Profesor Farmasi UGM Jelaskan Arti dari Nilai Efikasi Sinovac 65,3%

Reporter : Mutia Nugraheni
Selasa, 12 Januari 2021 19:36
Profesor Farmasi UGM Jelaskan Arti dari Nilai Efikasi Sinovac 65,3%
Mungkin masih banyak yang bingung dengan istilah efikasi.

Dream - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada 11 Januari 2021 kemarin mengumumkan sudah memberikan izin edar darurat pada vaksin Covid-19 produksi Sinovac Biotech, CoronaVac. Hasil uji klinik tahap tiga yang digelar Biofarma di Bandung, menunjukkan kalau nilai efikasi vaksin tersebut 65,3%.

Mungkin masih banyak yang bingung dengan istilah efikasi. Profesor Zullies Ikawati, Apt, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada (UGM), memberikan penjelasan melalui keterangan tertulis terkait efikasi pada vaksin CoronaVac.

Menurut Prof Zullies, vaksin dengan efikasi atau kemanjuran 65,3% dalam uji klinik berarti terjadi penurunan 65,3% kasus penyakit pada kelompok yang divaksinasi dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksinasi (atau plasebo). Angka tersebut didapatkan dalam suatu uji klinik yang kondisinya terkontrol.

Melihat uji klinik CoronaVac di Bandung yang melibatkan 1.600 orang, terdapat 800 subyek yang menerima vaksin, dan 800 subyek yang mendapatkan placebo (vaksin kosong). Jika dari kelompok yang divaksin ada 26 yang terinfeksi (3.25%), sedangkan dari kelompok placebo ada 75 orang yang kena Covid (9.4%).

" Maka efikasi dari vaksin adalah (0.094 – 0.0325)/0.094 x 100% = 65.3%," kata profesor Zullies.

 

1 dari 4 halaman

Jadi yang menentukan adalah perbandingan antara kelompok yang divaksin dengan kelompok yang tidak. Efikasi ini akan dipengaruhi dari karakteristik subjek ujinya. Jika subjek ujinya adalah kelompok risiko tinggi, maka kemungkinan kelompok placebo akan lebih banyak yang terpapar, sehingga perhitungan efikasinya menjadi meningkat.

Jadi misalnya pada kelompok vaksin ada 26 yang terinfeksi, sedangkan kelompok placebo bertambah menjadi 120 yg terinfeksi, maka efikasinya meningkat menjadi 78.3%. Uji klinik di Brazil menggunakan kelompok berisiko tinggi yaitu tenaga Kesehatan, sehingga efikasinya diperoleh lebih tinggi.

Sedangkan di Indonesia menggunakan populasi masyarakat umum yang risikonya lebih kecil. Jika subyek ujinya berisiko rendah, apalagi taat dengan prokes, tidak pernah keluar rumah sehingga tidak banyak yg terinfeksi, maka perbandingan kejadian infeksi antara kelompok placebo dengan kelompok vaksin menjadi lebih rendah, dan menghasilkan angka yang lebih rendah.

" Katakanlah misal pada kelompok vaksin ada 26 yg terinfeksi COVID (3,25%) sedangkan di kelompok placebo cuma 40 orang (5%) karena menjaga prokes dengan ketat, maka efikasi vaksin bisa turun menjadi hanya 35%," ujar profesor Zullies.

Selalu ingat #PesanIbu untuk selalu mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak untuk pencegahan virus COVID19. Jika tidak, kamu akan kehilangan orang-orang tersayang dalam waktu dekat.

2 dari 4 halaman

Setelah Vaksin Covid-19 Full Dose Diberikan, Antibodi Tak Langsung Terbentuk

Dream - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada 11 Januari 2021 mengumumkan sudah mengeluarkan izin edar darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin covid-19, CoronaVac yang diproduksi oleh Sinovac BioTech. Rencananya, Presiden Jokowi bakal mendapatkan vaksin tersebut pada 13 Januari 2021 mendatang.

Selanjutnya tenaga kesehatan bakal jadi kelompok prioritas yang mendapat vaksin tersebut. Vaksin bakal diberikan dua kali, melalui suntikan dengan dosis 0,5 ml. Jarak antara vaksin pertama dan kedua adalah 14 hari.

Setelah Vaksin Covid-19 Full Dose Diberikan, Antibodi Tak Langsung Terbentuk

Bila sudah disuntikkan vaksin dua kali, makan sudah mendapat full dose. Penting diketahui, setelah disuntik antibodi tak langsung terbentuk terhadap virus Covid-19. Profesor Sri Rezeki Hadinegoro, Ketua Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), memberikan penjelasan pada konferensi pers yang digelar BPOM, Senin 11 Januari 2021.

" Hal yang harus diperhatikan setelah disuntik 2 kali, antibodi gak langsung tinggi. Perlu waktu, paling tidak setelah 14 hari hingga 1 bulan baru maksimal. Di waktu itu orang masih rentan (tertular) maka masker tak boleh lepas. Maka kita hrus bersama-sama diimunisasi, itu kuncinya," ujar Prof Sri.

 

3 dari 4 halaman

Ketua PP. Perhimpunan Alergi dan Immunologi Indonesia / Wakil Ketua Bidang PR PB IDI, Prof. DR. Dr. Iris Rengganis, SpPD-KAI juga menjelaskan kalau vaksin tak bisa langsung diberikan dua dosis. Vaksin bakal diberikan dalam dua kali suntikan secara bertahap.

" Vaksinnya 2 kali karena vaksinnya mati (inactivated) tidak berkembang biak lagi dalam tubuh. Sistem imun tubuh tak bisa menerima langsung 2 dosis. Tunggu dua minggu dan terus lakukan 3 M jangan sampai ada miskomunikasi," kata Iris dalam kesempatan yang sama.

Setelah disuntik vaksin full dose, penting diketahui, kalau tak lantas si penerima bakal kebal terhadap Covid-19. Menurut Profesor Sri, tak ada vaksin apapun yang bisa memberikan perlindungan seratus persen. Vaksin yang diberikan akan bekerja 'membantu' tubuh bila tertular kondisinya tidak sampai parah.

Selalu ingat #PesanIbu untuk selalu mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak untuk pencegahan virus COVID19. Jika tidak, kamu akan kehilangan orang-orang tersayang dalam waktu dekat.

4 dari 4 halaman

BPOM Keluarkan Izin Darurat Vaksin Covid-19 CoronaVac

Dream - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) hari ini, 11 Januari 2021 mengumumkan sudah mengeluarkan izin edar vaksin CoronaVac, yang diproduksi oleh Sinovac Biotech. Tentunya izin ini bukan izin edar biasa tapi bersifat darurat atau Emergency Use Authorization (EUA).

Uji klinis tahap tiga sudah dilakukan di Brasil dan hasilnya, vaksin Sinovac 78 persen efektif mencegah Covid-19. Sementara di Bandung hasil efektivitasnya 65,3 persen. Angka tersebut sudah sesuai dengan standar WHO di mana angkanya minimal 50 persen.

" BPOM melakukan evaluasi pengasawan bahan baku, proses pembuatan hingga produk, sesuai standar internasional. BPOM melalui pengujian obat, pemastian badge, pelulusan bagde, untuk Covid-19 dari WHO maka CoronaVac memenuhi persyaratan untuk diberikan EUA," kata Dr. Ir. Penny K. Lukito, ketua BPOM dalam acara yang disiarkan langsung dari gedung BPOM, 11 Januari 2021.

Penerbitan EUA ini juga dilakukan oleh sejumlah negara. Hal ini karena persyaratan EUA dari WHO terpenuhi, salah satunya karena pemerintah telah menetapkan kondisi kedaruratan Covid-19.

" Penerapan ini dilakukan semua regulator obat di seluruh dunia, secara internasional EUA selaras dengan panduan WHO dengan kriteria keadaan kedaruratan oleh pemerintah, terdapat cukup bukti ilmiah, memiliki mutu standar, kemanfaatan lebih besar dari risiko berdasarkan pada kajian klinik dan non klinik dan belum ada alternatif pengobatan atau pencegahan penyakit," kata Peni.


Selalu ingat #PesanIbu untuk selalu mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak untuk pencegahan virus COVID19. Jika tidak, kamu akan kehilangan orang-orang tersayang dalam waktu dekat.

Beri Komentar