Salah Kaprah HIV/AIDS

Reporter : Cynthia Amanda Male
Selasa, 4 Desember 2018 13:02
Salah Kaprah HIV/AIDS
Masih banyak orang yang berpikir bahwa penyakit mematikan ini bisa menular lewat berenang bersama atau memakai alat makan yang sama.

Dream - Adanya pengobatan untuk berbagai penyakit, terkadang belum cukup menggerakkan hati pengidapnya untuk menjalani perawatan demi kualitas kehidupan yang lebih baik. Banyak yang cenderung malu dan pasrah begitu saja.

Hal ini terjadi pada pengidap HIV/AIDS. Tersedianya sistem pengobatan yang didukung langsung oleh pemerintah, hanya dinikmati oleh 15 persen dari jumlah total pengidap HIV/AIDS seluruh Indonesia, yaitu 630 ribu.

" Kita perlu cari info yang benar tentang HIV/AIDS untuk mencegah penularan dan mengendurkan stigma," kata Endang Budi Hastuti, Kepala Sub-Direktorat HIV/AIDS dan PIMS Kementerian Kesehatan RI di Gran Melia, Jakarta Selatan, 3 Desember 2018.

Selama ini, masih banyak orang yang berpikir bahwa penyakit mematikan ini bisa menular lewat gigitan nyamuk, tinggal bersama, berenang bersama atau memakai alat makan yang sama.

Padahal, kata dia, HIV/AIDS hanya bisa tertular lewat hubungan seks berisiko, produk darah dan diturunkan oleh ibu ke anak.

Stigma lainnya adalah HIV/AIDS banyak diidap oleh para transgender. Padahal, penyakit ini bisa diidap oleh semua jenis kelamin.

" Penyebab terbesar HIV/AIDS di Indonesia adalah hubungan heteroseksual dan anal seks. Anal seks berisiko melukai kelamin sehingga potensi ditularkan sangat besar," ujarnya.

Kurang dan salahnya informasi tentang penyakit ini juga merupakan salah satu penyebab Papua menjadi provinsi dengan jumlah pengidap HIV/AIDS terbesar.

" Kurangnya info dan kegiatan heteroseksual yang menyebabkan Papua memiliki jumlah pengidap yang besar," jelasnya.

Untungnya, daerah tersebut sudah didukung dengan fasilitas pengobatan ART (Antiretroviral Therapy) dan tes laboratorium untuk penyakit HIV/AIDS, sifilis dan hepatitis B.

Pemerintah pun telah menyebarkan informasi seputar penyakit ini lewat berbagai media dan bekerja sama dengan komunitas maupun LSM untuk menyediakan kondom.

" Yang perlu dilakukan adalah cari info yang benar dan tes lab. Kalau hasilnya positif, dokter akan memulai ART. Sebaiknya pengidap didampingi keluarga, atau akan ada tim di luar rumah sakit seperti komunitas yang akan mendampingi supaya nyaman," ungkap Endang. (ism)

Beri Komentar