Upah dari Uang Derma, Bagaimana Hukumnya?

Reporter : Ahmad Baiquni
Kamis, 1 Maret 2018 12:00
Upah dari Uang Derma, Bagaimana Hukumnya?
Mengumpulkan dana derma untuk membantu orang yang membutuhkan termasuk perbuatan baik.

Dream - Konsep filantropi atau berderma dewasa ini berkembang sangat pesat. Dana yang terkumpul pun jumlahnya begitu besar, mampu memberikan manfaat kepada yang membutuhkan.

Perkembangan ini kemudian memacu tumbuhnya lembaga pengelola dana filantropi. Hal ini juga terjadi di lingkungan umat Islam.

Tentu pengumpulan dana filantropi baik sedekah, infak, maupun zakat membutuhkan biaya. Apalagi bagi petugasnya, tentu membutuhkan upah.

Lantas, bagaimana hukumnya memungut upah dari dana derma?

Dikutip dari laman bincangsyariah.com, persoalan ini pernah diputuskan dalam Muktamar Nahdlatul Ulama ke-2 1927. Muktamar tersebut menyatakan pemungut derma untuk disalurkan ke banyak hal dibolehkan mengambil sebagian uang yang terkumpul.

Tetapi, besarannya tidak melebihi kepantasan upah serta untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Hal ini ditujukan kepada pemungut derma yang miskin.

Rujukannya adalah pendapat Ibnu Hajar Al Haitami dalam kitab Tuhfatul Muhtaj.

" Disamakan dengan wali anak yatim, seperti yang telah dikemukakan, orang yang mengumpulkan harta, misalnya untuk membebaskan tawanan. Jika ia orang yang miskin maka ia diperbolehkan untuk makan dari harta tersebut atau ia boleh mengambil satu di antara dua hal yang paling sedikit, yaitu biaya nafkah atau mengambil ujratul mitsli (upah standar)."

Al Syirwani berpendapat penjelasan Ibnu Hajar juga diperuntukkan bagi orang yang mengumpulkan derma untuk membantu menyelamatkan orang miskin terlilit utang. Perbuatan itu tergolong amalan baik karena membantu meringankan beban orang lain.

Mengumpulkan uang derma untuk membantu orang yang membutuhkan tentu perbuatan yang mulia. Oleh sebab itu, para relawan setidaknya perlu mendapatkan upah jika begitu memerlukan.

Selengkapnya...

Beri Komentar