Hukum Pria Nikahi 2 Wanita Sekaligus, Tidak Boleh '2 In 1'

Reporter : Puri Yuanita
Sabtu, 28 Oktober 2017 13:15
Hukum Pria Nikahi 2 Wanita Sekaligus, Tidak Boleh '2 In 1'
Kasus tersebut sampai ditanggapi oleh Kementerian Agama (Kemenag).

Dream - Beberapa waktu belakangan, publik dihebohkan dengan kabar seorang pria bernama Cindra yang hendak menikahi 2 wanita sekaligus.

Berawal dari sebuah foto undangan pernikahan yang viral lantaran di dalamnya tercantum 2 nama calon pengantin wanita. Kasus tersebut sampai ditanggapi oleh Kementerian Agama (Kemenag).

Kemenag menolak praktik pernikahan '2 in 1' seperti itu. " Untung buku nikahnya belum sempat keluar," kata Dirjen Bimas Islam Kemenag Muhammadiyah Amin di Jakarta kemarin (27/10).

Untuk diketahui, di dalam undangan yang menjai viral itu, nama Cindra recantum sebagai mempelai pria. Sementara di pihak mempelai perempuan ada Indah Lestari dan Perawati.

Rencananya, akad nikah Cindra dengan Indah digelar lebih dahulu pada 6 November 2017. Kemudian disusul akad nikah Cindra dengan Perawati pada 8 November 2017.

Kejadian pernikahan langka dan menggemparkan publik itu rencananya bakal berlangsung di Desa Teluk Kijing, Kecamatan Sungai Lais, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan (Sumsel).

Informasinya, pernikahan Cindra dengan Indah pada 6 November sudah masuk dalam pencatatan KUA setempat. Sedangkan pernikahan Cindra dengan Perawati belum sempat tercatat.

Mengenai kasus ini, Amin pun menjelaskan, meskipun sudah ada yang tercatat, namun belum ada buku atau akta nikah yang diterbitkan Kemenag. Kalaupun sudah diterbitkan, Kemenag berhak mencabutnya.

" Sebab tidak dibernarkan pernikahan seperti ini. Meskipun pada dasarnya poligami ada ketentuannya," jelasnya.

Di dalam Undang-Undang No 1/1974, lanjut dia, ditegaskan pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang istri.

Namun pengadilan dapat memberikan izin kepada suami untuk beristri lebih dari satu orang. Dengan sejumlah syarat, yakni istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri.

Lalu istri mendapatkan cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, serta istri tidak dapat melahirkan keturunan.

 

 

1 dari 1 halaman

Tidak Tercatat dalam Negara

Tidak Tercatat dalam Negara © Dream

Sementara itu, menanggapi kasus pernikahan dengan dua wanita ini, Ketua Prodi Magister Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Syahrul A'dam pun mengatakan, masih banyak masyarakat yang membenturkan antara hukum agama dengan aturan perundang-undangan.

Khususnya terkait nikah. Sehingga banyak yang memilih nikah berdasar agama, tanpa melalui ketentuan hukum formal yang berlaku.

" Sekat-sekat hukum agama dan hukum negara dalam konteks pernikahan, ini adalah keliru," jelasnya.

Dia menegaskan, umat Islam sebaiknya menikah sesuai aturan negara. Sebab, undang-undang bisa dimaknai sebagai pengejawantahan aturan agama.

Buktinya, ketentuan undang-undangan perkawinan tidak menutup 100 persen kesempatan berpoligami, yang dalam Islam juga dibolehkan.

Terkait kasus pernikahan di Sumatera Selatan itu, Syahrul mengatakan memang kabarnya kerap terjadi. Namun umumnya dilakukan tanpa pencatatan agama.

Dosen 44 tahun itu menyakini, Kemenag tidak akan menerbitkan buku nikah poligami yang tidak mendapatkan rekomendasi pengadilan. Putusan boleh tidaknya seorang pria berpoligami adalah pengadilan. Bukan di Kemenag.

" Selama ini saya belum dapat kabar ada pengadilan yang resmi mengeluarkan rekomendasi untuk boleh poligami," jelasnya.

Sehingga bisa disimpulkan banyaknya pernikahan poligami, tidak tercatat dalam pencatatan nikah negara. Padahal, pencatatan resmi negara sangat penting untuk menjamin hak-hak kedua mempelai.

(Sumber: pojoksatu.id)

Beri Komentar