Ilustrasi (Foto: Shutterstock)
Dream - Keripik, soda dan pizza cenderung kaya akan gula, garam dan lemak (GGL). Tapi, kini para ilmuwan berusaha memahami, jika ada hal lain yang menjadi alasan mengapa makanan olahan berdampak buruk bagi kesehatan.
Makanan ringan kemasan seringkali diklaim sebagai penyebab meningginya tingkat obesitas di seluruh dunia.
Namun saran untuk membatasi makanan olahan tampaknya tidak membantu. Mengingat betapa mudahnya makanan tersebut dan banyaknya produk yang masuk dalam kategori ini.
Sementara tiga studi baru-baru ini memberikan lebih banyak bukti, tentang bagaimana jumlah makanan olahan yang semakin meningkat dapat mempengaruhi kesehatan kita.
Mereka juga menegaskan betapa sulitnya ilmu gizi dan saran bisa mengubah pola hidup seseorang. Inilah yang mereka katakan.
Makanan kemasan murah bisa ditemukan di berbagai tempat. Seperti di pom bensin, bahkan mesin penjual otomatis.
Uji coba klinis yang dilakukan selama empat minggu ini mungkin dapat memperdalam pemahaman, tentang mengapa hal itu mampu memicu obesitas.
Para peneliti di National Institutes of Health membandingkan orang yang mengonsumsi rata-rata 500 kalori ekstra dalam sehari dengan mayoritas makanan olahan, dengan orang yang sama diberi makan sedikit makanan olahan.
Para peneliti mencoba mencocokkan jumlah nutrisi seperti lemak, serat dan gula.
Ke-20 peserta diizinkan makan sebanyak atau sesedikit yang mereka inginkan, dan diperiksa ke klinik sehingga kesehatan dan perilaku mereka dapat dipantau.
Dalam studi lain berdasarkan hasil kuesioner, para peneliti di Perancis membuktikan orang yang makan lebih banyak makanan olahan lebih berpotensi mengidap penyakit jantung.
Sebuah penelitian serupa di Spanyol membuktikan, mereka yang lebih banyak menyantap menu olahan memiliki risiko kematian lebih tinggi.
Ketika mengonsumsi sedikit makanan olahan, orang-orang dalam penelitian tersebut menghasilkan lebih banyak hormon yang menekan nafsu makan, dan lebih sedikit hormon pemicu rasa lapar.
Alasan biologisnya masih belum jelas. Namun, temuan lainnya membuktikan bahwa seseorang mengonsumsi makanan olahan lebih cepat dicerna.
" Makanan olahan cenderung lebih lunak dan lebih mudah dikunyah serta ditelan," kata Kevin Hall, pemimpin penelitian di National Institutes of Health.
Tantangan lain adalah banyaknya jenis makanan olahan, dan membedakan mana yang mungkin lebih baik atau lebih buruk.
Apalagi, kini produsen makanan terus merekayasa produk untuk membuatnya tampak lebih sehat.
Jadi di samping penelitian terbaru memberi lebih banyak alasan untuk menghindari makanan olahan, mereka juga masih sulit menemukan solusi terbaiknya.
(ism, Sumber: Misskyra.com)
Advertisement
Momen Prabowo Saksikan Penyerahan Uang Pengganti Kerugian Negara Rp13,25 Triliun dari Korupsi CPO
Mantan Ketum PSSI Usulkan STY Kembali Latih Timnas, Ini Alasannya
Wanita Ini 400 Kali Operasi Plastik Selama 15 Tahun
Potret Keren Yuki Kato Taklukan Chicago Marathon 42,2 Kilometer
16 Peneliti dari ITB Masuk Daftar World Top 2% Scientists 2025
9 Kalimat Pengganti “Tidak Apa-Apa” yang Lebih Hangat dan Empatik Saat Menenangkan Orang Lain
Rangkaian acara Dream Inspiring Women 2023 di Dream Day Ramadan Fest Day 5
PT Taisho Luncurkan Counterpain Medicated Plaster, Inovasi Baru untuk Atasi Nyeri Otot dan Sendi
Momen Prabowo Saksikan Penyerahan Uang Pengganti Kerugian Negara Rp13,25 Triliun dari Korupsi CPO
Bahas Asam Urat dan Pola Hidup Sehat, Obrolan Raditya Dika dan dr. Adrian Jadi Sorotan