Dream - Teknologi artificial intelligence (AI) saat ini bisa dibilang jadi primadona. Kemampuan 'berpikir' teknologi ini bisa memudahkan kita untuk menyelesaikan pekerjaan, dan bagi para pelajar dan mahasiswa. juga sangat bisa membantu mengerjakan tugas.
Juga sangat bisa membantu mengerjakan tugas. Dalam dunia pendidikan, AI bagai pisau bermata dua. Di satu sisi sangat memudahkan melakukan riset dan mengumpulkan data.
Di sisi lain bisa dimanfaatkan dengan cara negatif oleh para pelajar/ mahasiswa untuk menyelesaikan tugas tanpa perlu banyak berpikir. Hal ini membuat sebagian sekolah/ universitas melarang penggunaan AI untuk karya ilmiah.
Berbeda dengan kebanyakan institusi pendidikan, sekolah asrama termahal di Swis yaitu Institut auf dem Rosenberg, justru mendorong para siswanya untuk menggunakan AI.
Anita Gademann, direktur sekaligus kepala inovasi sekolah tersebut mengatakan bahwa AI mulai dipersiapkan untuk digunakan di sekolah tersebut sejak lima tahun lalu.
“Kami sangat bertekad untuk memastikan bahwa semua hal yang diajarkan kepada siswa relevan dengan dunia yang akan dihadapi oleh mereka di masa depan. Munafik jika kita melarang menggunakan AI dan kemudian bersikap seakan-akan dapat mengirim mereka untuk siap hidup sebagai orang dewasa," ujar Gademann.
Para siswa Institut auf dem Rosenberg diajarkan untuk menggunakan AI seperti DALL-E (salah satu generator teks ke gambar) untuk membantu kegiatan belajar.
Misalnya saja, siswa di kelas tujuh menggunakan DALL-E untuk membantu proses visualisasi perbedaan bangsawan dan petani untuk esai tentang peranan perempuan dalam perang dunia pertama.
Siswa juga sekaligus dituntut untuk berhati-hati dan kritis terhadap AI seperti ChatGPT. Dalam suatu kasus, jawaban yang dibuat AI untuk pelajaran ekonomi pernah hanya mendapat nilai C.
“Menurut pendapat saya, jika mendapat nilai C dari jawaban ChatGPT, itu berarti pertanyaan yang anda ajukan salah. Anak-anak belajar untuk menanyakan secara spesifik sehingga jawaban yang dihasilkan benar," kata Gademann.
Meski para siswa didorong untuk menggunakan AI, di Institut auf dem Rosenberg, para guru akan mengetahui jika siswa menjiplak suatu esai. Hal tersebut akan diketahui dari gaya penulisannya.
Mendeteksi kasus penjiplakan dalam suatu esai bukan hal yang mustahil dilakukan di Institut auf dem Rosenberg, mengingat rasio siswa dan staf di sekolah tersebut adalah dua berbanding satu.
“Saya tidak naif dan sepenuhnya menyadari fakta bahwa sekolah kami sangat istimewa," ujar Gademann.
Gademann juga memberikan contoh kasus dalam artikel New York Times yang menyebutkan bahwa ribuan guru dari universitas bergengsi di dunia mendaftar ke dalam program GPTZero untuk mendeteksi AI dalam pekerjaan mahasiswa. Beberapa sekolah lain juga merevisi kebijakan mereka terkait tindak plagiarisme atau bahkan melarang penuh penggunaan ChatGPT.
Ia menggunakan istilah ‘histeria massa’ untuk menyebut fenomena penolakan terhadap AI tersebut. Gademann juga menyebutkan bahwa penolakan terhadap AI menunjukkan ketertinggalan.
“Coba bayangkan skenario di mana kita mengeluarkan jutaan dolar untuk mencari tahu apakah seorang siswa menggunakan kalkulator dalam PR matematika pada tahun 80an?,” tanya Gademann.
Dia menekankan bahwa hal tersebut merupakan hal yang aneh. Gademann mengaku setuju dengan Alleyn’s School, sekolah ternama di London yang lebih menekankan persiapan belajar, alih-alih memberikan PR di tengah-tengah maraknya penggunaan AI.
“Saya pikir pendidikan seharusnya berubah dengan cara guru dan siswa bekerja sama dalam menghasilkan sesuatu, bukannya diajarkan (oleh guru) untuk menghasilkan sesuatu. Guru harus mengajarkan keterampilan dan juga nilai-nilai etika," kata Gademann
Institut auf dem Rosenberg atau sering disebut sebagai Rosenberg termasuk sekolah asrama internasional swasta termahal di dunia. Biayanya mencapai U $162.500 dollar atau Rp25 miliar per tahun.
Berlokasi di St. Gallen, Swiss, didirikan pada 1889 oleh Elrich Schmidt. Institut auf dem Rosenberg awalnya dikenal sebagai Institut Dr Schmidt namanya menjadi Institut auf dem Rosenberg pada 1930-an setelah kematian pendirinya.
Dimiliki dan dikelola oleh keluarga Gademann, Rosenberg adalah salah satu sekolah termahal di dunia. Menerapkan kebijakan kerahasiaan yang ketat mengenai nama alumninya. Tidak seperti kebanyakan institusi swasta lainnya, Rosenberg tidak menerima sumbangan dalam bentuk apa pun. Sekolah ini diketahui memiliki sekitar 300 siswa yang berasal dari 48 negara.
?
Laporan Salma Rihhadatul Aisy/ Sumber: Business Insider
Advertisement
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik