Mengejar Mimpi Ke Tanah Suci

Reporter : Ahmad Baiquni
Senin, 9 Mei 2016 20:47
Mengejar Mimpi Ke Tanah Suci
Sahrul Ramadhan tidak pernah bermimpi bisa ke Tanah Suci. Dia menjemput keinginan itu dengan sedekah dan tahajud.

Dream - Mereka, ribuan manusia berbalut kain putih itu, bergerak bak ombak laut, dengan gerak melingkar membentuk pusaran.

Gerak itu terus bergulung, mengitari satu titik bangunan kubus hitam berusia ribuan tahun. Itulah bangunan suci, saksi sejarah para nabi, dan simbol keagungan sang maha pencipta: Ka'bah.

Di antara ribuan manusia tadi, terselip pemuda bernama Sahrul Ramadhan, 23 tahun. Ia tengah berumrah. Menjalani ibadah itu sembari bekerja sebagai seorang videografer.

Sahrul bertugas mengambil gambar narasi berlatar belakang sejumlah tempat suci dan bersejarah di kawasan Timur Tengah.

Ia mendapat tugas itu lantaran perusahaan tempatnya bekerja--sebuah rumah produksi di kawasan Jakarta Selatan--terikat kontrak dengan salah satu biro perjalanan besar di Indonesia.

Dua perusahaan ini tengah membuat program tayangan tentang sejarah Islam, yang akan ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta nasional pada Ramadan nanti.

Rezeki luar biasa buat Sharul. Bayangan bisa berumrah sebelumnya tidak pernah ada dalam benaknya. Maklum, kondisi ekonomi dia terbilang sulit.

Tetapi itu jadi kenyataan. Bahkan bukan hanya sekali, Sahrul sudah menjalani umrah selama dua kali. Ibadah itu dia lakukan di sela waktunya bekerja.

" Kalau di Mekah, rasanya saya inginnya ibadah terus. Tapi tidak bisa, karena memang harus bekerja,” kata dia saat berbincang dengan Dream pekan lalu.

Sahrul merasa bersyukur bisa menjejakkan kaki dan melihat langsung ka’bah. Dan itu semua bukan soal keberuntungan semata. Semua bisa terwujud karena kebiasaan yang dia lakukan, sedekah dan tahajud. Subhanallah.


****

 

1 dari 2 halaman

Mimpi Mulia Tukang Jahit

Mimpi Mulia Tukang Jahit © Dream

Lulus SMK menjadi masa yang begitu suram bagi pemuda asal Desa Cinangneng, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor ini.

Sahrul sempat menjadi pengangguran. Sementara di sisi lain, ada kebutuhan yang harus dia penuhi.

Ijazah SMK tidak banyak membantu Sahrul. Dia mencoba mengirimkan lamaran ke sejumlah tempat kerja, namun tidak membuahkan hasil.

Sahrul dinilai belum memenuhi syarat. Padahal, dia juga sempat menyerahkan uang kepada seseorang yang mengaku sebagai perantara pemberi kerja.

“ Sempat saya masukin uang, sekitar Rp400.000, buat bisa kerja di sebuah rumah makan, tapi tetap saja tidak dapat,” kata Sahrul mengenang.

Sahrul pun bekerja serabutan. Mimpi untuk mendapat kerja layak tak terpenuhi. Ia bekerja menjadi seorang tukang jahit sarung jok. Pekerjaan itu didapat dari seorang teman yang kebetulan pemilik usaha.

Nekat. Sharul tidak memiliki keterampilan dalam bidang menjahit. Tetapi, pekerjaan itu harus diambil demi memenuhi kebutuhan.

“ Uangnya sebagian untuk membantu orangtua, sebagian lagi untuk jajan sendiri. Malu kalau jajan masih minta orangtua,” ucap dia.

Profesi sebagai tukang jahit dia jalani sekitar empat bulan. Dia mendapat upah mingguan sekitar Rp180.000. Dengan upah tersebut, Sahrul harus banyak berhemat.

Sampai suatu hari di 2012, seorang guru di bekas sekolahnya meminta Sahrul untuk berkunjung. Dia menuruti permintaan itu dan datang bersama seorang teman.

Dalam pertemuan tersebut, Sahrul mendapat informasi terkait penerimaan santri baru di lembaga pelatihan ketrampilan Rumah Gemilang Indonesia (RGI).

“ Saya sempat merasa gengsi, karena itu kan ada keterangan untuk yang tidak mampu. Saya merasa masih mampu,” kata dia.

Tetapi, perkataan sang guru membuatnya luluh. Dia lalu mencoba mendaftarkan di lembaga tersebut. Sahrul lalu menjalani sejumlah tes hingga akhirnya dinyatakan lolos sebagai santri RGI angkatan VIII dan menjalani pelatihan selama enam bulan di bidang Fotografi dan Videografi.

“ Saya sempat ragu karena sangat agamis. Bertolak belakang dengan saya yang agak ‘nakal’,” ucap Sahrul.

Selama enam bulan, Sahrul mendapat pelatihan ketrampilan baik secara teori maupun praktik sejak pagi hingga sore hari.

Sementara malam hari, dia bersama para santri lain diwajibkan sholat berjamaah, mengikuti kajian rutin, serta menjalankan amalan-amalan sunah seperti sholat tahajud dan sedekah.

Menjelang kelulusan, nasib kurang mulus dialami Sahrul. Lazimnya, santri RGI mendapat kesempatan magang kerja dalam kurun waktu dua bulan sebelum wisuda kelulusan. Hal itu tidak terjadi pada Sahrul dan tiga orang kawan seangkatannya.

Dia terus berharap agar mendapatkan kesempatan magang tersebut. Setiap malam, seperti kebiasaan yang dia dapatkan di RGI, Sahrul mendirikan sholat tahajud. Tidak lupa, dia memohon kepada Allah SWT agar segera mendapatkan pekerjaan.

“ Lalu ada dosen saya yang tanya, ‘Sudah dapat kerjaan belum?’ Saya jawab saja belum. Dosen saya lalu menyuruh saya mengajukan surat permohonan magang di bekas tempatnya bekerja,” kata Sahrul.

Sahrul menuruti perkataan dosen itu. Dia lalu diterima sebagai karyawan magang di sebuah rumah produksi, dan dalam waktu satu tahun, dia diterima sebagai karyawan tetap.

****

 

2 dari 2 halaman

Menjemput Mimpi Dengan Sedekah dan Tahajud

Menjemput Mimpi Dengan Sedekah dan Tahajud © Dream

Sahrul memiliki kebiasaan yang kerap dia lakukan, sedekah dan tahajud. Untuk tahajud, dia mengaku baru menjalankan kebiasaan ini saat tinggal di asrama RGI. Ini lantaran sholat sunah di malam hari tersebut menjadi semacam anjuran bagi segenap santri di RGI.

Sementara sedekah sudah menjadi kebiasaannya sejak lama. Bahkan, Sahrul mengaku sudah mengerjakan amalan itu sebelum dia tercatat sebagai santri RGI.

“ Itu sudah lama saya lakukan. Ya, meski saya nakal, saya tetap ingin berbagi,” kata dia.

Dua amalan itu yang diakui Sahrul membawa hidupnya terasa dipenuhi keberkahan. Salah satunya adalah kesempatan berumrah, yang serasa tidak mungkin bisa dia kerjakan.

Umrah pertama Sahrul berlangsung pada tahun lalu. Saat itu, dia merupakan salah satu karyawan junior di tempat kerjanya.

“ Saya tidak menyangka. Semua terjadi tanpa saya duga,” kata Sahrul.

Dia pun tidak mau melewatkan kesempatan besar tersebut. Sahrul memanfaatkan waktu sebaik-baiknya di sela pekerjaannya untuk mendirikan umrah.

Sahrul merasakan betul bagaimana nikmat sebuah keikhlasan. Apa yang sudah dia keluarkan, dibalas dengan sesuatu yang lebih besar oleh Sang Pencipta.

Beri Komentar