Tayangan Kekerasan di Animasi, Seberapa Besar Dampaknya Bagi Anak?

Reporter : Mutia Nugraheni
Senin, 9 Maret 2020 14:02
Tayangan Kekerasan di Animasi, Seberapa Besar Dampaknya Bagi Anak?
Selalu ketahui dan dampingi anak jika menonton animasi atau membaca komik animasi.

Dream - Ramai pemberitaan soal kasus pembunuhan yang dilakukan oleh remaja perempuan berusia 15 tahun. Korban adalah tetangganya yang berusia 5 tahun. Sang korban dibunuh dengan ditenggelamkan di kolam alu jasadnya disimpan di lemari pelaku.

Tak lama setelah kejadian, sang pelaku menyerahkan diri ke polisi dan mengakui segala perbuatannya. Polisi menemukan banyak sekali gambar atau tulisan sadis di dalam buku catatannya.

Diketahui, remaja tersebut juga menyukai kartun animasi Jepang yang bernuansa sadis. Kasus ini tentunya menyebabkan kekhawatiran orangtua para remaja. Sebenarnya, seberapa besar pengaruh paparan tontonan, bacaan, komik dan sejenisnya yang bernuansa sadis pada anak?

Mellissa Grace, seorang psikolog mencoba menjelaskan hal tersebut dengan memaparkan penelitian yang dilakukan Alber Bandura, seorang ahli psikologi dalam akun Instagramnya.

Efek kekerasan

Albert melakukan penelitian terhadap 72 anak, berusia 3 hingga 6 tahun, dengan 36 anak lelaki dan 36 anak perempuan.

Anak-anak diperlihatkan tontontan yang memperlihatkan tindakan agresif pada tokoh Bobo Doll selama 20 menit. Ada beberapa kesimpulan, antara lain anak-anak yang dipertontonkan model perilaku agresif menunjukkan imitasi perilaku agresif secara fisik lebih banyak.

 

1 dari 6 halaman

Tayangan Sesuai Usia

Tayangan Sesuai Usia © Dream

Lalu pada anak perempuan yang dipertontonkan perilaku agresif, cenderung lebih menunjukkan perilaku yang sama pada anak lelaki. Terlihat bagaimana dengan mudahnya anak
belajar perilaku yang agresif.

" Dapat dibayangkan apa yang terjadi ketika exposure (pemaparan) model atau tayangan/ model/ tayangan/ perilaku agresif tersebut berlangsung lebih lama. Maka perilaku agresif yang ditiru anak juga cenderung akan bertahan lama," tulis Mellissa di akun Instagramnya.

Sebenarnya bukan hanya tayangan yang berpengaruh, faktor lainnya juga berdampak besar pada kecenderungan imitasi perlakuan kasar atau sadis oleh anak. Bisa karena faktor individu, biologis dan lingkungan.

" Semoga informasi ini dapat berguna bagi para orang tua, pendidik, kakak-kakak dan orang dewasa lainnya untuk bersikap lebih bijak dalam mendampingi adik-adik serta memberikan bimbingan tayangan sesuai usia," pesan Mellissa.

2 dari 6 halaman

Pahami Tahap Perkembangan Otak Anak, Bantu Pola Asuh Lebih Baik

Pahami Tahap Perkembangan Otak Anak, Bantu Pola Asuh Lebih Baik © Dream

Dream - Menghadapi perilaku anak seringkali membuat orangtua kewalahan. Bukan hanya saat anak balita, tapi juga ketika memasuki usia remaja. Tiap tahap perkembangan otak anak akan sangat berdampak pada kondisi psikologisnya.

Dengan memahaminya, orangtua bisa lebih siap menghadapi sikap dan perkembangan anak. Pasalnya perilaku anak di tiap usia akan selalu mengejutkan. Ada begitu banyak faktor yang berperan, belum lagi aspek eksternal yang kadang membuat anak bertindak keluar dari karakternya.

Coba cari tahu tahapan perkembangan neurologis anak dan karena akan sangat berpengaruh pada pola asuh kita sebagai orangtua. Berikut empat tahapan neurologis anak yang sangat penting diketahui orangtua.

 

3 dari 6 halaman

Tahap sensorimotor

Tahap sensorimotor © Dream

Ini terjadi setelah bayi lahir hingga 2 tahun. Seorang anak pada tahap ini mulai mendapat pengalaman dan pelajaran di lingkungan melalui indera mereka. Di usia 1 tahun, anak belajar objek permanen, konsep bahwa objek terus ada, bahkan ketika meninggalkan bidang penglihatan.

" Apa yang tidak disadari banyak orangtua adalah bahwa bayi juga berkembang secara sosial dan emosional. Karena itu, mereka biasanya sangat ketergantungan dengan orangtua dan sulit dipisahkan. Tindakan ini disebut referensi sosial atau kognisi sosial," ujar Sarah Lytle, PhD., dari Institute for Learning & Brain Sciences di University of Washington di Seattle.

 

4 dari 6 halaman

Tahap preoperasi

Tahap preoperasi © Dream

Dari usia dua hingga enam atau tujuh tahun, seorang anak memasuki tahap praoperasi. Di sini, keterampilan bahasa meningkat. Anak dapat mengerti simbol, mengembangkan pemahaman numerik, dan mulai memahami perbedaan antara masa lalu dan masa depan. Anak-anak di usia ini banyak belajar melalui contoh nyata.

Untuk itu, kebiasaan sehari-hari serta contoh nyata dari orangtua jadi sumber belajar yang sangat penting pada anak di tahap ini. Dalam hal mengendalikan emosi, anak di tahapan ini masih sangat sulit. Pastikan orangtua mengajarkan bagaimana mengontrol emosi dengan sehat.

 

5 dari 6 halaman

Tahap operasi konkret

Tahap operasi konkret © Dream

Dari usia enam atau tujuh hingga 11 atau 12, anak memasuki tahap operasi konkret. Ia mulai memahami konsep-konsep abstrak, memahami urutan kejadian, dan berempati dengan orang lain yang memiliki pengalaman berbeda dengannya.

Anak-anak pada tahap ini dapat belajar konsep matematika abstrak, tapi belum mampu memecahkan masalah-masalah kompleks yang memerlukan alasan sistematis. Lytle menyarankan untuk menjaga perkembangan emosional anak pada tahap ini. Hindari pertengkaran di depan anak apalagi sampai melakukan kekerasan verbal atau fisik padanya.

 

6 dari 6 halaman

Tahap Operasi

Tahap Operasi © Dream

Dari usia 12 hingga masa remaja, anak memasuki tahap operasi formal. Pikirannya mulai mengerti pemikiran hipotetis, penalaran abstrak, dan penalaran deduktif. Secara umum, mereka memiliki pemahaman yang baik terhadap sebuah permasalahan di usia 15.

Masalah moral seperti keadilan sosial dan ide-ide abstrak, baru akan dipahami anak di usia ini. Pada beberapa orangtua, akan menghadapi anak remaja yang cenderung memberontak, selalu protes, kerap membantah dan selalu berkonflik.

" Kondisi tersebut juga sangat berkaitan dengan hormon. Otak tengah anak di usia ini juga sangat aktif. Otak berkembang dari belakang ke depan," ungkap Lyte.

Perkembangan Otak Remaja

Otak tengah ini bertanggung jawab atas ingatan, emosi, dan seksualitas. Fakta lain yang juga penting diketahui bagian otak prefrontal cortex, belum sepenuhnya berkembang sampai sekitar usia 25 tahun.

Bagian otak tersebut bertanggung jawab untuk hal-hal seperti pengambilan keputusan, perencanaan, kontrol impuls, dan penghindaran risiko. Remaja juga cenderung mengevaluasi situasi dengan amygdala atau pusat emosi mereka.

" Inilah sebabnya mereka cenderung kewalahan oleh emosi yang dirasakan, mungkin kesulitan mengekspresikannya. Ini juga menjelaskan alasan perilaku berisiko pada remaja," kata Lyte.

Ia juga mengingatkan orangtua untuk selalu mendampingi anak di masa-masa remaja. Libatkan mereka dalam kegiatan positif yang disukainya. Buka diskusi lebih banyak dan jangan selalu melindunginya dari melakukan kesalahan.

Sumber: Bigthink

Beri Komentar