Yang Tertatih di Usia Senja

Reporter : Mutia Nugraheni
Minggu, 3 Desember 2017 22:10
Yang Tertatih di Usia Senja
Masa keemasan meninggalkan mereka. Meniti kehidupan baru denga tertatih. Inilah kisah pilu para artis lawas berjuang hingga akhir hayat.

Dream - Laila Sari sedang sumringah. Pagi itu dia sudah berdandan. Berbaju muslimah dan kerudung biru. Di bahunya tas putih dijinjing. Usianya memang tak muda lagi. Sudah 80 tahun. Tapi sisa-sisa kecantikan di balik keriput wajah itu masih terlihat.

Di pagi itu, Mak Laila, biasa dipanggil, berjalan sendiri. Menuju Musholla Al-Kamaliah, di Kelurahan Tangki, Jakarta Barat. Bukan hendak sholat atau ikut pengajian. Mak Laila bergegas untuk ikut mengantre. Ada sekitar lima wanita sudah berbaris di depannya. Obrolan singkat jadi penghibur saat menunggu giliran.

Secarik kertas digenggam Mak Laila di tangan kanannya. Tertulis angka 348. Kepada seorang pria paruh baya, kertas itu disodorkannya. Ditukar seplastik berisi daging.

" Alhamdulillahnya Mak juga dapat bagian," ujar Mak Laila sumringah.

Artis tiga generasi itu bukan sedang syuting. Apalagi bikin gimmick. Mengantre sekantong daging kurban dijalani Mak Laila pada hari Idul Adha dua tahun lalu.

Laila Sari

Miris, tapi itulah kehidupan sebernarnya Mak Laila. Di balik gemerlap dunia hiburan, artis bersuara cadas itu ikut mengantre pembagian daging kurban Idul Adha. Tak pernah terbayangkan sama sekali.

Nur Laila Sari Jahrotuljannah, begitu nama lengkapnya. Pada Senin, 20 November 2017, Mak Laila tutup usia. Tak ada firasat dirasakan keluarga saat wanita 82 tahun itu dipanggil Sang Kuasa. Kematiannya membuka tabir pilu kehidupan pilu seorang artis yang mulai aktif sejak 1955.

Menjalani masa tua, Lady rocker yang sudah membintangi 26 film layar lebar itu hidup dalam keprihatinan. Tak menikmati masa pensiun layaknya artis-artis ternama. Untuk makan sehari-hari saja, Mak Laila harus mengutang ke warung. Uang hasil mangggung tak selalu datang tiap hari.

Danny Komara, keponakan mendiang punya cerita pilu tentang kehidupan bibinya. Dia bercerita, sampai akhir hayatnya, Mak Laila cuma punya satu keinginan. Membetulkan atap rumah belakang yang sudah bocor. Harapan yang tak terkabul karena ajal keburu menjemputnya.

Ditinggal sang suami pada 2000, Mak Laila jadi tulang punggung keluarga. Menjadi ayah, ibu, sekaligus nenek bagi cucu-cucunya. Meski kepayahan, dapur harus terus mengepul. Tampil di layar televisi dilakoni. Meski badan sudah tak kuasa menopang

Hingga saat-saat terakhir hidupnya, Mak Laila masih menjalani syuting di sebuah acara televisi. Semua demi mendapat bayaran. Penyambung kehidupan.

Pedihnya masa tua pesohor tak hanya dialami Mak Laila. Banyak artis lawas hidup pas-pasan. Padahal semasa muda bergelimang ketenaran. Bukan keinginan mereka hidup susah di masa senja. Catatan nasib yang membawa mereka.

 

 

1 dari 4 halaman

Pak Raden Tak Lagi Galak

Pak Raden Tak Lagi Galak © Dream

Pak Raden, begitu orang mengenal sosoknya. Tak banyak yang tahu jika sosok yang identik dengan blankon, beskap, dan tongkat ini bernama asli Drs Suyudi. Di tanganya, lahir tokoh boneka paling fenomenal. Namanya Pak Raden. Si kakek pemarah di film Unyil. Tak dinyana, kehidupan masa tua dilalui penuh perjuangan.

Suyudi memilih tidak menikah sepanjang hidupnya. Hanya tinggal bersama dua asisten di rumah sederhana di Jalan Petamburan III No 27, Jakarta Barat.

Terdapat dua kursi reyot, radio kaset, boneka dari karakter Unyil yang sudah lusuh di rumahnya. Tampak juga tumpukan lukisan karyanya. Ada yang tertulis " dijual" , ada juga yang disimpannya.

Pak Ogah di pemakaman Pak Raden

Sebagai seniman sejati, hidup Pak Raden memang didedikasikan seluruhnya untuk seni. Bahkan dari karakter yang diciptakannya " Si Unyil" , sang maestro tak mendapat royalti satu sen pun. Untuk bertahan hidup, Suyudi hanya menjual hasil lukisannya. 

Pernah juga ia 'mengamen' dengan berdongeng dan bernyanyi demi bisa mendapatkan uang sekedar untuk makan. Kebutuhan listrik seringkali mendapat bantuan dari tetangga dan kerabat. Segala barang-barang berharga yang dimiliki telah dijualnya demi bertahan hidup.

Saat tahu kondisi Pak Raden yang sakit dan tak mendapat royalti, banyak masyarakat ikut menggalang dana untuk membantunya pada 2015. Ia bahkan mendapat rumah dari sebuah program televisi agar bisa hidup lebih layak.

Belum sempat menjalani pengobatan menyeluruh dan menempati rumah barunya, Pak Raden dipanggil Allah SWT. Beliau meninggal dunia dalam usia 82 tahun pada 30 Oktober 2015 karena infeksi paru-paru.

 

2 dari 4 halaman

Si Kentung yang Pulang Kampung

Si Kentung yang Pulang Kampung © Dream

Tubuh tambunnya hanya tergolek lemah di tempat tidur. Kakinya tak bisa lagi digerakkan. Dia mengalami kelumpuhan. Untuk bisa ke kamar mandi, pria itu harus menggelindingkan tubuhnya.

Di masa-masa akhir hidupnya, pria bernama Bambang Triyono tinggal di sebuah rumah kos sederhana di Sardonoharjo, Sleman, Yogyakarta. Ukurannya 3x4. Ventilasi minim dan berbau tak sedap. Pada 2010, Bambang memang tak bisa lagi beraktivitas seperti biasa.

Kelumpuhan merenggut kehidupannya. Tak selesai sampai di situ, sang istri juga mengajukan gugatan cerai. Anak Bambang tak bisa maksimal merawatnya karena pemasukan sebagai buruh cuci piring juga tak begitu besar.

Dari keterangan warga sekitar, sang anak hanya sesekali menengok Bambang. Untuk bisa hidup di kos-kosan tersebut, ia mendapat bantuan dari relawan. Padahal pada 90-an, sosoknya sebagai pelawak cukup terkenal.

Nama Bambang mungkin terdengar asing. Namun bagaimana dengan sosok jin jahat bertubuh tambun dalam sinetron Tutul dan Mbak Yul bernama Si Kentung. Pada sekitar Juni 2015, kisah kehidupan miris Bambang viral di media sosial.

Petugas Dinas sosial Yogyakarta kemudian mendatanginya. Mereka ingin memindahkan Bambang ke Panti Jompo agar mendapat perawatan yang layak. Namun hal itu tak bisa dilakukan. Usia Si Kentung masih 58 tahun. Kurang dua tahun untuk bisa masuk Panti Jompo milik Pemda Yogyakarta.

Tak dapat dirawat di panti jompo, Bambang hanya bisa bergantung pada sumbangan relawan. Ada uang sebesar Rp 2 juta yang telah terkumpul. Bambang tampak terharu saat mendapat bantuan tersebut. Tapi umurnya tak panjang. Empat hari setelah bantuan diberikan, tepatnya 27 Februari 2015, Si Kentung menghembuskan napas terakhir.

3 dari 4 halaman

'Om Jin' Sendirian

'Om Jin' Sendirian © Dream

Kakek itu keliling saban hari di daerah rumahnya di Rawa Belong, Kebun Jeruk, Jakarta Barat, tak ada tujuan. Kerjaannya hanya makan di warung lalu kembali ke rumah. Warga sekitar mengenalnya dengan sebutan " Om Jin" .

Yah, kehidupan M Amin berubah drastis. Tersohor saat membintangi sinetron " Jin dan Jun" pada 1996, roda kehidupan membalikkannya. Beberapa kali menjadi bintang iklan sebuah produk, Om Jin hanya luntang lantung menghabiskan masa tuanya. .

Namanya tenggelam. Tak lagi terlihat di televisi. Kabar menyedihkan datang pada 2013. Pria keturunan Pakistan ini tutup usia. Yang menyedihkan, tak ada media yang memberitakannya.

Kehidupan kakek Amin selepas membintangi " Jin dan Jun" ternyata cukup memprihatinkan. Tinggal sendiri di rumah sederhananya, dia tak punya pekerjaan apapun. Aktivitasnya sehari-harinya hanya dilakukan dengan berjalan-jalan tanpa arah.

" Pas sudah gak syuting-syuting lagi, dia hidupnya begitu. Bahkan buat makan aja di tempat saya, kadang-kadang suka enggak bayar. Ya, saya sih ikhlasin aja," kata tetangga Amin, Aas, seperti dikutip dari Merdeka.com.

Bahkan menurut tetangga, kakek Amin sering kali berjalan dengan pikiran kosong. Tak menyadari bahaya di sekitarnya, seperti orang linglung. Kondisi tersebut membuatnya sampat terserempet mobil hingga dua kali.

Kasihan `Om Jin`, Hidup Sengsara Hingga Akhir Hidupnya

" Pernah beberapa kali, pas lagi jalan kaki itu, dia keserempet mobil. Ada dua kali," ungkap Aas.

Kesulitan ekonomi dan hidup sendiri di hari tuanya dijalani kakek Amin. Untuk makan sehari-hari, ternyata beliau suka makan warung miliki tetangganya tanpa membayar. Sang tetangga merasa sangat iba dan tak pernah menagihnya.

" Pas sudah gak syuting-syuting lagi, dia hidupnya begitu. Bahkan buat makan aja di tempat saya, kadang-kadang suka enggak bayar. Saya sih ikhlasin aja," ujar Aas.

Hingga menutup usia, kehidupan M. Amin serba kesulitan dan sendirian.

4 dari 4 halaman

Haji Tile dan Bilik Kayu

Haji Tile dan Bilik Kayu © Dream

Haji Enun Tile atau akrab disapa Pak Tile. Sosoknya begitu dikenal saat ia berperan sebagai " Engkong" dalam sinetron " Si Doel Anak Sekolahan" . Sinetron yang ditonton jutaan masyarakat Indonesia di tahun 90-an.

Iklan berbagai produk mengantre untuk bisa muncul di jeda komersial sinetron tersebut. Bayaran pemainnya juga tinggi, termasuk pak Tile. Soal bayaran ini Pak Tile ternyata termasuk pemain yang tak terlalu mempermasalahkan honornya.

Soal kontrak dan perjanjian, ia juga tak paham. Pak Tile memang buta huruf. Tak bisa baca tulis. Namun sebagai pelakon sejati yang besar lewat seni lenong Betawi, Pak Tile mampu mengimbangi pemain lain.

Skenario tak pernah dibacanya. Ia bisa mendalami peran dengan baik hanya melalui arah sutradara dan ketika seluruh pemain membedah skenario bersama. Seperti dikutip dari Jakarta.go.id, semasa hidupnya " Engkong" ini juga hidup sederhana. Ia sering bersepeda ontel di sekitar rumahnya, di kawasan Lenteng Agung.

" Saya sih orang kecil, perakan saja dah kalau soal gaji," katanya menceritakan bayaran yang diterimanya dari iklan dan sinetron.

Pembawaanya yang lucu dan santai membuat banyak orang sangat terhibur dengan penampilan Engkong dalam sinetron " Si Doel" . Tapi kehidupan " Engkong" tak seperti yang ada di layar kaca.

Justru di masa akhir hidupnya, kondisi Pak Tile ternyata sangat memprihatinkan. Untuk tempat tinggal saja, ia harus menyewa rumah bilik kayu dekat bibir sungai. Harga sewanya Rp 50.000 per bulan. Tak ada anak istri yang menemani.

Sang istri saat itu bahkan sedang menggugat cerai pak Tile. Kesehatannya menurun drastis. Hidup sebatang kara, tak ada harta yang tersisa. Engkong wafat di usia 65 tahun pada 2 November 1998.


(Mutia Anggraini/ Sumber: Kapanlagi, Brilio, Jakarta.go.id, Merdeka.com)

Beri Komentar