Indonesia Siapkan Jaring Pengaman untuk Dunia Perbankan

Reporter : Ramdania
Jumat, 18 September 2015 15:24
Indonesia Siapkan Jaring Pengaman untuk Dunia Perbankan
Indonesia akan melakukan perombakan besar-besaran terhadap peraturan perbankan untuk menyelamatkan keuangan sekaligus menjaga agar dunia perbankan tidak kolaps.

Dream - Bank-bank Indonesia menghadapi pertumbuhan kredit yang lebih lambat dan ekonomi melemah, di saat Federal Reserve sedang bersiap untuk menaikkan tingkat suku bunga.

Direktur Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan mengatakan, para pengambil kebijakan sedang bekerja menentukan bank yang akan diselamatkan dengan membuat daftar sistemik.

Selain itu, lanjutnya, DPR juga akan meloloskan undang-undang tahun ini yang menetapkan aturan tentang dana talangan.

LPS adalah lembaga penjamin simpanan nasabah yang akan mengganti setiap pinjaman jika terjadi kegagalan pada bank.

Bank Indonesia yang memiliki jumlah kredit terbesar termasuk PT Bank Central Asia (BCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), menghadapi pertumbuhan kredit lebih lambat dan pelemahan ekonomi di saat Federal Reserve sedang mempersiapkan diri untuk menaikkan tingkat suku bunga.

Langkah Amerika Serikat (AS) tersebut berpontensi menciptakan lebih banyak gangguan di pasar negara berkembang.

Sementara itu nilai tukar rupiah terhadap dolar AS telah merosot tajam, dengan nilai sekitar 14.400 per dolar AS. Rupiah merupakan mata uang dengan performa terburuk kedua di Asia tahun ini. Kendati demikian volatilitas pasar memberikan dampak positif bagi Indonesia untuk menopang sistem perbankan, Ichsan mengatakan dalam sebuah wawancara di Jakarta, Selasa.

" Banyak dari kita senang ada gejolak pasar, memaksa parlemen untuk fokus pada hal itu," kata mantan ekonom Standard Chartered di Jakarta ini.

" Mereka cenderung setuju dengan kami bahwa kita perlu landasan hukum yang lebih kuat untuk menjaga kebangkrutan masa depan."

Bank-bank Indonesia yang masuk daftar sistemik harus memiliki beberapa syarat, termasuk kecukupan modal dan tambahan modal cadangan, katanya.

Rasio kecukupan modal industri perbankan masih tinggi 20 persen dan rasio kredit macet (non-performing loan) masih 2,6 persen. Keduanya masih lebih baik daripada saat terjadi krisis kredit global sehingga tidak ada pemberi pinjaman saat ini yang dianggap sebagai gagal. " Ini bukan krisis, itu turbulensi," katanya.

Rencana untuk memasukkan bank-bank ke dalam daftar sistemik sejalan dengan upaya internasional yang dipimpin oleh Komite Basel dan Dewan Stabilitas Keuangan, yang telah merancang sebuah kerangka kerja yang luas bagi bank yang dianggap berpeluang besar untuk gagal di tingkat global dan domestik setelah krisis keuangan global tahun 2008.

Beberapa bank Indonesia sudah terkena dampak dari industri komoditas yang melemah, namun belum sampai membuat krisis perbankan yang meluas, katanya. Risiko kreditur Indonesia bisa meningkat jika pertumbuhan ekonomi tergelincir lebih jauh dan pelemahan rupiah terus memburuk, kata Fauzi.

" Jika pertumbuhan PDB turun di bawah 4 persen maka itu akan mengkhawatirkan. Termasuk jika rupiah tembus 16.000 per dolar AS," katanya. (Ism)

Beri Komentar