Gus Sholah, Nahkoda Pesantren Tebuireng yang Bersahaja

Reporter : Eko Huda S
Senin, 3 Februari 2020 12:50
Gus Sholah, Nahkoda Pesantren Tebuireng yang Bersahaja
Status sebagai keturunan pendiri NU tak lantas membuat Gus Sholah hidup mewah seperti ningrat. Gus Sholah merupakan sosok yang bersahaja.

Dream - Innalillahi wainnailaihi raaji'un. Indonesia berduka karena kehilang salah satu tokoh bangsa, Salahuddin Wahid.

Pria yang karib disapa Gus Sholah itu wafat dalam usia 77 tahun pada Minggu 2 Februari 2020. Sehari sebelumnya, dia menjalani bedah jantung di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.

Gus Sholah terlahir di Jombang, Jawa Timur, 11 September 1942. Dia merupakan putra mantan Menteri Agama, Wahid Hasyim. Adik kandung presiden ke empat Indonesia, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Cucu Pendiri Nahdlatul Ulama, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari.

Lahir di lingkungan pesantren membentuk Gus Sholah sebagai sosok yang sederhana. Status sebagai keturunan pendiri NU tak lantas membuat Gus Sholah hidup mewah seperti ningrat. Gus Sholah merupakan sosok yang bersahaja.

" Gus Sholah pribadi yang sangat sederhana. Enggak glamor, enggak mewah, sangat sederhana," kata Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Said Aqil Siradj, seikutip dari nu.or.id, Senin 3 Februari 2020.

1 dari 2 halaman

Menurut Laduni.id, Gus Sholah mulai hidup di Pesantren Tebu Ireng pada awal 1947. Kala itu, sang ayah menjadi pengasuh pesantren, menyusul wafatnya Kh Hasyim Asy'ari.

Pada awal tahun 1950, dia pindah ke Jakarta, mengikuti sang ayah yang diangkat menjadi menteri agama. Sejak itulah masa sekolahnya dilewatkan di ibu kota. Dia mencecap pendidikan dasar di SD KRIS (Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi). Kemudian pindah ke SD Perwari saat duduk di bangku kelas IV.

Lepas SD, Gus Sholah bersekolah di SMP Negeri 1 Cikini. Dia mengambil jurusan ilmu pasti. Dia melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Jakarta. Di sekolah yang dikenal dengan SMA Budut itu, Gus Sholah mulai mengenal organisasi. Dia sangat aktif dalam kepanduan Ansor dan OSIS.

Sebagai keluarga kiai, Gus Sholah tak lupa mengaji. Ilmu-ilmu agama dia cecap langsung dari sang ayah. Saban hari wajib mengaji. Selain Alquran, Gus Sholah juga belajar fikih, nahwu, sorof, dan tarikh.

Pada 1962, Gus Sholah meneruskan pendidikan formalnya ke Institut Teknologi Bandung. Dia memilih jurusan arsitektur. Saat kuliah itu pula dia terus mengembangkan bakat berorganisasinya.

Enam tahun berselang, Gus Sholah menikahi Farida, putri mantan Menteri Agama, KH, Syaifuddin Zuhri. Pasangan ini dikaruniai tiga anak, yaitu Irfan Asy’ari Sudirman (Ipang Wahid), Iqbal Billy, dan Arina Saraswati. Setelah pernikahan itu, dia kembali menyelesaikan kuliahnya yang sempat lama terbengkalai, hingga lulus pada 1979.

2 dari 2 halaman

Bapak tiga anak ini merupakan sosok komplit. Dia merupakan aktivis, ulama, politisi, sekaligus tokoh hak asasi manusia.

Gus Solah bergabung dengan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), berbeda dengan Gus Dur yang dikenal kerap mengkritik lembaga tersebut. Gus Sholah bahkan terpilih menjadi Anggota Dewan Penasihat ICMI periode 1995 hingga 2005.

Pada tahun 2000, Gus Sholah bahkan menjadi Ketua MPP ICMI. Dari organisasi itulah Gus Sholah semakin dekat dengan dunia politik.

Kiprah Gus Sholah di dunia politik sejatinya sudah intens sejak reformasi 1998. Pada mulanya, dia bergabung dengan Partai Kebangkitan Umat (PKU). Di partai yang didirikan Kiai Yusuf Hasyim itu, dia menjadi Dewan Pimpinan Pusat serta Ketua Lajnah Pemenangan Pemilu. Namun dia mundur pada 1999.

Gus Sholah juga terlibat aktif dalam organisasi NU. Pada 1999 pula dia maju sebagai salah satu kandidat Ketua Umum PBNU dalam muktamar NU ke-30 di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Dia terpilih sebagai salah satu ketua PBNU periode 1999-2004. Pada muktamar NU tahun 2004 di Solo, Gus Solah menolak saat kembali dicalonkan menjadi ketua PBNU.

Pada 2001, Gus Sholah mendaftar sebagai anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manuasia (Komnas HAM). Dia menjabat sejak 2002 hingga 2007 sebagai Wakil Ketua II Komnas HAM.

Di Komnas HAM, Gus Sholah sempat memimpin Tim Gabungan Pencari Fakta untuk menyelidiki kasus Kerusuhan Mei 1998. Dia juga menjadi Ketua Tim Penyelidik Adhoc Pelanggaran HAM Berat kasus Mei 1998, dan Ketua Tim Penyelidikan Kasus Pulau Buru.

Gus Sholah juga terjun di dunia politik. pada 2004, dia dipinang oleh Partai Golkar untuk maju dalam Pemilihan Presiden. Gus Sholah didapuk sebagai calon wakil presiden mendampingi Wiranto. Saat itu pula Gus Sholah mengundurkan diri dari Komnas HAM dan PBNU.

Pada 2006, Gus Sholah kembali ke Tebuireng. Dia membangun fisik dan sistem pendidikan di pesantren leluhurnya itu. Gus Sholah menjadi nahkoda Pesantren Tebuireng sampai akhir hayatnya.

Menurut KH Said Aqil Siradj, kemajuan Pesantren Tebuireng Jombang tidak bisa dilepaskan dari Gus Sholah. Dalam hidupnya, Gus Sholah memiliki perhatian mengembangkan pesantren yang didirikan oleh Kakeknya tersebut.

" Semua perjuangannya, pemikirannya, upayanya untuk Pesantren Tebuireng, bukan untuk pribadinya," ucap KH Said Aqil Siradj.

Selamat jalan Gus Sholah. Semoga khusnul khotimah.

Beri Komentar