Kisah Mohammad Djaelani, Seorang Pekerja Bangunan yang Menabung 42 Tahun untuk Naik Haji

Reporter : Nabila Hanum
Selasa, 14 Juni 2022 11:50
Kisah Mohammad Djaelani, Seorang Pekerja Bangunan yang Menabung 42 Tahun untuk Naik Haji
Selama 42 tahun Djaelani menyisihkan uangnya agar bisa naik haji

Dream - Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Pepatah ini lah yang dipegang oleh Mohammad Djaelani, jemaah haji yang tergabung dalam kelompok terbang (Kloter) 7 Embarkasi Surabaya selama 15 tahun lalu.

Demi bisa menunaikan haji, pria berusia 62 tahun itu sedikit demi sedikit menyisihkan penghasilannya sejak tahun 1980.

Djaelani bukanlah pekerja kantoran yang mendapatkan penghasilan tetap setiap bulan. Ia harus mengumpulkan rupiah demi rupiah sebagai seorang kuli bangunan demi mewujudkan harapannya menunaikan ibadah Haji.

" Saya ini orang miskin, tidak ada bayangan saat itu untuk bisa naik haji. Wong buat makan aja saya mesti susah payah jadi kuli bangunan," kata Djaelani.

1 dari 5 halaman

Tahun 1980, Djaelani mulai mengais rejeki di perantauan sebagai kuli bangunan. Meski tak tentu penghasilan yang bisa ia dapatkan, Djaelani tak lupa menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk ditabung.

" Tahun 2007, uang tabungannya saya terkumpul Rp5 juta. Uang itu saya gunakan beli sapi," ujarnya.

Mohammad Djaelani

Dua tahun berlalu, Djaelani menjual sapinya seharga Rp8 juta. Uang tersebut lantas ia belikan tanah seharga Rp10 juta dengan mencari pinjaman bank untuk menutupi kekurangannya.

Di saat itu, keinginannya pergi haji pun makin membuncah. Ia bernadzar dalam hati, bila ada yang mau membeli tanahnya, maka uangnya akan ia gunakan untuk mendaftar haji.

2 dari 5 halaman

Ternyata keinginan kuat Djaelani untuk berhaji didengar dan dikabulkan oleh Allah SWT. Seorang dermawan mau membeli tanah Djaelani seharga 25 juta rupiah.

" Tanah saya, yang harganya Rp10 juta, tidak pake ditawar langsung dibeli seharga Rp25 juta. Alhamdulillah, uangnya pas buat daftar haji," ungkap Djaelani terharu.

Setelah itu, keberuntungan pun berpihak padanya. Seorang nadzir desa menawarinya untuk membantu tugas modin desa dalam mengurus jenazah. Ia lakoni tugas tersebut dengan tetap menjalani pekerjaannya sebagai kuli bangunan.

" Jadi modin ngurus jenazah, ya kerja seikhlasnya, bayaran seikhlasnya dari Gusti Allah. Saya juga masih tetap kerja bangunan," tuturnya.

Djaelani pun tak menutup mata untuk biaya pelunasan hajinya. Ia pun kembali menabung untuk membeli sapi lagi.

" Alhamdulillah, saya bisa melunasi biaya haji saya dari jualan sapi lagi. Sekarang sapi saya sudah habis," ujarnya.

Djaelani menuturkan hal yang paling utama dalam mendaftar ibadah haji adalah memiliki keinginan yang sangat kuat.

" Insya Allah kalau niat kita sudah bulat, Allah akan bukakan jalan dari pintu mana saja, bahkan yang tidak terduga sekalipun," pungkasnya.

3 dari 5 halaman

Kisah Kakek Tukang Becak Ajak Istri Naik Haji: Ada Panggilan Gusti Allah

Dream - Beribadah haji memang butuh biaya tak sedikit. Meski demikian, jika Allah menghendaki, orang dengan penghasilan kecil pun bisa terbang ke Tanah Suci untuk menunaikan rukun Islam ke lima itu.

Dengarlah kisah Eme Karma Ardali. Pria 62 tahun itu hanya bekerja sebagai penarik becak. Namun nyatanya, pria yang saban hari mangkal di depan Kantor Pos Kadipaten Majalengka, Jawa Barat, itu bisa mengajak sang istri, Icih Salsih Surya (57) berangkat haji bersama.

" Alhamdulillah tukang becak bisa berangkat haji karena ada panggilan Gusti Allah," ucap Eme dalam bahasa Sunda saat ditemui di Asrama Haji Bekasi.

4 dari 5 halaman

Pasangan ini masuk ke Asrama Haji Bekasi pada Sabtu 11 Juni 2022. Raut bahagia meruap dari wajah kedua jemaah yang tergabung dalam kelompok terbang JKS 11 tersebut.

Eme mendaftarkan haji pada tahun 2012. Mereka selama puluhan tahun menyimpan sebagian penghasilannya di celengan di rumah. Tekad tebal untuk naik haji membuat tabungan itu terus tumbuh.

" Paling besar penghasilan Rp50 ribu. Ya kadang-kadang becak mah dapat Rp50 ribu, Rp20 ribu dipakai (untuk kebutuhan sehari-hari), 30 ribu ditabung," ungkap Icih.

5 dari 5 halaman

Eme dan Icih semestinya berangkat haji pada 2020. Namun, akibat pandemi, keberangkatan keduanya terpaksa ditunda. Tahun ini, mereka lega karena masih diberi kesempatan beribadah haji.

" Rasa bahagia dan lega. Bahagia luar biasa karena ada panggilan haji ini," ungkap Eme. Pasangan ini sudah menyiapkan doa khusus di Tanah Suci. Mereka ingin ketiga anaknya selamat, sukses, dan panjang umur.

Beri Komentar