Cerita Wanita Taat Ibadah Masuk Neraka Gara-gara Air Wudhu

Reporter : Cynthia Amanda Male
Jumat, 8 April 2022 04:30
Cerita Wanita Taat Ibadah Masuk Neraka Gara-gara Air Wudhu
Dia hanya punya satu harta. Sebuah bejana berisi air wudhu.

Dream - Jalan hidup manusia sudah digariskan Sang Pencipta. Usia dan rezeki semua diatur oleh-Nya. Tugas manusia adalah melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT.

Dan ini adalah cerita tentang dua makhluk yang hidup dalam kondisi kontrak. Seorang laki-laki kaya raya dan perempuan papa. Dalam kesehariannya, keduanya tampak begitu berbeda. Sang lelaki hidup padat oleh kesibukan duniawi. Sementara wanita yang miskin itu justru menghabiskan waktunya untuk selalu beribadah.

Si perempuan miskin ini hanya memiliki satu harta yang bisa terlihat oleh tetangganya. Sebuah bejana dengan persediaan air wudhu di dalamnya. Ya, bagi wanita taat ini, air wudhu menjadi kekayaan yang membanggakan meski hidup masih pas-pasan.

1 dari 3 halaman

Syekh Abdul Wahhab Asy-Sya’rani dalam kitab al-Minahus Saniyyah mengisahkan, suatu ketika ada seorang yang mengambil wudhu dari bejana milik perempuan itu.

Melihat hal demikian, si perempuan berbisik dalam hati, “ Kalau air itu habis, lalu bagaimana aku akan berwudhu untuk menunaikan sembahyang sunnah nanti malam?”

2 dari 3 halaman

Apa yang tampak secara lahir tak selalu menunjukkan keadaan sebenarnya. Diceritakan, setelah meninggal dunia, keadaan keduanya jauh berbeda. Sang lelaki kaya raya itu mendapat kenikmatan surga, sementara si perempuan yang taat beribadah itu justru masuk neraka. Apa pasal?

Lelaki hartawan tersebut menerima kemuliaan lantaran sikap zuhudnya dari gemerlap duniawi. Kekayaannya yang banyak tak lantas membuatnya larut dalam kemewahan, cinta dunia, serta kebakhilan. Apa yang dimilikinya semata untuk kebutuhan hidup, menunjang keadaan untuk mencari ridla Allah.

3 dari 3 halaman

Pandangan hidup semacam ini tak dimiliki si perempuan. Hidupnya yang serbakekurangan justru menjerumuskan hatinya pada cinta kebendaan. Buktinya, ia tak mampu merelakan orang lain berwudhu dengan airnya, meski dengan alasan untuk beribadah. Ketidakikhlasannya adalah petunjuk bahwa ia miskin bukan karena terlepas dari cinta kebendaan melainkan “ dipaksa” oleh keadaan.

Syekh Abdul Wahhab Asy-Sya’rani menjelaskan dalam kitab yang sama bahwa zuhud adalah meninggalkan kecenderungan hati pada kesenangan duniawi, tapi bukan berarti mengosongkan tangan dari harta sama sekali.

Segenap kekayaan dunia direngkuh untuk memenuhi kadar kebutuhan dan memaksimalkan keadaan untuk beribadah kepada-Nya. Nasihat ulama sufi ini juga berlaku kebalikannya. Untuk cinta dunia, seseorang tak mesti menjadi kaya raya terlebih dahulu. Karena zuhud memang berurusan dengan hati, bukan secara langsung dengan alam bendawi

(Sumber: NU Online)

Beri Komentar