'Circular Fashion', Siklus Dinamika Dunia Mode yang Berkelanjutan

Reporter : Dwi Ratih
Rabu, 23 Februari 2022 15:59
'Circular Fashion', Siklus Dinamika Dunia Mode yang Berkelanjutan
Konsep fesyen sirkular atau circular fashion sendiri mendorong masyarakat untuk lebih berkesadaran dalam mengonsumsi produk-produk fesyen.

Dream - Lebih memperhatikan fungsi, mengutamakan kualitas, dan memilih desain yang mudah dipadupadankan, konsep fesyen sirkular atau circular fashion membuat para fashionista bisa berkreasi dalam gaya pakaian yang lebih universal dan abadi.

Secara tidak langsung, kita telah berkontribusi untuk mengurangi sampah dan limbah tekstil.

Konsep fesyen sirkular atau circular fashion sendiri mendorong masyarakat untuk lebih berkesadaran dalam mengonsumsi produk-produk fesyen.

Sederhananya, fesyen sirkular ini didefinisikan sebagai produk mode yang dirancang, bersumber, diproduksi, dan dilengkapi dengan tujuan memperpanjang manfaat dari sebuah rantai produksi dan konsumsi sehingga bisa menggunakan sumber daya dengan lebih efisien (resource efficiency).

Fesyen sirkular juga memastikan daya guna sebuah siklus tetap berputar, mulai dari rancangan pakaian, berapa lama daya pakainya, pemilihan bahan pakaian yang berkelanjutan, sampai proses produksi yang mendukung kesejahteraan pekerja.

Dengan kata lain, penerapan fesyen sirkular mampu meminimalkan limbah dan polusi dari industri tekstil.

Dua tahun terakhir, pandemi COVID-19 menghambat proses produksi dan supply chain ritel sehingga industri fesyen tidak hanya mengalami perubahan drastis dalam kebiasaan berbelanja, tetapi juga menyesuaikan desain pakaian yang lebih mengedepankan fungsi serta keberlanjutan agar tetap bertahan di masa pandemi.

Di kondisi yang sama, konsumen juga mulai aktif menyuarakan kepedulian mereka atas dampak industri fesyen terhadap lingkungan. Mau tidak mau, para pelaku industri fesyen beradaptasi dan berupaya menerapkan fesyen sirkular secara bertahap.

1 dari 5 halaman

Limbah tekstil di balik fesyen cepat

Sedangkan fesyen cepat (fast fashion) merupakan metode desain, pembuatan, dan pemasaran yang fokus pada pakaian yang diproduksi secara massal.

Istilah ini digunakan industri tekstil yang memiliki model bisnis dengan meniru dan memperbanyak desain fesyen kelas atas sehingga menimbulkan berbagai masalah, seperti sumber daya yang menipis, sampai penumpukan limbah berbahaya.

Penumpukan limbah tekstil yang diakibatkan rendahnya kualitas material menjadikan industri ini sebagai polutan kedua terbesar di dunia.

Bahkan produsen fesyen cepat kini tidak hanya merilis tren fesyen untuk dua musim dalam setahun, tetapi juga merilis hingga 52 koleksi mikro per tahun.

Dengan adanya pembaruan micro collection, konsumen akan lebih sering membeli pakaian agar tetap mengikuti tren. Padahal, tiap helai pakaian hanya digunakan rata-rata tujuh kali sebelum akhirnya tak lagi dikeluarkan dari lemari pakaian.

Selain menimbulkan limbah, tingginya produksi pakaian dalam waktu singkat juga berdampak terhadap pencemaran kualitas lingkungan. Pengolahan dan pewarnaan tekstil mencemari 20 persen air di kawasan industri, di mana limbah pada air mengandung bahan-bahan berbahaya seperti merkuri dan arsenik.

2 dari 5 halaman

Berpacu dalam laju Fesyen Lambat (Slow Fashion) yang Berkelanjutan

Sadar akan dampak negatif fesyen cepat yang berpengaruh terhadap lingkungan hidup, kini semakin banyak pihak yang tergerak untuk memperlambat laju limbah tekstil melalui fesyen lambat (slow fashion) yang mengutamakan pemilihan bahan dan proses produksi yang ramah lingkungan, dan menggunakan material berkualitas tinggi.

Hal-hal sederhana ini mampu memperpanjang usia pakai pakaian. Konsep fesyen lambat akan membuat industrifesyen berjalan selaras dengan konsep ekonomi sirkular.

“ Ekonomi sirkular merupakan kerangka ekonomi yang berupaya untuk memperpanjang siklus hidup dari suatu produk, bahan baku dan sumber daya yang ada, sehingga bisa dipakai selama mungkin,” ujar Deputi Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Arifin Rudiyanto pada keterangannya Rabu, 23 Februari 2022.

Sebagai salah satu upaya mengurangi dampak negatif dari produksi tekstil, hasil penelitian McKinsey menunjukkan bahwa pakaian yang digunakan dua kali lipat lebih lama akan mengurangi 44% emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh industri tekstil.

Hal ini diikuti para produsen fesyen yang mulai mengambil langkah dalam melanggengkan penggunaan pakaian sebagai upaya pengurangan emisi gas rumah kaca.

Brand SukkhaCitta, misalnya, berkomitmen untuk menerapkan konsep farm-to-closet, yaitu sistem rantai pasokan yang melibatkan pengolahan bahan baku dari hasil pertanian regeneratif dan penggunaan bahan berkualitas dengan daya pakai yang tinggi.

3 dari 5 halaman

Konsep 9R

Kini, siklus daur ulang pengelolaan sampah yang awalnya dikenal dengan 3R (reduce-reuse-recycle), dalam ekonomi Sirkular telah diuraikan lebih jauh menjadi 9R yang penerapannya dapat dicontohkan sebagai berikut:

Refuse: Memaksimalkan padu padan setiap helai pakaian yang ada di lemari tanpa membeli pakaian baru. Konsep ini dikenal dengan istilah capsule wardrobe.

Rethink: Menyewakan pakaian yang masih sangat layak atau jarang digunakan, misalnya baju pengantin, gaun pesta, setelan tuksedo, dan sebagainya.

Situs www.styletheory.co misalnya, menghadirkan layanan berlangganan sewa berbagai jenis pakaian untuk memperpanjang daya guna pakaian.

Reduce: Memilih produk fesyen dengan bahan alami untuk mengurangi kandungan bahan kimia berbahaya pada limbah tekstil yang dihasilkan dalam proses produksi.

Reuse: Memilih barang-barang secondhand dengan thrifting.

Repair: Memperbaiki kondisi pakaian yang kita miliki, misal memasang kembali kancing yang lepas, mengganti resleting yang rusak, atau memperbaiki jahitan yang terlepas.

Refurbished: Memanfaatkan pakaian-pakaian yang sudah usang atau kotor dengan menambahkan bordir atau sulaman untuk menutupi noda yang tidak bisa hilang dan menisik celana jeans yang sobek.

Remanufacture: Memanfaatkan bagian-bagian tertentu dari suatu pakaian yang masih layak dan memadukannya dengan pakaian lain untuk mendapatkan gaya yang benar-benar baru, misalnya kerah baju tartan dijahitkan pada bagian leher kaos putih polos.

Repurpose: Mengubah fungsi suatu pakaian, misalnya mengubah celana jeans menjadi rok midi, membuat selimut patchwork dari potongan-potongan pakaian, dan membuat boneka-boneka kecil dari kaos kaki.

Recycle: Memilah pakaian secara berkala kemudian pakaian yang sudah dipilah didonasikan ke recycle box

Recovery: Memulihkan energi dari limbah dan material pakaian yang tersisa menggunakan berbagai macam teknologi waste-to-energy

4 dari 5 halaman

Kata pakar soal fesyen sirkular

“ Konsumen akan menyadari bahwa tampilan produk yang sepintas terlihat tidak mengikuti tren, ternyata memiliki daya guna dan nilai lingkungan yang istimewa sehingga mendukung fesyen sirkular,” kata Vanessa Letizia, Direktur Eksekutif dari Greeneration Foundation, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup.

Circular fashion© Greenerationo Foundation

“ Dengan melihat kedua faktor tersebut, konsumen juga harus semakin jeli meneliti produk yang dibelinya, terbiasa mengkritik produsen yang belum mendukung lingkungan, berusaha sebisa mungkin memperpanjang daya guna tekstil, dan bahkan memahami kandungan bahan baku tekstil yang tidak berbahaya untuk menghindari pencemaran oleh limbah tekstil,” jelasnya.

Vanessa juga menegaskan bahwa Penerapan 9R dalam industri tekstil dan penggunaan produk tekstil merupakan sebuah siklus kebiasaan untuk tampil gaya yang sejalan dengan tanggung jawab kita untuk merawat bumi, atau dapat kita istilahkan dengan fesyen Sirkular.

5 dari 5 halaman

Fesyen sirkular dalam melanggengkan ekonomi

Dengan adanya fesyen sirkular ini diharapkan produsen dapat menetapkan rancangan yang lebih tahan lama dan memperhatikan efisiensi sumber daya sehingga dapat memastikan produk tersebut bisa digunakan kembali untuk tahapan siklus selanjutnya.

Di satu sisi, pemerintah Indonesia telah berkomitmen dalam upaya penanggulangan permasalahan ekonomi, sosial dan lingkungan melalui ekonomi sirkular dan pembangunan rendah karbon (PRK).

PRK merupakan program prioritas pembangunan yang strategi penerapannya berkaitan erat dengan ekonomi sirkular, yaitu pembangunan energi berkelanjutan, penanganan limbah, dan pengembangan industri hijau.

Circular fashion© Greeneration Foundation

Langkah-langkah ekonomi sirkular yang diterapkan pada industri tekstil bukanlah sekadar manajemen pengelolaan limbah, melainkan manajemen pengelolaan sumber daya.

Produksi tidak lagi mengambil bahan mentah dari alam, tetapi mendaur ulang materi yang sudah pernah diolah sehingga apabila diakumulasikan, akan terjadi penghematan modal dan sumber daya.

Penerapan ekonomi sirkular pada produk fesyen sebagai bagian dari sektor tekstil bersama dengan penerapan pada empat sektor prioritas lainnya berpotensi menghasilkan produk domestik bruto sebesar Rp593–638 triliun pada tahun 2030.

Penerapan ekonomi sirkular dalam industri tekstil berpotensi meningkatkan pemberdayaan perempuan secara signifikan, mengingat sekitar 58 presen perempuan di Indonesia terlibat dalam industri ini.

Konsumen juga diharapkan agar semakin konsisten memilih produk-produk yang ramah lingkungan dan berkelanjutan sehingga seluruh pihak yang terlibat bisa mendukung pertumbuhan ekonomi yang berwawasan lingkungan.

Beri Komentar
Jangan Lewatkan
More