Isak Haru Puti Guntur Napak Tilas Jejak Soekarno di Surabaya

Reporter : Syahid Latif
Selasa, 23 Januari 2018 18:31
Isak Haru Puti Guntur Napak Tilas Jejak Soekarno di Surabaya
"Saya serasa pulang kampung. Saya bersyukur bisa datang ke ini, tempat kelahiran kakek saya,"

Dream - Rasa Haru tak bisa disembunyikan Puti Guntur Soekarno. Di depan warga Jalan Pandean, Kelurahan Peneleh, Surabaya, Jawa Timur calon wakil gubernur Jawa Timur itu terharu bisa kembali pulang kampung. Ke rumah kelahiran presiden pertama Ir Soekarno yang tak lain adalah kakeknya.

Berbusana merah bermotif hitam dan berbalut kerudung di kepala, Senin, 22 Januari 2017, Puti memang sedang melakukan napak tilas jejak Bung Karno di Surabaya. Tepat 6 Juni 1901, di sebuah rumah seluas 5 x 14 meter itu, sang putra fajar Soekarno lahir.

" Saya serasa pulang kampung. Saya bersyukur bisa datang ke ini, tempat kelahiran kakek saya," kata Puti terbata-bata, di sela isak tangis.

Puti mengatakan, pemilik rumah dan kampung Pandean harus bangga, karena dari rumah seluas 5 x 14 meter persegi itu lahir seorang tokoh besar, yang menjadi pemimpin Republik Indonesia di kemudian hari.

Puti Guntur Soekarno

Isak haru yang dialami Puti membuat warga sempat terdiam. Kala seorang warga berteriak memberi semangat bagi cucu Proklamator tersebut. 'Ayo semangat!' teriak warga. Seketika Puti tergugah. Ia hentikan tangisnya. " Ya, kita harus semangat," kata Puti.

Menurut Puti, menjadi pemimpin adalah amanah yang sangat berat. Kisah Bung Karno menyemangatinya untuk bekerja optimal bagi Jatim.

" Inspirasi beliau Insya Allah selalu hadir dalam langkah-langkah kita semua," kata dosen tamu Kokushikan University Jepang, itu.

Perjalanan napak tilas Puti berlanjut ke sebuah rumah di Jalan Peneleh VII. Rumah itu milik seorang tokoh Sarekat Islam, Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto. Di rumah itulah, Bung Karno melakoni masa remaja sebagai anak kost.

Puti Guntur Soekarno

Menurut Puti, di tempat indekos itulah Bung Karno ditempa dengan tiga spirit sekaligus, yaitu keagamaan, kebangsaan, dan kemanusiaan.

" Nasionalisme Indonesia sejak awal memang dilahirkan dari dimensi keagamaan yang mengatur nilai-nilai kemanusiaan, seperti keadilan sosial, menghargai perbedaan orang lain, dan mengedepankan musyawarah atau dialog," ujar Puti.

Ditambahkannya, di Surabaya Bung Karno mendapat tempaan pemikiran dan strategi merebut kemerdekaan dengan dibimbing tokoh Islam seperti HOS Tjokroaminoto.

" Di rumah Pak Tjokro, tempat indekos Bung Karno, saya membayangkan beliau berlatih pidato, berdiri, sambil tangannya menunjuk-nunjuk ke arah penjajah,' katanya.

(Sah/Sumber: Merdeka.com)

 

Beri Komentar