Menstruasi
Dream - Menjadi orangtua, memang tak boleh lelah belajar. Termasuk pendidikan seksual yang penting diajarkan kepada anak-anak. Salah satunya adalah menstruasi.
Sebaiknya anak perempuan tahu soal menstruasi langsung dari ibu atau keluarga terdekatnya apa yang harus dilakukan, menjaga kesehatan area intim, termasuk juga harus berhati-hati dalam pergaulan.
Lalu, umur berapa normalnya anak perempuan haid pertama kali? Dikutip dari KlikDokter.com, menurut dr. Reza Fahlevi, Sp.A, usia menarche normal atau menstruasi pertama biasanya terjadi sekitar 1-2 tahun setelah anak perempuan mengalami tanda pubertas.
Sebelum haid pertama, sejumlah perubahan dialami perempuan ketika memasuki masa remaja menuju dewasa. Perubahan yang dimaksud, seperti bertambahnya tinggi badan, tumbuh payudara, serta muncul rambut pada kemaluan dan ketiak.
Umumnya, usia haid anak perempuan terjadi pada rentang usia 10-14 tahun. Berdasarkan Jurnal Kesehatan Reproduksi, rata-rata anak perempuan di Indonesia mengalami menstruasi pertama pada usia 12,96 tahun.
Saat anak mengalami menstruasi, artinya dia sudah bisa hamil. Kehamilan bahkan bisa terjadi tepat sebelum kemunculan haid pertama. Sebab, hormon yang mendukung proses kehamilan sudah aktif di dalam tubuh perempuan.
Menurut National Health Service UK, anak perempuan juga berpotensi mengalami menstruasi lebih cepat, yakni di usia 8 tahun. Belum diketahui secara pasti penyebab seorang anak mengalami menstruasi dini, namun beberapa faktor berikut bisa jadi penyebabnya.
Junk Food Berlebihan
Menurut riset dalam Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang, kebiasaan mengonsumsi junk food diduga bisa jadi salah satu pemicu menstruasi dini. Kandungan lemak, protein hewan, dan lemak trans yang terkandung di dalam junk food dapat memicu pelepasan hormon yang memengaruhi terjadinya haid pertama pada anak.
Genetik
Faktor genetik sangat berpengaruh pada kondisi hormon dan menstruasi pertama kali. Anak bisa mengalami haid pertama terlalu cepat akibat faktor genetik dari orangtua. Kondisi ini disebut sebagai pubertas prekoks sentral familial.
Berdasarkan penelitian dalam Human Reproduction Journal, mengonsumsi minuman manis yang mengandung sukrosa dapat meningkatkan kemungkinan anak mengalami menstruasi dini.
Sukrosa dalam minuman manis diduga dapat meningkatkan jumlah hormon insulin yang mengontrol kadar gula darah. Sering mengonsumsi minuman manis bisa bikin insulin dalam tubuh anak melonjak sehingga meningkatkan konsentrasi hormon seksual. Anak jadi berpotensi besar mengalami menstruasi lebih awal.
Riwayat gangguan saraf pusat
Saat anak mengalami menstruasi di usia yang sangat muda, tandanya dia mengalami pubertas dini. Kondisi ini bisa disebabkan oleh gangguan sistem saraf pusat, seperti tumor otak maupun sumsum tulang belakang.
Penjelasan selengkapnya di sini.
Dream - Temuan dari studi terbaru yang diterbitkan dalam Journal of Developmental Origins of Health and Disease menjelaskan cara unik untuk mengidentifikasi stres pada ibu hamil, yaitu rambut. Sampel rambut diperoleh dari ibu hamil dan diperiksa kadar kortisolnya.

Ternyata sampel yang mengandung kadar kortisol tinggi lebih sering dari ibu yang mengandung bayi perempuan. Studi yang dilakukan pada 108 ibu hamil di awal trimester pertama mereka, menemukan bahwa kadar kortisol rambut ibu dua kali lebih tinggi (300 mg/dl versus 150 mg/dl) pada wanita yang mengandung bayi perempuan. Hal ini mengarahkan peneliti untuk mempertimbangkan apakah ibu yang lebih stres pada saat pembuahan lebih mungkin untuk menyambut anak perempuan.
Bagaimana Stres Mempengaruhi Seks Janin?
Penting untuk dicatat bahwa ada pengukuran stres lain yang juga merupakan bagian dari gambaran ketika mengukur tingkat stres pada ibu hamil. “ Kita harus ingat untuk mempertimbangkan pengukuran klinis dari stres pasien juga, yang dinilai dengan beberapa skala atau kuesioner yang berbeda dalam penelitian ini,” kata Kathleen Jaeger, OB/GYN Grup Medis BJC di Missouri Baptist Medical Center.
Penelitian ini menggunakan kuesioner untuk mengontrol faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil. Antara lain, tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan antara kedua kelompok dalam hal usia, status perkawinan, tingkat pendidikan, status pekerjaan, jenis kehamilan, jumlah anak, jumlah aborsi sebelumnya, risiko kehamilan atau apakah kehamilan itu diinginkan atau tidak.
Ini memungkinkan para peneliti untuk membidik hubungan potensial antara kadar kortisol dan jenis kelamin janin. Satu hipotesis adalah bahwa stres orang tua mengubah konsentrasi hormon seks melalui aktivasi sumbu HPA dan berimplikasi pada alokasi jenis kelamin.
Temuan penelitian ini konsisten dengan penelitian serupa lainnya. Sebuah studi pada 2010 menunjukkan penurunan jumlah kelahiran laki-laki dalam beberapa bulan setelah peristiwa tersebut. Studi tersebut menunjukkan, " rasio jenis kelamin sekunder (yaitu, kemungkinan kelahiran laki-laki) dilaporkan menurun setelah bencana alam, peristiwa polusi, dan keruntuhan ekonomi" .
Sumber: Verywell
Advertisement
Dari Langgar ke Bangsa: Jejak Sunyi Kiai dan Santri dalam Menjaga Negeri

Pria Ini Punya Sedotan Emas Seharga Rp233 Juta Buat Minum Teh Susu

Celetukan Angka 8 Prabowo Saat Bertemu Presiden Brasil

Paspor Malaysia Duduki Posisi 12 Terkuat di Dunia, Setara Amerika Serikat

Komunitas Rubasabu Bangun Budaya Membaca Sejak Dini


Tampil Cantik di Dream Day Ramadan Fest Bersama Beauty Class VIVA Cosmetics

IOC Larang Indonesia Jadi Tuan Rumah Ajang Olahraga Internasional, Kemenpora Beri Tanggapan

Ada Komunitas Mau Nangis Aja di X, Isinya Curhatan Menyedihkan Warganet

Wanita 101 Tahun Kerja 6 Hari dalam Seminggu, Ini Rahasia Panjang Umurnya

Dari Langgar ke Bangsa: Jejak Sunyi Kiai dan Santri dalam Menjaga Negeri

Air Hujan di Jakarta Mengandung Mikroplastik, Ini Bahayanya Bagi Kesehatan Tubuh

Pria Ini Punya Sedotan Emas Seharga Rp233 Juta Buat Minum Teh Susu