potensi kembali pemerintah orotiter di masa lalu. Tak bisa disangkal, Taliban punya rekam jejak menakutkan di masa lalu.

Sebelum terguling pada 2001, Taliban sempat mengendalikan kekuasaan di Afghanistan. Rezim ini menerapkan hukum Islam secara ketat dengan tidak mengakui hak-hak perempuan serta membungkam kebebasan pers.

Namun dalam konferensi pers pertama yang digelar Selasa waktu setempat, Taliban memberikan sejumlah janji antara lain akan mengakui serta melindungi hak perempuan dan kebebasan pers.

" Kami akan mengizinkan perempuan bekerja dan menempuh pendidikan. Tentu kami punya kerangka kerja. Perempuan akan sangat aktif di masyarakat namun dalam kerangka Islam," ujar Juru Bicara Taliban, Zabibullah Mujahid.

Setelah menguasai seluruh wilayah Afghanistan dengan mendapat perlawanan yang minimal, Taliban mencitrakan diri mereka lebih moderat dibandingkan era 1990-an yang menerapkan aturan dengan keras. Mujahid menjamin tidak akan terjadi diskriminasi terhadap perempuan.

" Mereka (perempuan) akan bekerja bahu membahu dengan kami (Taliban hanya memiliki anggota laki-laki)," kata Mujahid.

Saat ditegaskan bagaimana pemerintahan baru Taliban akan berbeda dari sebelumnya, Mujahid mengatakan kelompoknya telah berkembang dan terbuka. Mereka tidak akan melakukan hal yang sama seperti di masa lalu.

" Akan ada perbedaan dalam tindakan yang kami ambil," kata dia.

Kelompok tersebut juga menyatakan komitmen untuk melindung hak-hak pekerja media. Mujahid menyatakan Taliban tidak akan lagi bertindak represif terhadap media.

" Kami berkomitmen kepada media dalam kerangka budaya kami. Media swasta dapat melanjutkan aktivitas secara bebas dan mandiri," kata dia.

Mujahid juga menyatakan kelompoknya tidak berencana mendobrak rumah atau melancarkan serangan balasan kepada semua pihak yang telah mengabdi pada pemerintahan sebelumnya. Dia juga menyatakan siap bekerja sama dengan pihak asing atau menjadi bagian dari Pasukan Keamanan Nasional Afghanistan.

Terdapat laporan yang belum terkonfirmasi mengenai milisi Taliban yang memasuki rumah warga untuk penjarahan. Tapi Mujahid menegaskan itu oknum palsu yang harus diserahkan ke Taliban untuk dihukum, dikutip dari Aljazeera.

5 dari 8 halaman

Video Taliban Sweeping Rumah Jenderal Afghanistan, Bagian Dalam Bikin Melongo

Dream - Taliban telaha menguasai dua pertiga wilayah Afghanistan. Kelompok itu bahkan sudah mencengkeram Kabul, ibukota Afghanistan, hingga memaksa Presiden Ashraf Ghani kabur.

Belakangan beredar video militan Taliban telah menyerbu rumah mewah milik seorang petinggi militer Afghanistan sekaligus mantan Wakil Presiden, Jenderal Rashid Dostum, dari angkatan darat.

Dilansir akun Twitter @bsarwary, Rabu 18 Agustus 2021, dalam video berdurasi beberapa menit itu memperlihatkan salah satu ruangan yang begitu luas diduga merupakan ruang tamu.

6 dari 8 halaman

Terlihat isi perobatan pada ruangan tersebut begitu mewah didominasi warna putih dan emas. Sejumlah kursi sofa yang begitu besar terlihat mengisi ruangan. Selain itu, terlihat pula lemari kaca dan aksesoris berlapis emas menghiasi ruang tamu.

Tak hanya itu, lampu mewah yang menggantung di langit-langit juga menjadi perhatian para militan. Mereka juga tak terlepas memerika satu set cangkir teh berwana emas yang dipajang di lemari ruang tamu.

Sebagai informasi, rumah mewah tersebut terletak di Maza-e-Sharif. Merupakan kota terbesar ke-4 di Afghanistan yang telah dikuasai Taliban sejak Sabtu, 14 Agustus 2021.

 



7 dari 8 halaman

Presiden Ghani 'Menyelamatkan Diri'

Sepanjang periode 2011-2020, setidaknya sudah terjadi lima kali perudingan, kebanyakan tidak menghasilkan kesepakatan. Pada Februari 2021, Amerika Serikat dan Taliban memandatangani kesepakatan untuk penarikan pasukan Amerika Serikat.

Setelah tentara AS meninggalkan negara itu pada Mei dan Juni 2021, Taliban langsung melakukan serangan dan kembali menduduki beberapa distrik disejumlah provinsi. Pada akhirnya mereka menguasai istana Presiden.

Di sisi lain, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani memilih meninggalkan negaranya menuju Tajikstan pada 15 Agustus 2021. Menurut pernyataannya, ia meninggalkan negara untuk menghindari pertumpahan darah.

" Patriot yang tak terhitung jumlahnya akan menjadi martir dan kota Kabul akan hancur jika dia tetap berada di sana," kata Ghani, dikutip dari Merdeka.com, Rabu 18 Agustus 2021.

" Mereka sekarang menghadapi ujian sejarah baru. Entah mereka akan mempertahankan nama dan kehormatan Afghanistan atau mereka akan memprioritaskan tempat dan jaringan lain," tambahnya.

8 dari 8 halaman

Meski belum diketahui pasti lokasi pengungsian Ghani saat ini, menurut media terkemuka Afghanistan, Tolo News, sang presiden berada di Tajikistan.

Kondisi Afghanistan saat ini seperti kota mati dengan suasa mencekam. Warga hidup dalam ketakutan. Hal ini terungkap dari banyakany avideo dan foto yang beredar di media sosial memperlihatkan kekacauan di kota Kabul.

Sejumlah penduduk tampak mengemas barang-barang mereka dan menarik uang. Mereka berbondong-bondong mencoba meninggalkan negaranya. Mengikuti jejak Presiden Ashraf yang sudah lebih dulu meninggalkan negara.

 

 

Beri Komentar