Tanah Arab Dicekam Tren Hengkang Bank Multinasional

Reporter : Syahid Latif
Jumat, 13 Februari 2015 13:45
Tanah Arab Dicekam Tren Hengkang Bank Multinasional
Industri keuangan UEA dicekam kekhawatiran. Bank-bank besar multinasional satu per satu hengkang dari negaranya. Apa pemicunya?

Dream - Uni Emirat Arab (UEA) tengah dicekam ketakutan. Tren hengkang bank-bank multinasional tengah terjadi di negara kosmopolitan Arab ini. Tak hanya menutup operasi, bank-bank besar yang masih bercokol juga mulai mengurangi aktivitas bisnsnya.

Tren ini dimulai dengan keluarnya Royal Bank of Scotland dari tanah Arab. Disusul oleh Lloyds, Barclays dan terakhir Standard Chartered.

Di satu sisi, fenomena ini membuka peluang bank-bank lokal di negara tersebut untuk masuk ke pasar. Namun tren ini juga memancing tanda tanya besar. Apa yang sedang terjadi di bisnis keuangan UEA? Seberapa besar dampaknya pada pasar?

Sebagian analis di UEA menilai, keputusan bank-bank asing hengkang dari UEA dipicu keinginan perusahaan fokus pada pasar di mana mereka berasal. Bank-bank besar ini juga diketahui tengah tertatih-tatih mengoperasikan bisnisnya di luar negeri.

UEA bukanlah satu-satunya pasar yang terdampak, tetapi kompetisi dari bank-bank lokal yang sangat likuid mengancam kenyamanan operasinya.

" Bank asing mengalami kesulitan bersaing dengan bank-bank milik pemerintah (UEA). Hal inilah yang menjadi faktor pendorong utama bagi bank asing untuk menarik diri dari sektor ritel. Mereka hanya fokus pada segmen korporasi dan investasi yang lebih menguntungkan," kata Alyssa Grzelak, ekonom spesialis risiko perbankan di perusahaan konsultasi Amerika, IHS, untuk wilayah MENA seperti dikutip laman Arabianbusiness, Jumat, 13 Februari 2015.

Menurut Grzelak, sektor perbankan UEA khususnya di bisnis ritel sangat kompetitif. Sangat sulit bagi bank-bank asing menancapkan kukunya untuk merebut pangsa pasar di negara tersebut.

Saat terjadi krisis finansial global, tren bank-bank asing besar adalah memperluas pasar sebesar-besarnya. Namun usai krisis reda, terjadi pergeseran. Bank-bank ini justru meninggalkan pasar karena anak usaha atau cabang bisnisnya tak kunjung mendatangkan untung.

Bank-bank asing pun kembali fokus pada pasar utama yang menawarkan keuntungan dan bisa membuat bisnisnya bertahan.

Efek domino hengkangnya bank-bank asing dari UEA tersebut dimulai tahun 2010 saat Royal Bank of Scotland menjual bisnis kredit ritel mereka -yang sudah memiliki 250 ribu pelanggan- kepada Abu Dhabi Commercial Bank senilai US$ 100 juta.

Dua tahun kemudian Lloyds Banking Group melego divisi perbankan ritel, komersial dan korporasi miliknya kepada HSBC Bank Timur Tengah senilai US$ 769 juta. Penjualan tersebut termasuk 8.800 personel dan pelanggan serta kredit sekitar US$ 573 juta pada waktu itu.

Kemudian pada September 2013, bank kedua terbesar di Inggris, Barclays, mengikuti langkah Royal Bank dan Lloyds dengan menjual divisi ritel miliknya kepada Abu Dhabi Islamic Bank (ADIB) senilai US$ 177 juta.

Yang lebih parah adalah Standard Chartered yang menutup hampir semua bisnis kecil dan menengah di UEA antara Agustus dan November tahun lalu sebagai bagian dari kesepakatan anti-pencucian uang dengan otoritas perbankan di Amerika Serikat.

Beri Komentar