Santri yang Jadi Pengusaha

Reporter : Ahmad Baiquni
Kamis, 8 Desember 2016 09:44
Santri yang Jadi Pengusaha
Potensi pengusaha santri begitu besar dalam menopang perekonomian nasional. Sayangnya, peran mereka kerap terabaikan.

Dream - Selama ini, kaum santri selalu diidentikkan sebagai kelompok pengkaji ilmu agama. Mereka tidak pernah dipandang memiliki kemampuan dalam menggerakkan roda perekonomian.

Padahal, para santri menyimpan potensi begitu besar dalam menopang perekonomian nasional.

Menyadari hal itu, beberapa santri berusaha keras mengubah pandangan masyarakat. Melalui sebuah pelatihan bersama pada 2012, kaum santri secara resmi bergabung dan mendeklarasikan diri dalam Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI).

" Selama ini kan enterpreneurship (kewirausahaan) selalu didominasi kelompok lulusan perguruan tinggi. Padahal mereka tidak punya akar hingga ke bawah," ujar Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) HIPSI Muhammad Nur Hayid berbincang dengan Dream, Rabu, 7 Desember 2016.

Hayid mengatakan kaum santri merupakan bagian dari kelompok mayoritas di Indonesia. Mereka punya akses langsung untuk bersentuhan dengan masyarakat. Hal itu merupakan potensi kaum santri yang tidak dimiliki kelompok pengusaha lulusan perguruan tinggi.

" Sayangnya, usaha kaum santri selalu dipotong kelompok tengkulak dan pengepul. Kita diposisikan sebagai konsumen murni, sehingga barang kita tidak bisa sampai ke pengguna langsung," ucap Hayid.

Selanjutnya, kata Hayid, meski sebagai ahli agama, tidak semua santri berkesempatan menjadi pendakwah. Itupun jika orangtuanya seorang pendakwah atau memiliki pesantren. Sementara jumlah santri yang berasal dari keluarga selain pendakwah jauh lebih banyak.

" Sehingga tujuan HIPSI berdiri adalah untuk mencetak santri menjadi pengusaha, karena tidak mungkin semuanya jadi kiai," ucap Hayid.

Sejak berdiri hingga saat ini, HIPSI telah memiliki anggota sebanyak 2.000 pengusaha. Selain itu, organisasi ini juga telah memiliki 18 Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) dan 200 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) yang tersebar seluruh Indonesia.

HIPSI bahkan telah memiliki perwakilan di sejumlah negara baik di Asia, Eropa, dan Australia.

Sebagai organisasi, HIPSI sadar betul kaderisasi merupakan kunci keberlanjutan visi. Tetapi, proses kaderisasi tidak selama berjalan mulus, disebabkan tidak semua santri tertarik menjadi pengusaha.

Menghadapi persoalan itu, HIPSI berusaha keras melahirkan jiwa pengusaha di kalangan santri. Salah satunya menjalin komunikasi dengan para pengelola pesantren agar memasukkan materi kewirausahaan di dalam kurikulumnya.

" Jadi sejak dini santri sudah dikenalkan dengan pentingnya menjadi pengusaha. Kalau jadi santri harus jadi pengusaha," ucap dia.(Sah)

 

Beri Komentar