Ilustrasi (Shutterstock)
Dream - Seorang guru honorer di Mojokerto Wiwik Ernawati (39), akhirnya mewujudkan impiannya menjalankan rukun Islam kelima berangkat ke Tanah Suci untuk haji.
Wiwik mulai menjadi guru honorer sejak 2008. Tempat mengajarnya naik turun gunung berjarak 50 kilometer dari tempat tinggalnya.
" Mengajar di daerah Pacet, Mojokerto, sekitar 40 menit naik sepeda motor dari rumah," katanya.
Sejak itu aktivitas kesehariaannya adalah membantu orang tua berjualan cecek di pasar, lalu berangkat mengajar.
" Setiap hari bangun jam 1 dini hari untuk membantu orang tua jualan di pasar. Lalu berangkat mengajar. Pulang sampai rumah jam 6 petang," ujarnya.
Wiwik, yang tinggal di Dusun Mejero, Desa Jumeneng, Kecamatan Mojoanyar, Kabupaten Mojokerto, mengenang honor mengajarnya saat itu hanya Rp24 ribu per bulan. Honornya tetap segitu hingga menikah di tahun 2011.
" Saya menikah di tahun 2011. Bersama suami saat itu kami sepakat, uang dari hasil perayaan nikah digunakan semuanya untuk mendaftar haji," ujarnya.
Wiwik masuk daftar haji 2020. " Tapi suami saya tidak masuk daftar haji. Sempat diusahakan agar bisa berangkat bersama. Ternyata tidak bisa. Akhirnya saya berangkat sendiri," katanya.
Keberangkatannya ke Tanah Suci sempat tertunda akibat pandemi Covid-19. Akhirnya berangkat ke Tanah Suci hari ini bersama rombongan jamaah calon haji kelompok terbang (kloter) 34 Embarkasi Surabaya.
Saat berpamitan menjelang keberangkatan ke Tanah Suci, teman-temannya sesama guru di Mojokerto memberi semangat dengan penuh haru.
Maklum, honor Wiwik sebagai guru tidak tetap saat ini Rp450 ribu per bulan, sangat jauh dari standar upah minimum di kabupaten setempat.
Salah satu teman guru yang telah berstatus aparatur sipil negara (ASN) dan kurang tiga tahun lagi pensiun sampai menitikkan air mata karena sampai hari ini tidak pernah terpikir untuk mendaftar haji. Terlebih daftar tunggu haji jika mendaftar sekarang bisa dipanggil sekitar 30 tahun lagi.
Bagi Wiwik, naik haji untuk melengkapi rukun Islam kelima bukan sekadar panggilan hati. " Saya merasa ada barokah dari aktivitas keseharian mengajar dan keikhlasan dalam membantu orang tua," ucapnya.
Sumber: Liputan6.com
Dream - Menginjakkan kaki di Tanah Suci Mekah untuk menjalankan ibadah haji menjadi impian bagi setiap Muslim. Hanya orang-orang terpilih di mata Allah saja yang dapat pergi menjalankan ibadah haji di sana. Masya Allah!
Bicara soal haji, seorang mualaf asal Timika, Papua, Hasan Adadikam, tak kuasa menahan haru saat pertama kali tiba di Tanah Suci.
Hasan mengaku senang akhirnya bisa berangkat melaksanakan ibadah haji setelah dua tahun tertunda akibat pandemi Covid-19.
" Alhamdulillah merasa bangga. Naik haji ini memang luar biasa, artinya ibadah kita ini khusyuk. Dua tahun lalu tertunda itu rasanya ibadah kita macam terhalang begitu," kata Hasan, di Asrama Haji Sudiang Makassar.
Ia sempat khawatir keberangkatannya kembali tertunda mengingat umurnya yang sudah 65 tahun. Pasalnya, pemerintah Arab Saudi hanya mengizinkan jemaah haji batas usia 65 tahun.
" Saya ini kan sudah tua, umur 65 tahun. Saya bersyukur sekali lagi, karena kemarin juga hampir tertunda dan alhamdulillah akhirnya bisa berangkat hari ini," kata dia.
Hasan menceritakan dirinya menjadi mualaf sejak berusia 30 tahun. Ia sebelumnya memeluk agama Kristen Protestan.
" Bapak dan adik saya pendeta. Saya mualaf sejak umur 30-an. Alhamdulillah Islam ini di hadapan Allah Rahmatan Lil Alamin," tuturnya.
Hasan mengaku berangkat ke Tanah Suci kali ini hanya seorang diri. " Saya sendiri, karena istri sejak tahun 2004 sudah naik haji. Saya berangkatkan dia lebih dahulu. Sekarang baru saya dapat kesempatan dan alhamdulillah," ungkapnya.
Sosok Hasan sendiri dikenal sebagai tokoh masyarakat dan agama di Kabupaten Timika, Papua. Bahkan, ia adalah salah satu koordinator pemekaran Provinsi Papua Tengah.
" Sekarang kita sudah masuk Provinsi Papua Tengah. Kebetulan saya salah satu koordinator pemekaran itu," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Kemenag Papua Barat, Luksen Jems Mayor, mengatakan tahun ini Provinsi Papua Barat mendapatkan kuota 330 orang untuk berangkat haji. Jumlah ini berkurang 50 persen dari seharusnya.
" Kuota Papua Barat seharusnya 725 jemaah. Namun yang terisi tahun ini hanya 330 jemaah, setengah dari kuota itu. Memang terjadi pengurangan," kata dia.
Ia mengaku antusiasme masyarakat Papua Barat untuk melaksanakan ibadah haji cukup tinggi. Bahkan, kata dia, daftar tunggu keberangkatan untuk Papua Barat mencapai 20 tahun.
" Daftar tunggu CJH di Papua Barat sebanyak 11 ribu orang. Mereka itu bisa menunggu kurang lebih 15-20 tahun lamanya," bebernya.
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN
Trik Wajah Glowing dengan Bahan yang Ada di Dapur