Dream – Berawal dari kegemaran membaca buku sejak masih kecil, Siti Muyassarotul Hafidzoh tak pernah menyangka jalan hidup membawanya pada dunia menulis.
Tak hanya sebagai penulis, dia juga berperan sebagai ibu rumah tangga, pendidik, dan aktivis di berbagai organisasi.
Perempuan yang biasa disapa Muyas ini sudah banyak menghasilkan karya tulis sejak menempuh pendidikan di pondok pesantren.
Tulisannya beraneka ragam. Beberapa karya opini Muyas sudah sering dimuat di berbagai surat kabar. Dia juga sudah melahirkan novel yang saat ini sudah memiliki tiga judul.
Perempuan yang sangat mencintai dunia pendidikan serta bersemangat menghidupkan masjid dengan memantik semangat para pemuda ini telah menunjukkan kecintaan pada menulis dengan sederet karyanya.
Di usianya yang masih belia, Muyas sudah berani menentukan cita-citanya menjadi penulis.
Impiannya yang kala itu masih dianggap sebelah mata dan cenderung diremehkan.
Namun padangan sinis itu bulan pemadam api semangat dalam dirinya. Sebaliknya, perempuan asal Cirebon ini terlecut untuk membuktikan bahwa dirinya mampu meraih impiannya.
Mengenyam pendidikan di pondok pesantren Ali Maksum Yogyakarta, rasa cinta pada dunia sastra semakin terasah. Berbagai buku sastra ia lahap. Karya-karya sastra dari Chairil Anwar, Sutan Ali Syahbana, dan sastrawan senior lainnya jadi makanan sehari-hari.
Keberanian Muyas menulis dimulai kala mengirimkan puisi ke pengurus mading sekolah. Merasa belum punya kepercayaan diri yang besar, puisi karya Muyas itu dibuat menggunakan nama samaran.
Seiring berjalannya waktu, kecintaan Muyas di dunia sastra, menulis, menuntutnnya menjadi perempuan pertama yang menjabat sebagai pimpinan redaksi di madrasah aliyah, tempatnya menuntut ilmu.
Bukan hal mudah bagi dirinya berada di posisi itu. Apalagi sebagai perempuan yang mengganti pimpinan redaksi dari kalangan laki-laki.
Namun kepercayaan dirinya semakin kokoh diiringi niat menjalankan tugas sebaik mungkin.
Tak berhenti di situ, dunia sastra membuat seorang Muyas semakin menggebu untuk menggali potensi lebih dalam.
Ia turut serta dalam komunitas Coret yang diselenggarakan oleh LKiS (Lembaga Kajian Islam dan Sosial).
Dari sinilah, Muyas mendapatkan pengetahuan tentang keberagaman dan toleransi.
Dia juga mulai mengasah kemampuannya dalam menulis esai hingga membuatnya candu. Terlebih tulisan opini yang dikirimkan ke berbagai surat kabar bisa menghasilkan uang.
Tak melulu melahirkan karya berupa non fiksi. Muyas juga mengepakkan karier dengan menulis novel yang di dalamnya turut menyisipkan misi menyuarakan kekerasan seksual, pernikahan anak, dan lingkungan.
Isu-isu tersebut disuarakan Muyas melalui novel yang harapannya bisa dinikmati oleh kalangan siapa saja. Baik remaja hingga ibu rumah tangga.
Tak tanggung-tanggung, Muyas telah melahirkan tiga judul novel yakni Hilda, Cinta Dalam Mimpi, serta Hanna & Syauqi.
Seorang produser bahkan telah mengutarakan niatnya untuk mengangkat karya novel itu menjadi sebuah film. Kontraknya pun sudah ditandatangani.
Di tengah kesibukan mengurus ketiga putra dan mengasuh anak-anak muda di Asrama Kreatif Bil Qalam miliknya bersama sang suami, Muyas kini tengah menggarap novel keempatnya yang tidak jauh dari topik perempuan.
Kabarnya, novel tersebut mengangkat isu difabel yang membuat Muyas belajar keras bahasa isyarat agar pesan yang disuarakan bisa tersampaikan dengan baik kepada pembaca.
Perempuan yang memiliki semangat mengajar dan belajar yang sangat besar ini telah memantapkan hatinya untuk tidak meninggalkan dunia menulis.
“Menulis tidak akan saya tinggalkan. Dan ternyata saya menikmati menulis sastra. Kemungkinan ke depan akan menulis sastra terus, walaupun tidak menutup kemungkinan menulis buku yang lain.” jelas Muyas.
Meski telah melahirkan tiga karya novel, ternyata seorang Muyas masih memiliki impian yang belum tercapai. Ia ingin membuat lembaga pendidikan yang ramah dengan tujuan membantu banyak orang.
“Pingin buat lembaga pendidikan yang ramah. Entah itu SD, SMP, atau SMA. Ingin membantu banyak orang, khususnya perempuan-perempuan yang tidak punya akses pendidikan.” tutur Muyas.
Di akhir wawancara, Muyas memberikan pesan kepada para perempuan:
“Berdaya sejak dari pikiran. Gali terus potensi. Jangan ragu untuk mengembangkan diri. Karena perempuan juga makhluk yang memiliki intelektual. Sehingga layak untuk didengar, layak untuk berperan untuk kemaslahatan umat di bumi. Karena kita sama-sama manusia, sama seperti laki-laki sebagai khalifah fil ard tugasnya itu penting.”
Advertisement
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Peneliti Ungkap Pemicu Perempuan Sanggup Bicara 20 Ribu Kata Sehari?
Penampilan Alya Zurayya di Acara Dream Day Ramadan Fest 2023 Day 6
Bentuk Roti Cokelat Picu Komentar Pedas di Medsos, Chef Sampai Revisi Bentuknya
Mahasiswa Sempat Touch Up di Tengah Demo, Tampilannya Slay Maksimal
Desain Samsung Galaxy S26 Bocor, Isu Mirip iPhone 17 Pro Bikin Heboh Pecinta Gadget
Konser Sejarah di GBK: Dewa 19 All Stars Satukan Legenda Rock Dunia dalam Panggung Penuh Magis
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik