Bukan Perokok, Tetap Bisa Terkena Kanker Paru-Paru

Reporter : Mutia Nugraheni
Senin, 3 Desember 2018 10:29
Bukan Perokok, Tetap Bisa Terkena Kanker Paru-Paru
Kanker yang dialami seseorang dipengaruhi gaya hidup.

Dream - Kanker paru-paru termasuk penyakit yang sangat mematikan. Gejala berupa batuk biasa dan penderita biasanya baru memeriksakannya ketika kanker sudah stadium tinggi.

Seperti yang terjadi pada Kepala Pusat Data dan Informasi Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho.

Begitu juga pada mendiang Endang Rahayu Sedyaningsih, Menteri Kesehatan di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Ia meninggal dunia karena penyakit kanker paru-paru stadium tinggi.

Baik Sutopo maupun Endang, bukan seorang perokok.  Lalu bagaimana bisa, seorang yang tak merokok sama sekali terkena kanker paru-paru? Dokter patologi anatomi, Evlina Suzanna memberikan penjelasan.

" Karena sistem kekebalan tubuh dan genetik setiap orang berbeda-beda. Genotip atau gen yang berbeda-beda ini akan memengaruhi kerentanan genetik," kata Evlina di Jakarta beberapa waktu lalu.

Mutasi genetik pada tubuh individu juga berbeda-beda. Ada gen yang lebih rentan terkena serangan bakteri dan virus pemicu kanker.

Sel kanker pun bisa tumbuh dan berkembang. Dalam berbagai kasus, kanker yang dialami seseorang dipengaruhi gaya hidup, bukan faktor keturunan.

" Gen mana yang lebih berisiko itu ada. Tergantung kerentanan genetiknya. Mutasi genetik juga beda-beda tiap individu," Evlina melanjutkan. 

1 dari 4 halaman

Zat Radon Jadi Salah Satu Penyebabnya

Dari data American Cancer Society 2018, sebanyak 20 persen orang yang meninggal akibat kanker paru di Amerika Serikat setiap tahun. Mereka tidak pernah merokok atau menggunakan bentuk tembakau lainnya.

Salah satu penyebabnya adalah karena paparan gas radon, hal ini menurut US Environmental Protection Agency (EPA).

Rontgen

 

Radon menyumbang sekitar 21.000 kematian akibat kanker paru setiap tahun. Sekitar 2.900 kematian terjadi di antara orang yang tidak pernah merokok.

 

Radon terjadi secara alami di luar rumah dalam jumlah yang tidak berbahaya, tetapi kadang terkonsentrasi di rumah-rumah yang dibangun di atas tanah dengan endapan uranium alamiah. Studi menemukan, risiko kanker paru lebih tinggi pada mereka yang telah tinggal selama bertahun-tahun di rumah yang terkontaminasi radon.

(ism, Laporan: Fitri Haryanti Harsono/ Liputan6.com)

2 dari 4 halaman

Waspadai Gejala Batuk Berkepanjangan

Dream - Sahabat Dream tentu pernah mengalami sakit batuk. Seringkali batuk menjadi penyakit yang diremehkan masyarakat. Padahal, berbagai penyakit berbahaya dimulai dari gejala batuk.

Kanker Paru-paru Nomor 1 Sebabkan Kematian di Indonesia

Apabila mengalami batuk berkepanjangan, Sahabat Dream harus berhati-hati, bisa jadi itu gejala kanker paru-paru. Tak jarang, batuk berkepanjangan itu sering keluar darah.

" Kalau batuk selama 4 minggu tidak sembuh-sembuh, ada indikasi infeksi atau TBC. Kalau 8 minggu tidak sembuh-sembuh, bisa jadi ada keganasan. Jadi, harus diperiksakan. Jangan hanya konsumsi obat warung," ujar Alex Ginting, Pulmonologist di Gran Melia, Jakarta Selatan, Rabu 28 November 2018.

Pemeriksaan ini juga mencegah keterlambatan penanganan. Apalagi, jika diketahui pasien telah memasuki stadium akhir.

" Hampir seluruh pasien yang datang ke rumah sakit sudah berada di stadium 3B hingga 4" .

 

 

3 dari 4 halaman

Disertai Sesak dan Nyeri Dada

Selain batuk yang tidak sembuh-sembuh. Gejala lainnya pun tidak khas, seperti sesak napas, nyeri dada, kelelahan tanpa sebab jelas.

Kenali Gejala Kanker Paru-paru Sebelum Terlambat

Kadang muncul pembengkakan di muka maupun leher, sakit kepala serta tulang, berat badan menurun, suara serak, sulit menelan, dan ujung jari menjadi cembung.

Pentingnya mengenali gejala dan penanganan dini bukan hanya untuk mencegah parahnya penyakit, tapi juga mengetahui metode penyembuhan paling tepat.

4 dari 4 halaman

Metode Pemeriksaan

" Setiap orang penanganannya berbeda. Tidak hanya kemoterapi dan radiasi saja. Supaya lebih tepat, bisa melakukan pemeriksaan EGFR dan ALK," kata dr. Alex Ginting.

Dengan pemeriksaan EGFR dan ALK, dokter bisa mengetahui apa yang dibutuhkan oleh genotipe seseorang.

Namun, pemeriksaan ini cukup mahal dan masih jarang dipraktikkan di pasaran.

" Biayanya mencapai 6 digit. Baru ada di beberapa tempat seperti Dharmais, Siloam dan perusahaan farmasi lainnya," imbuhnya.

Kamu juga bisa memilih metode pemeriksaan umum seperti CT Scan, tes darah abnormal, X-ray dan MRI. (ism)

 

Beri Komentar