Tantangan Kewajiban Sertifikasi Halal Industri Kosmetik Indonesia

Reporter : Okti Nur Alifia
Sabtu, 27 Mei 2023 14:40
Tantangan Kewajiban Sertifikasi Halal Industri Kosmetik Indonesia
Kosmetik menjadi produk yang wajib disertifikasi halal, sesuai dengan regulasi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal.

Dream - Sesuai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, kosmetik menjadi produk yang wajib disertifikasi halal. Semua produk kosmetik wajib bersertifikat halal paling lambat 17 Oktober 2026.

Mungkin banyak orang bertanya mengapa produk kosmetik harus bersertifikat halal. Sebab, produk ini digunakan di luar tubuh atau diaplikasikan ke permukaan kulit. 

Namun menurut Halal Audit Quality Board LPPOM MUI, Mulyorini Rahayuningsih Hilman, pada penggunaannya kosmetik bisa berpeluang masuk ke dalam tubuh atau tertelan (internal uses cosmetics), misalnya lipstik atau lipbalm.

Kosmetik, tambah dia, juga dapat memengaruhi keabsahan wudhu (external uses cosmetics), contohnya cat rambut, decorative cosmetics yang waterproof, dan lainnya. Selain itu, lanjut Mulyorini, bahan penyusun kosmetik dan prosesnya berpeluang kritis dari segi kehalalan. 

“ Proses sertifikasi halal tersebut akan bermanfaat pula jika bahan atau produk akan diekspor ke negara negara tertentu di Luar Negeri yang mempersyaratkan kehalalan,” papar Mulyorini dalam webinar virtual Road to Show INDONESIA Halal Industry & Islamic Finance Expo 2023.

1 dari 4 halaman

Tantangan dan Kendala Sertifikasi Halal Produk Kosmetik

Tim Halal Task Force Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (Perkosmi), Febianti, mengatakan, kesadaran untuk melakukan sertifikasi halal pada produk kosmetik juga terus meningkat di kalangan industri kosmetik Tanah Air. Namun demikian, Febianti mengakui ada beberapa tantangan dan kendala.

Pertama, masih banyak bahan baku yang belum memiliki sertifikat halal dan masih menggunakan dokumen pendukung. Padahal, bahan baku kosmetik wajib memiliki Sertifikasi Halal.

Begitu pula untuk bahan baku kosmetik impor. “ Masih banyak bahan baku kosmetika impor yang belum memiliki sertifikat halal, dan dibutuhkan tambahan biaya untuk proses registrasi sertifikat halal bahan baku impor,” lanjut Febianti.

2 dari 4 halaman

Biaya Sertifikasi

Ke tiga, produk kosmetik sangat dinamis, sehingga membutuhkan proses sertifikasi halal yang cepat. “ Timeline Proses Sertifikasi Halal masih belum sesuai dengan peraturan yang berlaku di mana idealnya proses sertifikat halal 21 HK,” ungkap Febianti. 

Kemudian, biaya sertifikasi halal cukup memberatkan untuk pelaku usaha, terutama UMKM, karena pelaku usaha UMKM produk kosmetik tidak bisa disertakan dalam Program SEHATI (Sertifikat Halal Gratis).

Ke lima, produk impor kosmetik harus memiliki Sertifikat Halal yang diterbitkan oleh BPJPH. Namun dalam pengajuan sertifikat halal pada produk kosmetik impor, biaya pemeriksaan halalnya sangat besar, karena dibutuhkan audit fasilitas luar negeri.

3 dari 4 halaman

Terbatasnya Edukasi Halal

Selanjutnya, tentang media konsultasi dengan BPJPH.“ Belum ada media konsultasi yang fast responsive dan solutif,” menurut Febianti.

Terakhir perihal kewajiban pemisahan sarana distribusi, transportasi, dan penyimpanan kosmetika halal dan non halal. 

“ Masih terbatasnya edukasi mengenai Halal Supply Chain bagi para distributor dan retailer. Kesulitan secara teknis untuk tata letak kosmetika halal dan non halal dalam display penjualan,” papar Febianti lagi.

4 dari 4 halaman

Solusi dan Upaya

Dalam menjawab tantangan dan kendala di atas, Febianti menilai perlu adanya dukungan yang diperlukan untuk sertifikasi halal produk kosmetik.

Seperti simplifikasi persyaratan dokumen pendukung bahan baku halal. Percepatan MRA Lembaga Halal Luar Negeri dengan memasukkan produk jadi kosmetik ke dalam list yang dapat disertifikasi di LHLN. 

Ke tiga, BPJPH agar dapat bekerja sama dengan LPH di luar negeri, sehingga dapat meringankan biaya pemeriksaan audit halal di luar negeri.

Ke empat, fleksibilitas pada penerapan SJPH terutama pada proses distribusi dan penyajian produk menjadi kosmetik. Karena produk sudah terlindungi kemasan sehingga kemungkinan kecil dapat terkontaminasi. Terakhir, kolaborasi seluruh pemangku kepentingan di Indonesia. 

“ Kemendag dan Kemenperin untuk memastikan industri bahan baku dan bahan kemas serta bahan lain pendukung industri kosmetika dapat melakukan sertifikasi halal. Kemudian, Kemenperin atau Kemenkop & UKM untuk memastikan UMKM Kosmetika masuk dalam program SEHATI,” demikian tutup Febianti.

Beri Komentar