Ilustrasi (Foto: Shutterstock)
Dream - Bus yang ditumpangi rombongan kiai dari Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (PWNU) Jawa Timur mengalami kecelakaan di Tol Cipali, Majalengka, Jumat, 31 Januari 2020. Semua korban dibawa ke RS Mitra Plumbon Cirebon untuk mendapat perawatan.
Dilaporkan Merdeka.com, rombongan kiai tersebut hendak berangkat ke Jakarta untuk menemui Wakil Presiden Maruf Amin.
Nahas di tengah perjalanan, bus berpelat B 7844 FAA tersebut menabrak bagian belakang truk tronton berpelat AE 8554 UK yang melaju dari arah yang sama di KM 164.
Total penumpang berjumlah 21 orang, di luar sopir dan kondektur. Dari jumlah itu, 16 orang mengalami luka ringan, tujuh orang dirawat di RS. Mitra Plumbon Cirebon, dua di antaranya mengalami luka parah.
Kasatlantas Polres Majalengka AKP Endang Sujana mengatakan sejauh ini kecelakaan diduga karena kelalaian sopir.
" Diduga sopir mengantuk. Masih didalami," kata dia.
Dua korban yang mengalami luka berat, merupakan sopir dan kondektur bus. Sedangkan sopir yang mengemudikan truk tronton, tidak mengalami luka-luka.
" Kendaraan (bus dan truk) sudah diamankan," ucap dia.
Adapun rombongan yang ikut dalam bus tersebut diantaranya,
1. KH.Hisyam Syafaat. Banyuwangi
2. KH. Fathullah. Jember
3. KH. Muhyidin Khotib. Situbondo
4. KH. Miftahul Ulum. Probolinggo
5. KH. Sonhaji AS Pasuruan
6. KH. M. Taufiqurrahman. Sumenep
7. KH. Panji Taufiq. Sumenep
8. Suparman. Pamekasan
9. KH. Agus Mushofa. Madiun
10. KH. Mastur Ali Trenggalek
11. KH.Hazim Shirodj. Batu
12. H. Zaini Ilyas. Surabaya
13. Ki Surono. Sidoarjo
14. Imam Kusnin. Blitar
15. H. Abd Wahid Asa. Surabaya
16. H. Ahmad Sujono. Surabaya
17. Hari Agus Santoso. Komunitas Tionghwa Surabaya
18. A. Basuni Salim. Surabaya
19. Romo Eko Keuskupan Surabaya
20. KH. Achmad Syaiful Chalim (Gus Iful) Surabaya
21. H. Agus
Sumber: Merdeka.com/Aksara Bebey
Dream - Wakil Presiden Ma'ruf Amin, menilai perlunya pendekatan alternatif untuk menyelesaikan konflik global. Salah satu jalan yang dia sarankan yiatu melalui pendekatan keagamaan.
" Diperlukan alternatif lain untuk menciptakan kerukunan, yakni melalui pendekataan keagamaan," kata Ma'ruf, dilaporkan Liputan6.com, Rabu, 29 Januari 2020.
Pesan itu disampaikan Ma'ruf saat bertemu pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal. Dalam pandangan Ma'ruf, pendekatan keagamaan melalui forum dan komunikasi mendorong terciptanya kerukunan.
Dia berharap para pemuka agama tidak hanya dituntut untuk mencapai rukun, tetapi juga merukunkan. " Kerukunan diperlukan pilar yang kuat. Seperti Indonesia memiliki empat pilar, yakni ideologi, yuridis, sosiologis, dan teologis," ujar Ma'ruf.
Ma'ruf berharap pendekatan tersebut dapat dijalankan oleh FPCI. Tidak hanya satu agama namun mampu mencakup semua.
" Jadi tidak hanya berfokus pada kerukunan agama Islam dengan Kristen," kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Dino mengatakan pertemuannya dengan Ma'ruf guna menjelaskan gagasannya untuk masa depan para pemeluk agama. Khususnya agama-agama Ibrahim yakni Islam, Kristen, dan Yahudi.
" Secara global hubungan pemeluk ketiga agama Ibrahim semakin buruk. Mereka dibatasi dan diganggu oleh pemerintah dan non-pemerintah. Ini tidak sehat, karenanya kami memiliki program ini," ucap Dino.
Dia mengatakan Ma'ruf mendukung langkah dan gagasannya untuk program Seribu Lingkar Ibrahim ini.
" Bapak Wapres sangat mengapresiasi program ini. Indonesia tidak hanya rukun, tapi bisa ikut merukunkan kelompok lain di berbagai belahan dunia yang masih ada masalah, kata Beliau," ujar dia.
Dream - Kerukunan antar umat beragama dahulu merupakan hal yang sangat terjaga. Masyarakat beda agama bisa hidup rukun dan berdampingan, bahkan bekerja sampai berpuluh tahun tanpa harus khawatir kehilangan prinsip beragamanya.
Cerita hangat soal soal toleransi ini bisa kita lihat dari keseharian Sapari atau akrab disapa Pakde. Pria bersahaja berusia 58 tahun itu sangat dikenal para jemaat GPIB Immanuel Palembang.
" Apa kabar Pakde, sehat kan?" begitu tanya setiap jemaat gereja ketika bertemu dan bersalaman dengannya menjelang misa Natal, Selasa, 24 Desember 2019.
Panggilan Pakde dinobatkan karena dia merupakan perantauan asal Bantul, DI Yogyakarta. Dia tinggal di Palembang sejak 1983 dan mencari nafkah menjadi buruh bangunan.
Empat tahun kemudian, atau tepatnya 1987, Pakde resmi bekerja sebagai sopir mobil gereja GBIP Immanuel Palembang. Pekerjaan itu didapatnya ketika memborong rekonstruksi di rumah salah satu jemaat gereja itu.
" Saya jadi sopir pertama di gereja itu. Gaji waktu itu sama dengan jadi buruh, kira-kira Rp 60 ribu sebulan, tapi jadi sopir lebih santai, pakaian rapi, pakai sepatu, beda saat masih jadi tukang bangunan," ungkap Pakde.
Sebagai penganut Islam, Pakde tidak merasa terganggu dengan pekerjaannya. Setiap hari, ia berkutat dengan aktivitas di gereja.
Tugas utamanya adalah antar jemput pendeta dari kediaman ke gereja, dari gereja ke gereja, dari gereja ke rumah sakit, atau menemui jemaat.
Lokasinya tak hanya di Palembang, tetapi sampai keluar kota dan provinsi, seperti Prabumulih, Lempuing, Pendopo, Karang Endah, hingga Jambi.
" Ya, tugas saya hanya melayani pendeta, ke mana pun dia pergi saya yang antar. Sesekali melayani pengurus gereja kalau ada keperluan," ujarnya.
Selama berhubungan dengan gereja dan pendeta, Pakde mengaku tak pernah sama sekali bersinggungan dengan keyakinan yang dianutnya. Justru menurut dia, pendeta sangat toleran terhadap keimanan Pakde.
" Misal lagi di jalan dan terdengar azan, saya diminta mampir ke masjid, pendeta bilang salatlah dulu kalo sudah masuk waktunya. Ya, saya pikir keimanan pendeta itu sudah tinggi, makanya tidak mau bicara soal keimanan saya, saling menghargai," kata dia.
Ketika tiba di gereja, Pakde juga tak pernah diajak pendeta masuk mendengarkan khutbahnya. Pakde diminta istirahat di mobil atau mengobrol saja dengan warga sekitar gereja.
" Saya tidak pernah meminta dan pendeta juga tidak pernah mengajak masuk ke gereja. Saya kerja profesional, sesuai tugas saya saja, melayani, itu saja," terangnya.
Meski usianya tak muda lagi, Pakde masih menjadi andalan pendeta dan pengurus gereja. Predikatnya kini menjadi sopir senior dan driver satu.
" Sudah 32 tahun menjadi sopir gereja dan melayani pendeta, sampai sekarang masih aktif. Total sudah ada delapan pendeta yang saya layani, rata-rata berasal dari Indonesia bagian timur," ungkapnya.
Pegawai beragama Islam yang bekerja di gereja itu tak hanya Pakde sendiri. Masih ada seorang sopir, dua sekuriti, dan seorang tukang kebun yang turut mencari nafkah di sana.
" Bagi kami bekerja di mana pun terserah, yang penting tidak menipu, tidak mencuri, pokoknya yang penting halal. Kami berlima muslim, tapi rukun dengan jemaat-jemaat gereja," kata dia.
Dari pekerjaannya itu, pria beristrikan Cholilah (43) itu telah berhasil menyekolahkan ketiga putrinya. Bahkan, anak pertamanya akan meraih gelar sarjana pada 28 Desember nanti.
" Alhamdulillah, keluarga saya harmonis saja, tidak ada cemoohan tetangga walaupun kerja di gereja, ketiga anak saya sekolah semua, ada masih SMP, SMA, dan satu lagi akan diwisuda," tuturnya.
Pakde juga mengamati pergolakan politik di Indonesia. Dia mengaku miris dengan isu-isu intoleransi dan ketidakharmonisan antar umat beragama.
Bagi dia, hal itu tak perlu terjadi jika setiap warga negara memiliki keimanan dan kebangsaan yang tinggi. Intoleransi justru memecah belah persatuan bangsa dan menghancurkan NKRI.
" Semua cinta Indonesia, kita adalah Indonesia, mari jaga NKRI. Terlalu bodoh bangsa hancur karena perbedaan keyakinan. Inilah Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, harus dipahami betul," kata dia.
Menurut dia, intoleransi tak lain muncul karena muatan politik. Oknum-oknum tertentu menggunakan isu agama untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
" Jika Indonesia tak kondusif, tak aman, ekonomi pasti kacau. Nah, siapa lagi yang dirugikan kalau bukan kita sendiri, apalagi orang-orang menengah ke bawah, pasti sangat terasa dampaknya," kata dia.
" Saya orang biasa, pendidikan rendah, tapi paham dengan toleransi karena saya terlibat langsung, saya menjalani. Mari, mari kita semua menjadi toleransi antar umat beragama, mari kita jaga NKRI tetap utuh, demi anak cucu kita kelak," tutupnya.
Laporan Irwanto/ Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Ratu Ratu Queens The Series, Cerita Seru 4 Perempuan Diaspora di New York
5 Komunitas Khusus Perempuan di Indonesia, Gabung Yuk!
5 Tanda Komunikasi Orang Tua dan Remaja Sudah Berjalan Sehat
3 Komunitas Kesehatan Mental di Indonesia, Kini Kamu Tak Perlu Merasa Sendiri Lagi
Saat Anak Mulai Ngebet Punya Akun Sosmed: Umur Berapa Sebenarnya Boleh?
Film Sukma: Cermin Tua, Misteri Membayang, dan Ketakutan yang Dekat
XL Weekend Rush Semarang: Fun Bike, Festival Digital, dan Jaringan Lebih Kuat dari XLSMART
Ratu Ratu Queens The Series, Cerita Seru 4 Perempuan Diaspora di New York
XL Weekend Rush Semarang: Fun Bike, Festival Digital, dan Jaringan Lebih Kuat dari XLSMART