Di Afrika, Bisnis Perawatan Rambut Bernilai Triliunan Rupiah

Reporter : Syahid Latif
Selasa, 12 Agustus 2014 10:29
Di Afrika, Bisnis Perawatan Rambut Bernilai Triliunan Rupiah
`Saya ingin menata rambut saya agar terlihat cantik,` kata Blessing James, 25 tahun

Dream - Bagi Indonesia, mungkin masih banyak yang meremehkan bisnis perawatan rambut. Namun tidak demikian di Nigeria. Bisnis perawatan rambut di negara yang sedang dilanda wabah Ebola itu menjadi industri multi-miliar dolar yang membentang hingga ke China dan India. Bahkan industri tersebut mampu menarik raksasa global seperti L'Oreal dan Unilever.

Penata rambut seperti Esther Ogble adalah salah satu perlengkapan pasar industri perawatan rambut yang saat ini sedang booming di seluruh Afrika. Booming bisnis ini mencerminkan lonjakan permintaan dari kaum perempuan yang sadar akan keindahan rambut di benua itu. Selain meningkatnya pendapatan dari profesi penata rambut.

“ Saya ingin menata rambut saya agar terlihat cantik,” kata Blessing James, 25 tahun, salah satu pelanggan Ogble seperti Dream.co.id dari laman Al-Arabiya, Selasa, 12 Agustus 2014.

Untuk setiap wanita yang ditata rambutnya, Ogble menarik tarif sebesar US$40. Sebuah tarif yang mahal untuk ekonomi Afrika yang sebagian besar warganya hidup dengan uang hanya US$2 di tangan setiap harinya.

Perusahaan riset pasar Euromonitor International memperkirakan shampo, pelembut dan lotion rambut senilai US$ 1,1 miliar telah terjual di Afrika Selatan, Nigeria dan Kamerun tahun lalu.

Disebutkan, pasar perawatan rambut cair tumbuh sekitar 5 persen 2013-2018 di Nigeria dan Kamerun, dengan sedikit penurunan untuk pasar Afrika Selatan.

Jumlah itu tidak termasuk dari penjualan 'rambut kering' di lebih dari 40 negara sub-Sahara yang meliputi ekstensi rambut dan wig yang dibuat dari serat sintetis, rambut manusia atau yak.

Beberapa pengamat memperkirakan industri rambut kering Afrika bernilai US$ 6 miliar per tahun.

Bisnis penata rambut dan perawatan rambut merupakan sumber pendapatan penting dari perempuan Afrika yang menyumbang ekonomi informal di benua termiskin itu.

Tapi bisnis penata rambut di pasar Wuse di Negeria melambat akhir-akhir ini, kata Josephine Agwa. Itu disebabkan karena masyarakat khawatir akan serangan kelompok militan Islam Boko Haram.

“ Orang-orang tidak mau datang ke salon. Mereka lebih suka dilayani di rumah mereka,” kata wanita yang juga berprofesi sebagai penata rambut ini.

Tidak hanya di Nigeria, kaum wanita di Afrika Selatan juga sering meminta rambutnya dipermak di salon. Seorang gadis bernama Buli Dhlomo rela merogoh kocek US$ 370 demi mendapat model rambut pintal. " Saya bosan jika hanya punya satu gaya rambut," kata Dhlomo.

Sementara itu, managing director L'Oreal Afrika Selatan, Bertrand de Laleu mengatakan wanita Afrika sangat suka berganti-ganti model rambut. Bahkan menurutnya, perempuan Afrika merupakan kelompok yang paling berani dengan gaya rambut.

Raksasa kosmetik Prancis itu tahun ini membuka sebuah sekolah penata rambut multi-etnis di Afrika Selatan. Ini mungkin sekolah penata rambut pertama yang melatih siswa menangani semua jenis rambut milik berbagai ras.

Saat ini ada lebih dari 100 merek produk rambut kering di Afrika Selatan dengan nilai pasar sekitar US$ 600 juta.

Sebagian rambut kering yang dijual adalah jenis sintetis karena lebih murah dan berasal dari Asia. Rambut kering berbahan rambut alami lebih mahal karena bisa bertahan lama dan dapat dicat layaknya rambut asli.

Kebanyakan perusahaan wig dan ekstensi rambut mengambil bahan rambut alami dari India yang memiliki budaya mengoleksi rambut. Rambut itu kemudian dikirim ke China untuk diproses menjadi ekstensi. Setelah itu baru dikirim ke Afrika. Rambut dari yak sudah mulai berkurang penggunaannya karena beberapa orang alergi terhadap bulu binatang tersebut.

Yang pasti, permintaan Afrika terhadap produk rambut, terutama yang terbuat dari rambut manusia, terus mengalami pertumbuhan.

Beri Komentar