Sri Mulyani Pastikan Pajak Tidak Naik Tahun 2026

Dinar | Selasa, 2 September 2025 20:04

Reporter : Okti Nur

Sri Mulyani memutuskan hal tersebut, meskipun kebutuhan belanja negara tahun 2026 besar dan begitu banyak.

DREAM.CO.ID - Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan tidak akan memberlakukan pajak baru ataupun menaikkan tarif pajak di tahun 2026. 

Pengumuman ini dia sampaikan dalam rapat kerja dengan Komite IV DPD bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy, hingga Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo secara daring, Selasa, 2 September 2025.

Sri Mulyani memutuskan hal tersebut, meskipun kebutuhan belanja negara tahun 2026 besar dan begitu banyak.

"Karena kebutuhan negara dan bangsa begitu banyak maka pendapatan negara terus ditingkatkan tanpa ada kebijakan-kebijakan baru. Sering dalam hal ini dari media disampaikan seolah-olah upaya untuk meningkatkan pendapatan, kita menaikkan pajak. Padahal pajaknya tetap sama," kata Sri Mulyani.

2 dari 4 halaman

Bendahara negara ini mengungkap pihaknya akan fokus meningkatkan kepatuhan membayar pajak, bagi mereka yang mampu dan berkewajiban membayar pajak.

Dia mencatat, target pendapatan negara dalam RAPBN 2026 mencapai Rp3.786,5 triliun. Sedangkan target pendapatan negara mencapai Rp3.147,7 triliun.

Pendapatan negara sebagian besar akan disumbang oleh penerimaan pajak yang ditarget senilai Rp 2.357,7 triliun atau naik sebesar 13,5% dibanding tahun 2025.

3 dari 4 halaman

Sebelumnya, Sri Mulyani memberikan pandangan dan jalan keluar bagi masyarakat yang merasa tidak puas dengan kinerja pemerintah saat ini, menyusul dinamikan yang sedang terjadi saat ini.

Pernyataan ini disampaikan Sang Bendahara Negara usai keadiamannya di Tangerang dijarah oleh pihak tidak bertanggung jawab pada Minggu, 31 Agustus 2025, dini hari.

Melalui unggahan Intsagram @smindrawati pada Senin, 1 September 2025, Sri Mulyani menyarankan publik untuk melakukan judicial review yang bentuknya sangat beragam ke Mahkamah Konstitusi (MK).

4 dari 4 halaman

Langkah hukum juga bisa dilaksanakan masyarakat ketika menilai pelaksanaan Undang-Undang menyimpang. Publik bisa mengajukan perkaranya ke pengadilan hingga Mahkamah Agung (MA).

" Apabila publik tidak puas dan hak konstitusi dilanggar UU - dapat dilakukan Judicial Review (sangat banyak) ke Mahkamah Konstitusi. Bila Pelaksanaan UU menyimpang dapat membawa perkara ke Pengadilan hingga ke Mahkamah Agung," tulisnya.

Menurutnya, tindakan seperti itu mencerminkan sitem demokrasi Indonesia yang beradab, tanpa anarki, intimidasi serta represi.

" Itu sistem demokrasi Indonesia yang beradab. Pasti belum dan tidak sempurna. Tugas kita terus memperbaiki kualitas demokrasi dengan beradab tidak dengan anarki, intimidasi serta represi," lanjutnya.

Sisi lain Bupati Wanita Pertama Di Lebak
Join Dream.co.id