Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Membeberkan Rencana Spin Off Anggotanya. (Foto: Dream.co.id/Arie Dwi Budiawati)
Dream - Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) memastikan belum ada anggotanya yang mengajukan penundaan ataupun pembatalan secara resmi terkait pelaksanaan pemisahan bisnis (spin off) Unit Usaha Syariah (UUS) pada 2023 mendatang.
Namun diakui Ketua Umum AASI, Ahmad Sya'roni, kondisi ekonomi global yang sedang melambat membuat beberapa perusahaan asuransi syariah ragu-ragu dengan aksi korporasi tersebut.
“ Dalam diskusi informal, ada, tanda petik, ada yang ragu-ragu,” ungkap Sya'roni di Jakarta baru-baru ini.
Seperti diketahui kebijakan spin off UUS ini diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Asuransi dan Peraturan OJK No. 67 Tahun 2016 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
Menurut Sya’roni, kesediaan asuransi syariah untuk melakukan spin off bisnis UUS terlihat dari hasil survei pertama kali yang digelar pada 2018-2019 lalu
Dari hasil survei tersebut, UUS yang masih ragu-ragu melakukan spin off umumnya berasal dari perusahaan yang mencatat kontribusi (premi asuransi syariah) terus menurun.
“ Itu yang menjadi perhatiam,” kata dia.
Sementara untuk perusahaan yang menyatakan siap melakukan spin off terbagi atas tiga golongan. Ketiganya adalah perusahaan asuransi yang memiliki business captive, BUMN dan anak BUMN, serta joint venture yang siap dan optimis untuk melakukan spin off
Terkait perusahaan yang masih ragu-ragu melakukan spin off, AASI memastikan akan melakukan pendampingan terkait proses dan tahanan untuk aksi korporasi tersebut.
“ Mulai dari penjajakan sampai kegiatan bersifat teknis pelaksanaanya,” kata Sya’roni.
Selama ini AASI memang terus mendorong seluruh UUS untuk menjalankan dan mematuhi regulasi spin off yang sudah diatur dalam UU dan peraturan OJK.
Hasilnya, AASI sampai saat ini belum menerima permintaan secara resmi atau tertulis dari perusahaan yang mengajukan penundaan atau pembatalan spin off.(Sah)
Dream - Amandemen regulasi tentang kepemilikan asing yang berlaku pada 2020 akan mempermudah perusahaan asuransi untuk melepas unit syariahnya (spin off).
Menurut laporan Fitch Ratings “ Indonesia Takaful Dashboard 2020”, dalam aturan itu, perusahaan asuransi melepas unit syariah dengan batas kepemilikan asing sebesar 80 persen. Perusahaan asuransi tak wajib menambah modal agar rasionya bisa 80:20 itu melegakan bagi mereka.
Fitch juga mempredikasi industri asuransi syariah akan mendapatkan manfaat dari Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024 yang diterbitkan pada 2019. Dukungan pemerintah bisa memperhalus aturan pemberlakuan International Financial Reporting Standards (IFRS) 17.
Standar pelaporan ini mengharuskan perusahaan asuransi menggunakan tingkat diskonto untuk menilai kewajiban. Bagi pebisnis asuransi, ini dianggap tidak perlu dan makan investasi yang besar.
Pertumbuhan premi asuransi syariah diprediksi naik 10 persen pada tahun ini. Meskipun demikian, penetrasi asuransi syariah dan bisnis syariah di Indoensia masih rendah.
Pada 2018, angkanya hanya 1,5 persen. Lebih rendah daripada rate di pasar negara berkembang lainnya. Kurangnya kesadaran dan pemahaman produk asuransi syariah menghambat perkembangan bisnis ini.
Dream - Asuransi syariah berbeda dengan konvensional. Pada asuransi konvensional, risiko sepenuhnya ditanggung nasabah. Pola ini tidak sesuai dengan syariat Islam karena yang menanggung risiko hanya salah satu pihak saja.
“ Karena itu, perusahaan asuransi syariah mengeluarkan konsep asuransi syariah, yaitu konsep asuransi yang didasarkan pada sharing of risk,” kata Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Aminuddin Yakub, di Jakarta, Rabu 27 Februari 2020.
Dia mengatakan, para peserta asuransi akan “ berbagi” dana hibah. Dana ini dinamakan dana tabarru. Tabarru merupakan akad hibah dalam pemberian dana dari satu peserta ke yang lain. Tujuannya pun tak bersifat komersial.
Di perusahaan asuransi syariah, peserta menghibahkan dana atau berdonasi dan disinilah ada unsur pahala. Para peserta memberikan kontribusi gotong-royong membantu peserta lainnya saat mengalami musibah.
“ Jadi, di perusahaan asuransi ada ibadahnya. Ibadah yang dimaksud adalah saling menolong. Inilah aspek yang ada di asuransi syariah. Itu sudah sesuai dengan syariah,” kata dia.
Laporan: Cindy Azari
Dream - Sahabat Dream pasti sudah mengenal atau setidaknya mendengar tentang asuransi. Atau jangan-jangan di antara kamu ada yang sudah memiliki polis asuransi?
Asuransi banyak diterjemahkan orang sebagai penolong di saat seseorang mendapat cobaan atau musibah. Kala tak memiliki uang untuk berobat atau mengalami kerugian, pihak asuransi biasanya akan menanggungnya. Tentunya besar maupun hal yang ditanggung tergantun polis yang dimiliki.
Kita mengenal ada dua jenis asuransi yaitu umum dan jiwa. Asuransi jiwa biasanya terdiri dari kesehatan, kematian, dan kecelakaan.
" Asuransi umum yang banyak (jenis). (Misalnya), asuransi properti, mobil travel, kapal, dan bencana," kata Chief Strategy Officer Prudential Indonesia, Paul Setio Kartono, dalam " Prudential Indonesia Masterclass 2020" di Jakarta, Jumat 21 Februari 2020.
Seiring perkembangan industri keuangan syariah yang semakin berkembang, saat ini masyarakat juga mulai banyak yang mengenal asuransi syariah. Kehadiran jenis asuransi ini membuta muncul istilah asuransi konvensional.
Selain prinsip tata kelola yang berbeda, sebenarnya ada satu hal yang sangat membedakan asuransi syariah dan konvensional.
Paul menjelaskan ada lima perbedaan yang mendasar dari asuransi konvensional dan syariah yaitu prinsip dasar, peran perusahaan, keuntungan, pengawas, dan investasi.
" Yang paling utama adalah yang pertama," kata dia.
Menurut Paul, perbedaan utama dan paling penting dari asuransi syariah adalah prinsip risk transfer atau pengalihan risiko peserta asuransi. Di asuransi konvensional, risiko dialihkan kepada perusahaan. Semakin banyak klaim peserta, perusahaan akan semakin rugi dan begitu juga sebaliknya.
Prinsip berbeda dan mulia dianut oleh asuransi syariah. Risiko peserta asuransi syariah akan ditanggung peserta yang lain. Paul bahkan mengibaratakan asuransi syariah mirip dengan sumbangan.
“ Kalau asuransi syariah, risiko akan ditanggung peserta,” kata Paul.
Dalam asuransi syariah, para peserta akan bergotong-royong membantu jika ada salah salah satunya mengalami suatu risiko.
“ Misalnya, peserta ada 10 ribu. Nah, mereka bayar kontribusi Rp100 ribu untuk menyantuni anggota keluarga yang meninggal,” kata dia.
Perbedaan selanjutnya adalah posisi perusahaan. Di asuransi konvensional, perusahaan sebagai penanggung risiko, sedangkan syariah menjadi manajer pengelola dana tabarru’. Untuk keuntungan? Keuntungan akan menjadi milik perusahaan.
“ Kalau di syariah, jadi surplus underwriting,” kata Paul.
Sekadar informasi, surplus underwriting adalah selisih dari total dana kontribusi peserta ke dalam dana tabarru’. Dana ini telah dikurangi pembayaran klaim/santunan.
Perbedaan selanjutnya adalah keberadaan dewan pengawas syariah di asuransi syariah, sedangkan di konvensional tidak.
Yang terakhir, dana yang diinvestasikan di perusahaan asuransi konvensional, akan ditempatkan di instrumen berbasis syariah dan non syariah. Sebaliknya di asuransi syariah, dana hanya ditempatkan di instrumen berbasis syariah.(Sah)
Advertisement
10 Usulan Dewan Pers Soal Perubahan UU tentang Hak Cipta
Arab Saudi Buat Proyek `Sulap` Sampah Jadi Energi Listrik
Video Gempa 7,4 Magnitudo di Filipina yang Peringatan Tsunaminya Sampai Indonesia
Jakarta Doodle Fest Hadir Lagi, Ajang Unjuk Gigi para Seniman dan Ilustrator
Sah! Amanda Manopo dan Kenny Austin Resmi Menikah
Hj.Erni Makmur Berdayakan Perempuan Kalimantan Timur Lewat PKK
Pria Ini Bertahan 70 Hari di Hutan Tanpa Bekal, dapat Hadiah Rp232 Juta
Timnas Indonesia Kalah Lawan Arab Saudi, Erick Thohir Ingatkan Hal Ini
Komunitas Numismatik Indonesia, Berkumpulnya Penggemar Uang Lawas Penuh Sejarah
Video Gempa 7,4 Magnitudo di Filipina yang Peringatan Tsunaminya Sampai Indonesia