Cumrun Vafa (http://iran.usembassy.gov/)
Dream - Malam belum terlalu tua di Iran. Di teras sebuah rumah, seorang bocah lelaki duduk termenung. Matanya menatap tajam pada rembulan. Benaknya terus berkecamuk. Ia terus bertanya dalam hati: mengapa bulan bisa terus mengambang di angkasa? Mengapa bulan tak pernah jatuh ke tanah yang dia pijak meski tak memiliki penyangga?
Perenungan ini membawa kegalauan dalam diri si bocah. Juga keingintahuan. Bocah itu bernama Cumrun Vafa.
Upayanya menjawab misteri itu telah membawanya ke kedalaman ilmu pasti. Petualangannya itu kemudian hari membawanya menjadi ilmuwan muslim besar. Gumpalan tanya yang dipendam sejak kelas satu sekolah dasar itu kelak dia urai dengan pencarian jawaban akademis. Dan proses itu telah mengantarnya sebagai fisikawan kelas dunia.
Karena perjalanan keinginantahuannya itu, enam tahun silam Vafa mendapat anugerah Dirac Medal. Penghargaan bergengsi kaum fisikawan dari lembaga riset Abdus Salam International Centre for Theoretical Physics (ICTP). Medali tahunan itu untuk menghormati Paul Adrien Maurice Dirac, pencetus teori kuantum mekanik dan kuantum elektrodinamik.
Ganjaran itu diberikan karena Vafa dianggap memberi terobosan penting atas studi fisika matematis String Theory (teori dawai) dan objek astrofisika Black Hole atau lubang hitam. Bersama kedua rekannya dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, Vafa berhasil menguak beberapa misteri lubang hitam, khususnya entropi Bekenstein-Hawking. Itu semua dilakukan dengan teori dawai dan geometri.
Dalam setengah abad terakhir, Teori String memang menjadi magnet bagi para fisikawan yang getol menemukan teori terpadu tentang semesta. Teori ini menyediakan kerangka kerja untuk menyatukan segala sesuatu yang kita ketahui tentang alam termasuk semua partikel dan kekuatan di antara mereka dalam teori kuantum yang konsisten.
Teori ini memang tampak ambisius. Mengingat, teori itu bertujuan untuk menggambarkan fenomena fisik yang melibatkan skala 1.025 kali lebih kecil dari atom. Ini sama saja seperti menjelaskan kosmologi alam semesta.
Para fisikawan meyakini ada empat gaya dasar yang bekerja di alam semesta ini. Keempat gaya ini dijelaskan dengan dua teori, yaitu mekanika kuantum –yang menjelaskan adanya tiga gaya dasar yang bekerja dalam skala atom- dan teori grativasi.
Ketiga gaya dasar dalam skala atom itu adalah gaya elektromagnetik, gaya inti kuat, dan gaya inti lemah. Gaya elektromangetik, seperti kita tahu bersama, adalah pengikat elektron untuk tertarik ke inti atom dan yang mendasari interaksi antar atom. Gaya inti kuat adalah gaya yang menyebabkan proton dan neutron dalam inti tidak saling tertolak. Sementara gaya inti lemah bekerja dalam hal peluruhan sinar beta.
Ketiga gaya yang dijelaskan oleh mekanika kuantum tersebut telah sukses dicoba untuk digabungkan dengan apa yang disebut model standar. Namun upaya menggabungkan kedua teori besar ini –mekanika kuantum dan gravitasi– belum pernah berhasil. Bahkan percobaan penggabungan salah satu ataupun ketiga gaya dasar dari mekanika kuantum dengan gaya gravitasi, juga tidak pernah berhasil. Albert Einstein pun gagal melakukan penggabungan itu.
Teori String merupakan satu upaya untuk memformulasikan keempat gaya dasar tadi. Inti dari teori ini adalah bahwa semua partikel di alam ini tersusun dari dawai atau getaran energi yang lebih kecil dibanding elektron. Teori ini menyatakan bahwa semua partikel di alam semesta ini, dan semua gaya yang menyebabkan materi berinteraksi, terbuat dari getaran energi tadi.
Seperti teori yang mencakup segalanya, Teori String juga membutuhkan teori matematika yang luar biasa banyak. Bahkan, sebagian besar matematika yang dibutuhkan Teori String belum dikembangkan. Sehingga para ilmuwan yang mendalami Teori String memiliki `tugas` untuk mengembangkan matematika sebagai alat untuk menemukan hukum-hukum fisika baru.
Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika Teori String merupakan percabangan banyak bidang, meliputi matematika, fenomenologi partikel, dan astrofisika. Penelitian yang dilakukan Vafa telah melibatkan semua aspek tersebut.
Bersama rekan-rekannya, Vafa mengerjakan tipologi string atau struktur dawai, yang mencoba menjelaskan beberapa matematika baru yang berasal dari Teori String.
Dengan cara itu, dia telah menjelaskan dan menguak beberapa misteri lubang hitam, khususnya teori entropi Bekenstein-Hawking. Tak pelak, Vafa pun kerap disebut-sebut sebagai pesaing ilmuwan kondang tentang alam semesta, Stephen Hawking.
Sohor di Amerika
Menjadi fisikawan dengan berbagai pikiran rumit itu sejatinya bukan cita-cita Vafa. Saat masih berada di tanah kelahirannya, dia tak pernah berpikir menjadi ahli fisika. “ Saya tertarik dengan fisika, tapi saya tidak mempertimbangkan ini menjadi profesi saat saya masih di Iran,” kata dia seperti dikutip dari www.hupaa.com.
Meski tak pernah berpikir akan berkecimpung di bidang fisika, Vafa mengaku suka ilmu itu sejak masuk sekolah dasar. Ketertarikan itu semakin kuat setelah kerap mengamati alam di sekitar. Termasuk bertanya kenapa bulan tak pernah jatuh ke bumi.
“ Kenyataan itu terus menjadi pikiran saya, dan juga mengapa orang lain tidak terganggu oleh hal itu dan merasa seolah biasa saja. Jadi saya sudah tertarik dengan pertanyaan ini sejak kecil,” tutur dia.
Setelah lulus dari SMA Alborz pada 1977, Vafa muda memutuskan merantau ke Amerika. Di Negeri Paman Sam, dia berlabuh di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Sejak kuliah itu, dia semakin jatuh hati dengan fisika.
“ Tapi saya masih tidak berpikir menjadikan fisika sebagai pekerjaan. Jurusan ilmu pengetahuan alam, saat itu, masih asing dalam budaya kami.”
Tapi, setelah berpikir dan didukung keluarga, akhirnya dia memantapkan hati memilih bidang kesukaannya itu. “ Oleh sebab itu saya akhirnya memilih fisika dan matematika,” kata pria kelahiran 1 Agustus 1960 itu.
Dan pada 1981, gelar ganda dia raih sekaligus dari MIT, yaitu sarjana fisika dan matematika. Dia kemudian mengambil pogram PhD bidang fisika di Princeton University, di bawah pengawasan Edward Witten. Dia lulus tahun 1985.
Vafa kemudian ditunjuk sebagai penerima beasiswa Harvard Junior Fellow tahun 1985. Sejak itulah kariernya sebagai ilmuwan semakin moncer. Dia kemudian diangkat menjadi asisten profesor di Harvard selama dua tahun. Pada 1990, dia menyandang gelar profesor fisika dari kampus bergengsi di Amerika itu.
Karena karya-karyanya, Vafa sudah berulang kali naik turun panggung untuk menerima penghargaan. Pada 1989 dia menerima NSF Presidential Young Investigator Award dari National Science Foundation, kemudian Alfred P Sloan Award dan Packard Foundation Award di tahun yang sama. Dia juga menerima AMS Leonard Eisenbud Prize for Math and Physics serta Dirac Medal dari ICTP pada 2008.
Berkibar di negeri rantau, bukan berarti Vafa lupa kampung halaman. Di sela kesibukan mengajar di Harvard, dia selalu bolak-balik ke Iran. Di sana, dia menjadi komisaris di Network of Iranians for Knowledge and Innovation (NIKI), organisasi non-pemerintah yang digagas para akademisi Iran yang tersebar di penjuru AS dan Eropa.
“ Bahkan, saya menganggap diri saya lebih Iran dari siapa pun. Jadi meskipun sebagian besar waktu saya berada di luar Iran, sebagian besar kenangan saya dari 17 tahun atau lebih saya tetap berada di Iran,” tutur Vafa.
Perenungan kanak-kanak Vafa tentang rembulan sewaktu di Iran memang sempat membawanya kehilangan kata. Tapi pertanyaan itu pula yang melambungkan dia ke panggung dunia. Sebagai salah satu ilmuwan muslim terkemuka... (eh)
Advertisement
5 Tips Memilih Sabun Wajah untuk Pria, Jangan Sampai Salah
Misi Prilly Latuconsina Lewat Komunitas Generasi Peduli Bumi
Anak SMA Perlihatkan Bekal Steak Wagyu yang Disiapkan Ibu, Netizen: MBG Auto Minder
Shopee Jagoan UMKM Naik Kelas 2025: Panggung Inspiratif Penuh Haru dan Inovasi Pelaku Usaha Lokal
Hypophrenia, Kondisi saat Seseorang Mendadak Sedih Tanpa Alasan
Belajar Ilmu Perencanaan Keuangan dengan Komunitas Cerita Uang
Anak Muda Perlu Waspada, Varises Bukan Sekadar Masalah Penampilan Menurut Indonesian Vein Center
Futuristik Abis! Penampakan Riyadh Metro di Arab Saudi yang Telan Biaya Rp364 Triliun
Misi Prilly Latuconsina Lewat Komunitas Generasi Peduli Bumi