Ilustrasi
Dream - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui perkembangan industri surat utang syariah (sukuk) korporasi masih jauh tertinggal dibandingkan konvensional. Padahal, bisnis utang syariah ini sudah 13 tahun berkiprah dalam perekonomian nasional.
Ketertinggalan penerbitan sukuk korporasi ini terlihat dari data OJK hingga penutupan April 2015. Penerbitan sukuk korporasi hanya mencapai Rp 0,15 triliun, atau jauh tertinggal dari nilai penerbitan obligasi senilai Rp 14,20 triliun.
Pada periode yang sama, nilai outstanding sukuk korporasi juga tercatat baru mencapai Rp 7,23 triliun. Sebaliknya, obligasi konvensional telah menembus angka Rp 224,04 triliun.
“ Dari data-data tersebut, sangat jelas posisi sukuk sebagai debt instrument yang sama persis dengan bond (obligasi), tapi masih tertinggal jauh di bawah bond, meskipun bond juga belum terlalu besar,” kata Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal OJK Sardjito usai Workshop of Indonesia Sukuk Development, di Jakarta, seperti dikutip Dream, Kamis, 21 Mei 2015.
Sardjito menduga lambannya perkembangan sukuk korporasi dipicu minimnya dukungan regulasi terutama soal pajak. Para pelaku pasar selama ini menyangsikan kebijakan perpajakan karena tidak ada regulasi yang jelas mengenai netralitas pajak untuk sukuk.
“ Meskipun pada praktiknya, sukuk tidak membebankan pajak dua kali lipat kepada para pelaku pasar,” ujarnya.
OJK juga menyayangkan ketiadaan SPV yang bisa menempatkan para obligor sekaligus sebagai issuer atau penerbit sukuk.
Menurut Sarjito, sistem hukum yang berlaku di Indonesia yang menganut civil law turut menyumbang hambatan perkembangan sukuk korporasi. Civil law yang bersifat kaku membuat setiap keputusan yang tertulis dalam undang-undang harus dipatuhi.
Di negara-negara yang industri pasar modalnya maju, umumnya sudah menggunakan common law yang penerapannya lebih fleksibel. Di mana setiap permasalahan ditentukan dari musyawarah beberapa juri persidangan.
“ Seperti Singapura, Hong Kong, dan Malaysia itu menerapkan common law,” ucap Sardjito. “ Negara-negara seperti Jerman, Prancis yang menggunakan civil law itu memang tidak terlalu menonjol pasar modalnya, tapi bukan berarti tidak bisa berkembang.”
Melihat tantangan yang ada, Sardjito mengakui OJK terus mengusahakan untuk terus belajar dari negara-negara yang menerapkan common law agar bisa mendorong terciptanya aturan-aturan yang hybrid. “ Yang tidak melanggar ketentuan di civil law tapi juga dapat diterima dalam hukum bisnis,” tutupnya.
Advertisement
Mau Liburan? KAI Wisata Tebar Promo HUT ke-16, Ada Diskon Bagi yang Ultah Bulan September
Si Romantis yang Gampang Luluh: 4 Zodiak Ini Paling Cepat Jatuh Cinta pada Pandangan Pertama
Lebih dari Sekadar Bermain, Permainan Tradisional Ajak Anak Latih Fokus dan Kesabaran
Bikin Ngakak, Solusi Tora Sudiro yang Sering Dipunggungi Oleh Sang Istri Saat Tidur
Konser Sejarah di GBK: Dewa 19 All Stars Satukan Legenda Rock Dunia dalam Panggung Penuh Magis
Throwback Serunya Dream Day Ramadan Fest bersama Royale Parfume Series by SoKlin Hijab
Desain Samsung Galaxy S26 Bocor, Isu Mirip iPhone 17 Pro Bikin Heboh Pecinta Gadget
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Mau Liburan? KAI Wisata Tebar Promo HUT ke-16, Ada Diskon Bagi yang Ultah Bulan September
Sosok Ferry Irwandi, CEO Malaka Project yang Mau Dilaporkan Jenderal TNI ke Polisi
Si Romantis yang Gampang Luluh: 4 Zodiak Ini Paling Cepat Jatuh Cinta pada Pandangan Pertama