Aurel Dan Atta
Dream - Meninggalnya janin dalam kandungan berdampak besar dalam sebuah keluarga. Terutama jika anak tersebut sangat diharapkan kehadiran dan pengumuman kehamilan sudah disebar ke seluruh sanak saudara dan kerabat.
Euforia kehamilan berupa kebahagiaan mendadak berganti dengan rasa sakit dan kesedihan. Hal ini tentunya berdampak besar pada psikologis calon ayah dan ibu, seperti yang dialami pasangan Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah.
Mungkin banyak yang beranggapan, kalau hal itu akan mudah dihadapi karena nantinya pasangan bisa program hamil lagi. Faktanya tak demikian, ibu yang mengalami keguguran bukan hanya mengalami kesakitan secara fisik tapi juga psikis.
" Untuk itu, ia sangat membutuhkan dukungan suami dalam melewati kedukaan. Bukan dengan menyepelekan yang dirasakannya, memaksa untuk ikhlas, tapi dengan berusaha memahami kondisinya dan berusaha untuk empati," kata Wayne Parker, seorang life coach, dikutip dari VeryWell.
Bagi ibu dan ayah, ada masalah emosional yang signifikan. Jelas, perasaan kehilangan itu nyata bagi kedua calon orangtua. Terutama pada ibu, muncul perasaan hampa atau ada perasaan bersalah atau gagal.
Para ayah mungkin bingung sekaligus sedih menghadapi situasi ini. Biasanya para ayah langsung ingin memperbaiki segala hal dengan menawarkan solusi logis, dan hal ini kerap mengabaikan perasaan ibu.
" Keguguran tidak bisa diperbaiki. Tidak ada apa pun yang bisa menghilangkan kesedihan karena keguguran, dibutuhkan empati dari para ayah untuk bisa memahami kondisi psikologis ibu," ujar Parker.
Para ayah, penting untuk menghindari mengatakan 'sudah tenang saja, nanti kita 'bikin' lagi'. Berbicara tentang kehamilan lain mungkin merupakan cara pria untuk mencoba memperbaikinya, tapi yang dibutuhkan ibu adalah didengarkan dan dipahami perasaan sedih dan kehilangannya.
" Luangkan waktu untuk duduk dengannya, peluk dia, dengarkan dia mengekspresikan dirinya. Berada di dekatnya dan mendukungnya melewati kesedihan akan sangat membantunya memproses pengalaman pahit tersebut," kata Parker.
Jangan terburu-buru. Biasanya setelah keguguran, ibu boleh hamil lagi setelah 3 bulan setelah kondisi rahimnya sudah pulih. Ayah mungkin bisa mengajak ibu melakukan sesuatu yang baru, seperti liburan atau melakukan aktivitas seru untuk mengurangi rasa sedihnya. Kuncinya adalah berusaha memahami perasaan ibu setelah keguguran.
Dream - Kedukaan dialami pasangan Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah. Mereka yang sangat menanti kehadiran anak pertamanya, harus menghadapi kenyataan kalau janin di rahim Aurel meninggal.
Aurel mengalami keguguran di usia kehamilan lima minggu. Keguguran bagi seorang perempuan bukanlah hal mudah, terutama jika ia jadi perhatian publik seperti Aurel. Insiden keguguran Aurel juga jadi konten YouTube sang suami.
Hal tersebut jadi kritikan pedas netizen. Bahasan soal psikologis Aurel setelah keguguran pun sempat trending di Twitter pada 19 Maret 2021. Salah satunya dari penulis Kalis Mardiasih, ia menyoroti kondisi psikologis Aurel.
Penting disoroti kalau keguguran berdampak sangat besar pada psikologis ibu. Dikutip dari Hello Sehat, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Imperial College London, 4 dari 10 wanita berisiko mengalami gangguan trauma dan stress akibat keguguran yang dialaminya.
Dalam penelitian yang dipublikasikan oleh jurnal BMJ Open tersebut, tim peneliti mensurvei 113 wanita yang baru saja mengalami keguguran maupun kehamilan ektopik. Mayoritas wanita dalam penelitian ini mengalami keguguran pada usia kehamilan sekitar 3 bulan, sementara sekitar 20 persennya lagi, mengalami kehamilan ektopik di mana bayi mulai tumbuh di luar rahim.
Hasil survei juga menunjukkan, empat dari sepuluh wanita dilaporkan mengidap gejala post traumatic stress disorder (PTSD) tiga bulan setelah kehilangan calon bayinya. Gangguan trauma dan stress akibat keguguran ini, juga dilandasi oleh peristiwa penuh tekanan yang menakutkan dan menyedihkan. Sehingga tidak jarang menyebabkan seseorang teringat kembali kejadian tersebut lewat mimpi buruk, kilas balik, pikiran atau gambaran di saat-saat tidak diinginkan.
Gejalanya bisa mulai berminggu-minggu, berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah kejadian sampai bisa menyebabkan masalah tidur, kemarahan, dan bahkan berubah menjadi depresi.
Wanita yang keguguran membutuhkan dukungan psikologis untuk mengatasi trauma. Para periset dari Imperial College London mengatakan bahwa temuan tersebut menyarankan agar perempuan secara rutin dipantau perihal kondisi tersebut, dan mendapat dukungan psikologis spesifik setelah kasus hilangnya kehamilan.
Ada anggapan dan sebuah mitos tertentu juga di masyarakat yang ikut memengaruhi. Katanya, kehamilan belum boleh dipublikasikan kalau kehamilan itu sendiri belum berusia minimal 3 bulan. Parahnya lagi, hal itu juga berlaku apabila terjadi keguguran dalam kurun waktu 3 bulan kehamilan. Nah, sayangnya hal yang dipendam ini bisa mengakibatkan rasa sakit yang mendalam pada wanita. Efek psikologis kehilangan ini harusnya dibicarakan dan dicurahkan, bukan malah dipendam sendirian bersama suami.
Selengkapnya baca di sini.
Advertisement
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
UU BUMN 2025 Perkuat Transparansi dan Efisiensi Tata Kelola, Tegas Anggia Erma Rini
Masa Tunggu Haji Dipercepat, dari 40 Tahun Jadi 26 Tahun
Viral Laundry Majapahit yang Bayarnya Hanya Rp2000
NCII, Komunitas Warga Nigeria di Indonesia
Azizah Salsha di Usia 22 Tahun: Keinginanku Adalah Mencari Ketenangan
Hj.Erni Makmur Berdayakan Perempuan Kalimantan Timur Lewat PKK
Benarkah Gaji Pensiunan PNS Naik Bulan Ini? Begini Penjelasan Resminya!
Timnas Padel Indonesia Wanita Cetak Sejarah Lolos ke 8 Besar FIP Asia Cup 2025
Hore, PLN Berikan Diskon Tambah Daya Listrik 50% Hingga 30 Oktober 2025
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
Hasil Foto Paspor Shandy Aulia Pakai Makeup Artist Dikritik, Pihak Imigrasi Beri Penjelasan
Zaskia Mecca Kritik Acara Tanya Jawab di Kajian, Seperti Membuka Aib