Kisah Aras, Santri Muda yang Tuntaskan Hafalan 30 Juz Hanya dalam 10 Bulan
© 2025 Dompet Dhuafa
Reporter : Hevy Zil Umami
Di balik kesederhanaan keluarganya, Muhammad Aras berhasil menorehkan prestasi luar biasa.
DREAM.CO.ID – Di balik kesederhanaan keluarganya, Muhammad Aras berhasil menorehkan prestasi luar biasa. Remaja 16 tahun itu kini resmi menjadi hafiz Al-Qur’an setelah menuntaskan hafalan 30 juz hanya dalam waktu 10 bulan di Pesantren Tahfizh Green Lido (PTGL) Dompet Dhuafa, Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat.
Aras, yang kini duduk di kelas XII, dikenal sebagai sosok gigih dan tak mudah menyerah. Sejak awal masuk ke Program Ekselensia Tahfizh School (E-Tahfizh), ia sudah menargetkan dirinya bisa menyelesaikan hafalan penuh Al-Qur’an.
“Punya mimpi jadi hafiz quran, pengen bisa mutqin (lancar) 30 juz, itu belajar mendalami Al-Qur’an, sama diimbangi dengan pelajaran akademik, karena akademik juga nggak kalah pentingnya dari agama, jadi pengen seimbang,” ungkap Aras dengan senyum tipis di balik kacamatanya.
Jalan Panjang Menuju Mimpi
Perjalanan Aras menuju predikat hafiz tidaklah mudah. Saat SMP, ia mengenal E-Tahfizh dari seorang teman. Dari situlah muncul tekad untuk menempuh jalur pendidikan yang memadukan kurikulum pesantren dengan kurikulum modern.
“Saya pengin ke sini ya keinginan sendiri, yang kedua alhamdulillah ada beasiswanya, dan semua ini fasilitasnya gratis. Sebelumnya saya ikut dua seleksi, yaitu Smart Ekselensia, dan E-Tahfizh ini, tapi yang lebih menonjol di E-Tahfizh,” kenang Aras.
Keluarga Aras sendiri hidup sederhana. Ayahnya berjualan mainan di pasar malam, sementara sang ibu adalah ibu rumah tangga. Namun, keterbatasan ekonomi tidak pernah menjadi alasan baginya untuk menyerah. Justru, kondisi itulah yang semakin memacu semangatnya untuk berprestasi.
Sistem Belajar di Pesantren
Di PTGL, para santri menjalani pembinaan dalam tiga tahap. Tahun pertama fokus menyelesaikan hafalan 30 juz, tahun kedua memperdalam Dirosah Islamiah serta belajar bahasa Arab dan Inggris, lalu tahun ketiga dipersiapkan untuk legalitas akademik seperti paket C dan persiapan masuk perguruan tinggi.
Selain belajar agama dan akademik, para santri juga dibekali ilmu agribisnis berbasis wakaf produktif. Salah satu contohnya adalah Greenhouse Melon yang terintegrasi dengan pesantren. Fasilitas ini bukan hanya jadi media belajar, tapi juga membantu pemberdayaan petani lokal.
Belajar di Ruang Terbatas
Meski begitu, fasilitas belajar di pesantren masih jauh dari kata ideal. Hingga kini, Aras dan teman-temannya harus belajar dan beristirahat di area masjid. Lantai pertama diubah menjadi tempat tidur, sementara lantai dua difungsikan untuk ibadah dan sekaligus kelas belajar. Gedung asrama dan ruang kelas permanen masih dalam tahap perencanaan pembangunan.
Namun, keterbatasan itu tidak memadamkan semangat Aras. Ia tetap berpegang teguh pada mimpinya: menjadi penghafal Al-Qur’an sekaligus kelak membangun usaha yang bermanfaat bagi banyak orang.
Harapan dan Ajakan
Dompet Dhuafa sendiri berharap kehadiran PTGL bisa melahirkan generasi hafiz Qur’an yang bukan hanya kuat dalam hafalan, tapi juga memiliki jiwa kepemimpinan dan wawasan luas.
Kini, perjuangan Aras dan ratusan santri lain masih berlanjut. Mereka butuh dukungan agar bisa belajar di ruang yang lebih layak dan nyaman.
Bantu Aras dan para penghafal quran untuk belajar di asrama yang layak dan nyaman:
https://digital.dompetdhuafa.org/wakaf/asramaetahfidz
Raih kebaikan jariyah dengan membantu penghafal Al Quran.