Anak Tukang Sayur Terbang ke Ajax dan Barcelona

Reporter : Eko Huda S
Jumat, 12 September 2014 15:13
Anak Tukang Sayur Terbang ke Ajax dan Barcelona
Nurdin yang bercita-cita menjadi pemain sepakbola profesional harus berjuang ekstra keras untuk mewujudkan mimpinya.

Dream - Bocah berbakat asal Sleman, Tasyrik Ismail Nurdin, terpilih untuk berlatih sepakbola di Spanyol dan Belanda. Bocah berusia 13 tahun tersebut akan mengasah kemampuan di dua klub raksasa Eropa, Barcelona dan Ajax Amsterdam.

Nurdin, begitu dia disapa, merupakan murid kelas VIII SMP Muhammadiyah 1 Depok, Sleman, Yogyakarta. Putra pasangan Agus Mohnurdin dan Dwi Bekti Damawati itu juga mejadi salah satu pemain yang terpilih dalam Tim Nasional usia 13 tahun.

Menjadi pemain sepakbola profesional memang menjadi cita-cita bocah yang berlatih di Sekolah Sosial Olahraga (SSO) Real Madrid UNY ini. Namun, untuk mewujudkan mimpi itu, Nurdin harus melewati jalan yang terjal. Perlu perjuangan ekstra keras.

Bocah kelahiran Sleman 6 Maret 2001 ini memang hidup dalam keluarga yang cukup sederhana. Sang ayah yang merupakan mantan atlet bola basket hanya berjualan sayur di rumah untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga.

Dia ingat betul sepatu bola pertama dia dapat dari pemberian tetangga. Sepasang sepatu itulah yang terus melindungi kakinya saat berlatih bola. Namun, lama-kelamaan sepatu itu akhirnya jebol juga.

Keinginan untuk memiliki sepatu bola menjadi masalah berat bagi Nurdin. Untuk mendapatkan penganti, dia harus susah payah menabung, menyisihkan uang jajan. " Satu bulan baru bisa beli sepatu seharga Rp 80.000," kata dia.

Nurdin sadar betul kondisi ekonomi keluarganya. Namun demikian bocah yang biasa menempati posisi sayap kiri ini tak pernah merasa malu dan rendah diri. Semua kondisi itu malah dia jadikan bahan bakar untuk meraih mimpi.

Tasyrik dijaswalkan berangkat ke Spanyol untuk berlatih di akademi Barcelona pada 16 Oktober 2014. Kemudian pada 20 Oktober, dia akan terbang ke Belanda untuk berlatih di Ajax Amsterdam. (Dari berbagai sumber)

1 dari 4 halaman

Ravi Murdianto, Kiper Alim Timnas U-19

Ravi Murdianto, Kiper Alim Timnas U-19 © Dream

Ravi Murdianto, Kiper Alim Timnas U-19

Dream - Badannya tinggi menjulang. Hampir dua meter, ramping laksana tiang. Gerakannya gesit. Melompat, berguling, dan menerkam bola, selincah macan menangkap mangsa.

Dialah Ravi Murdianto. Penjaga gawang Tim Nasional Sepak Bola Indonesia Usia 19 tahun. Penjaga gawang yang turut membawa tim Garuda Jaya menjadi jawara Piala AFF U-19 di Sidoarjo, September silam.

Posisi Ravi di bawah mistar gawang nyaris tak tergantikan. Penampilannya yang cemerlang membuat kawan menjadi tenang. Serahkan urusan gawang ke Ravi, semua kawan tinggal konsentrasi menyerang.

Dan malam ini, Rabu 7 Mei 2014, pemuda alim yang rajin salat ini akan kembali beraksi. Dia akan unjuk kebolehan dalam uji coba kedua melawan Timnas U-19 Myanmar di Senayan. Dalam pertandingan pertama dua hari silam, Ravi satu kali kebobolan.

Kini Ravi memang tengah menapak sukses. Dia sudah menjadi langganan timnas junior. Mulai Timnas U-17 hingga U-19. Bersama timnas junior itu Ravi merengkuh gelar juara pada turnamen HKFA di Hongkong dan Kejuaraan Remaja U-19 AFF 2013.

Nama Ravi pun semakin kondang di penjuru nusantara. Ditambah wajah tampan, sikapnya yang alim, membuat semakin banyak orang yang menjadi penggemarnya. Terutama para gadis remaja. Buktinya, saat pemusatan latihan di Yogyakarta Januari silam, segerombol gadis remaja membawakannya kue ulang tahun untuknya.

Namun, prestasi itu tak didapat dengan mudah. Sebagai anak kampung, Ravi kecil harus melalui hari-hari sulit untuk menggapai mimpi. " Saya berangkat dari anak kampung yang tidak punya apa-apa," demikian kata Ravi saat diwawancara sebuah tabloid pada Oktober silam.

Sejak kecil, pemuda yang lahir di Gerobogan, Jawa Tengah, ini sudah  gandrung dengan bola. Saat masih kelas dua SD, Ravi sudah masuk sekolah bola di kampung halamannya, SSB Putra Bersemi.

Kiper bukanlah pilihan utama. Pemuda kelahiran sembilan belas tahun silam ini mulanya memilih posisi gelandang dan penyerang. Posisi kiper baru dia tekuni saat duduk di kelas V SD.

Dua tahun kemudian, putra pasangan Hery Supriyanto dan Murminah ini pindah sekolah bola. Kali ini dia hijrah ke Kota Semarang. Kota yang jaraknya kira-kira 20 kilometer dari kampung halaman. Di sana dia menimba ilmu di SSB Tugumuda.

Pindah sekolah bola di kota, ujian yang dihadapi Ravi menjadi semakin bertambah. Sudah jauh dari rumah, uang sakunya pun pas-pasan pula. Jangankan uang jajan, untuk biaya transportasi pun dia kesulitan. Kebaikan hati temanlah satu-satunya harapan bagi Ravi untuk bisa jajan.

" Bapak saya waktu itu bekerja sebagai pemungut botol dari kampung ke kampung, jadi kami terkendala biaya untuk pergi dan pulang latihan," kenang pemuda dengan tinggi 183 sentimeter itu.

Baca selengkapnya di sini: http://bit.ly/1rjS2SQ

2 dari 4 halaman

Kisah Haru Tunanetra Indonesia di Australia

Kisah Haru Tunanetra Indonesia di Australia © Dream

Kisah Haru Tunanetra Indonesia di Australia

Dream - Ini kisah Jaka Ahmad. Mahasiswa tunanetra yang tengah menempuh pendidikan S2 program Social Work di Universitas Flinders, Adelaide, Australia. Pemuda yang karib disapa `Jack` ini mengaku mendapat pelayanan yang sangat baik di dalam angkutan umum Negeri Kanguru itu.

Seperti biasa, Jack melakukan hobinya, jalan-jalan dengan mengunakan bus umum. " Seperti di kota-kota lain yang pernah saya singgahi atau tinggal. Di Adelaide saya juga suka berpergian sendiri. Apalagi dengan menggunakan transportasi umum seperti bis atau kereta," kata Jack dikutip dari laman Australia Plus, Selasa 9 September 2014.

Selama ini, Jack sudah terbiasa dengan hiruk-pikuknya lalu lintas Jakarta yang semrawut. Sehingga, saat berada di Adelaide dengan kondisi lalulintas yang lebih tertata, bisa cepat menyesuaikan diri.

Selengkapnya baca di sini: http://bit.ly/1s7NGME

3 dari 4 halaman

Indonesia Lulus Sempurna di Qatar

Indonesia Lulus Sempurna di Qatar © Dream

Indonesia Lulus Sempurna di Qatar

 

Dream - " Jangan pernah biarkan kecacatanmu menang." Itulah pesan yang selalu diingat Rakhmat dari sang ayah. Sebagai pemuda yang lahir dengan kebutuhan khusus, kalimat itu seolah menjadi bahan bakar untuk mewujudkan segala cita.

Pemuda bernama lengkap Muhammed Zulfikar Rakhmat itu memang terlahir tak sempurna. Sejak lahir dia mengalami gangguan syaraf motorik, sehingga kedua tangannya sulit bergerak. Jangankan menulis, untuk memegang sesuatu saja susah. Kondisi itu juga membuatnya gagap, tak lancar bicara.

Namun, di balik segala kekurangan itu, pemuda Semarang ini punya prestasi cemerlang. Bulan lalu, dia lulus dari jurusan Hubungan Internasional di Universitas Qatar. Program sarjana itu bisa dia selesaikan dalam kurun tiga setengah tahun saja.

Soal nilai, jangan ditanya. Dia lulus dengan nilai hampir sempurna: 3,93. Prestasi mencorong ini pula yang membuatnya mendapat beasiswa penuh untuk kuliah ke jenjang lebih tinggi lagi.

Cerita Rakhmat ini membetot perhatian publik di Qatar. Dia bahkan berkesempatan bertemu dengan pemimpin negeri di Timur Tengah itu. Foto wisuda yang diunggah ke jejaring sosial Facebook milik Universitas Qatar langsung mendapat 700 jempol dan juga puluhan pujian.

Selengkapnya, baca di sini: http://bit.ly/1hZ7oaX

4 dari 4 halaman

Anak Indonesia Sabet 14 Emas Kontes Matematika Dunia

Anak Indonesia Sabet 14 Emas Kontes Matematika Dunia © Dream

Anak Indonesia Sabet 14 Emas Kontes Matematika Dunia

Dream - Siswa-siswa Indonesia menorehkan prestasi yang membanggakan dalam International Mathematics Contest (IMC) Singapore 2014. Tim Indonesia mampu membawa belasan medali emas dan puluhan medali perak dalam ajang yang tahun ini diikuti oleh tim dari sembilan negara itu.

" Tahun ini tim Indonesia berhasil meningkatkan prestasi dengan memperoleh 14 medali emas, 26 medali perak, 53 medali perunggu dan 34 merit award," demikian siaran pers yang diterimaDream.co.id dari Klinik Pendidikan MIPA di Jakarta Rabu 6 Agustus 2014.

Dalam lomba yang digelar di Singapura mulai 1 hingga 4 Agustus 2014 ini, Tim Indonesia di bawah koordinasi Klinik Pendidikan MIPA pimpinan Ridwan Hasan Saputra, mengirimkan 129 pelajar. Tim itu terdiri dari siswa kelas III SD hingga XI SMA. Tahun ini merupakan keikutsertaan ke tujuh bagi Indonesia dari sepuluh kali lomba yang sudah digelar.

Beri Komentar
Jangan Lewatkan
More